Dan kali ini, setelah setahun lebih bergabung di sebuah kantor Kedutaan Besar negara sahabat, aku pun dihadapkan pada situasi sulit. Harus memilih antara terus bekerja di sini, dan tetap tinggal di ibukota, atau memenuhi panggilan nurani, untuk kembali ke my second hometown, Bandung, di mana dua orang bidadari syurga *pinjem kata-kata mas Ipho Santosa, bertempat tinggal. As I used to write down in my blogpost, ayah dan ibuku memang akhirnya hijrah ke Bandung, meninggalkan Banda Aceh, agar lebih dekat ke kami, anak-anaknya yang kini bertempat tinggal di tanah Jawa.
Tadinya sih, ga ada masalah sama sekali meninggalkan mereka berdua di rumah baru ini. Keduanya happy menikmati masa tua di tanah Pasundan yang sejuk, udaranya bersih dan memang pas untuk menikmati masa-masa pensiun. Namun, siapa sangka jika kemudian Allah malah memberikan ujian. Ayahanda yang begitu riang, ternyata terkena serangan jantung, dan akhirnya membutuhkan perawatan dan perhatian ekstra. Dan setelah menempuh berbagai pemeriksaan dan tindakan medis, bahkan sudah bersiap untuk maju ke tahap by pass jantung, ealah, akhirnya oleh tim dokter di Harapan Kita, malah disarankan untuk kembali saja ke Bandung, hidup dengan cara yang sehat dan bahagia, tanpa perlu lakukan by pass. Alasannya? Kondisi ayah yang sudah lanjut usia, plus status hasil pemeriksaan ini itunya, disimpulkan bahwa sebaiknya ayah tak perlu dibypass. Kuatirnya justru kondisinya akan memburuk jika dipaksakan by pass.
Jadi? Ya begitulah. Kami pulang ke Bandung, dengan hati bingung. Antara hepi ga perlu lakukan by pass, yang adalah operasi besar dan bikin was-was, tapi juga kuatir akan kesehatan ayah selanjutnya. Namun yang luar biasanya adalah, di tengah wajah-wajah kami yang bingung itu, justru ayah dengan bersemangat mengajak kami untuk bersyukur. "Mari kita bersyukur ke hadirat Allah, Ayah yakin, Allah pasti punya solusi yang terbaik. Kita pasrahkan saja kepada Allah. Dia pemilik kehidupan, Ayah dan kita semua hanya dipinjamkan nyawa untuk sementara, jadi kita harus siap kapanpun Allah menginginkannya kembali." MAKJLEB! Speechless. I have no idea what is in his mind. Hiks....
Baca juga: I was deleted and blocked
Maka, aku pun berdoa siang dan malam, agar ada celah bagiku untuk bisa kembali ke Bandung. Di satu sisi, aku memang masih sangat membutuhkan pekerjaan ini agar kelangsungan kuliah Intan di President University tidak terkendala. Tau sendiri kan, Sobs? Kuliah di kampus ini ampun dije biayanya..., hiks. Namun di sisi lain, aku kuatir akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan jika aku masih bertahan di ibukota ini.
Jalan itu dibukakan.
Ya, Alhamdulillah. HE is the best facilitator, yang tak hanya mengabulkan doa-doa namun juga memfasilitasi keinginan baik. DIA menjawab doaku dengan indah. Aku menamakannya buah dari silaturrahmi dan networking.
Yup, jadi suatu siang, aku dan Nchie Hanie, my soulmate, berkunjung ke klinik DF, untuk konsultasi dan ditreatment oleh dr. David. Kalo ga salah tuh, aku akan jalani treatment kantung mata, deh, siang itu. Nah, setelah treatment, kami ngobrol santai lah sejenak dengan si dokter kece ini. Dan dalam obrolan ini, tercetuslah keinginanku untuk pulang ke Bandung kembali, dan sekarang lagi cari-cari kerjaan untuk penyambung kehidupan juga kuliah Intan.
Nah, si dokter kece bilang bahwa saat ini ada sebuah perusahaan yang digawangi oleh para dokter estetika, sedang membutuhkan jasa seorang operation manager, yang juga cakap berbahasa Inggris (karena banyak relasi dan calon klien mereka berasal dari luar negeri) untuk memastikan perusahaan ini bisa berjalan dengan baik. Karena selama ini, perusahaan ini hanya dijalankan dan dimanage oleh para dokter ini, yang notebene adalah pada sibuk semua. Juga karena ritme kerja para dokter tuh, biasanya kan single fighter, jadi mereka tuh butuh seorang profesional untuk bener-bener memanage perusahaan ini. Dan si dokter kece menyampaikan bahwa jika aku tertarik, aku boleh ngasih CVku ke dia untuk diteruskan ke perusahaan ini.
Aku, so pasti menyambut baik tawaran ini, donk. CVku pun melayang ke inbox email si dokter kece, dan dalam beberapa hari kemudian aku mendapatkan panggilan interview yang disampaikan oleh perusahaan ini via emailku. Alhamdulillah. Walo ini masih langkah awal, setidaknya aku sudah masuk ke dalam tahapan long list. Mudah-mudahan bisa lanjut ke dalam shortlist nantinya. Aamiin.
Waktu terus berjalan, proses demi proses berlanjut, hingga kemudian aku sampai juga berhadapan dengan komisaris utama perusahaan ini, untuk diinterview olehnya. Alhamdulillah, wawancara terakhir dengan Bapak Komisaris Utama yang ternyata adalah seorang dokter estetika terkemuka di tanah air ini, berlangsung dengan lancar, dan aku melihat bahwa beliau menaruh kepercayaan dan harapan untuk kami dapat bekerjasama. Kalimat pamungkas beliau adalah, 'Alaika boleh fikir-fikir dulu, deh, ya. Nanti jika memang berminat dengan penawaran kami, dan ingin mencoba, mari kita sama-sama membuka kesempatan untuk bekerjasama dalam memajukan perusahaan ini, ok?' Sungguh aku terkesan akan kehumble-annya.
Dan, kemudian..., peluang baik mana lagi yang harus aku abaikan, Sobs? Ketika doa-doa dijabah dengan segera, dan jalan dimudahkan, haruskah aku menampik dan membuang kesempatan? Alhamdulillah. Aku meyakini, ini adalah jalan yang Allah bukakan bagiku, agar bisa mendampingi ayah ibu, melalui kekuatan silaturrahmi dan networking serta kemampuan diri dalam menjalani tahapan demi tahapan proses rekrutmen.
Farewell
Kesan spesial dari perpisahan lainnya adalah perpisahanku dengan Teh Ipah dan Nabila, juga bu Yuyun. Teh Ipah adalah office girl di kantor kami. Orangnya baik banget. Nabila adalah sekretaris duta besar dan bu Yuyun adalah koki kedutaan. Ketiga orang ini sudah seperti keluarga bagiku di kantor ini. Penuh perhatian dan kami merasa akrab dan terbuka antara satu sama lain.
![]() |
Atas: Aku dan Nabila Bawah: Teh Ipah dan Aku |
Dan, kepergianku, tentu membekaskan kesedihan di hati Nabila. I know that. Karena selama ini, selaku orang yang sudah malang melintang di dunia perkantoran, dengan segala irama suka-dukanya, tentu dara manis ini beranggapan bahwa aku jauh lebih tau dibanding dirinya yang masih fresh graduated. Walau sebenarnya, menurutku pribadi, cewek manis lulusan Hubungan International salah satu universitas negeri di Jakarta ini, cukup smart dan bisa banget diandalkan dalam bekerja, sih. Namun, mungkin sugesti negatif yang (mungkin) secara tak sengaja tertanam di hatinya oleh sikap beberapa kolega di kantor, membuatnya merasa gimana... gitu.
Well, back to my farewell with Nabila. Sungguh, aku terharu akan perhatiannya. Bahkan di saat terakhir aku berkantor, gadis ini ternyata sudah mempersiapkan sebuah bingkisan perpisahan. Yang sungguh bikin aku haru. Padahal, Nab, we will meet again, dear! Soon, around. You will still be able to reach me anytime on my Whatsapp, mail, call or anywhere we wish.
Dan, Sobs, sungguh, persembahan dari Nabila ini bikin aku meleleh, speechless. Nab, I love you, wishing you all the best. My God Bless you where ever you are. Aamiin.
Coba, deh, Sobs, lihat persembahan darinya ini..... gimana aku ga meleleh, coba? Sebuah lukisan wajahku, dibuat dari barisan untaian kata yang akhirnya membentuk sebuah wajah. Awesome, sangat! Thanks again, dear Nabila. *Bighug.
Catatan spesial,
My Resignation from Kedutaan Besar sebuah negara sahabat,
Al, Margonda Residence, 1 Oktober 2016