Sesuai judul, ini memang drama satu babak yang aku beri judul 'Huru Hara Pagi Hari'. Terjadi tadi pagi, sesaat sebelum berangkat ke kantor.
Sudah semingguan ini, aku memang merasakan kelelahan luar biasa jika harus menaiki jejeran anak tangga sebelum mencapai tangga penyeberangan menuju stasiun UI. Mungkin teman-teman pengguna komuter line dari arah Bogor ke Kota, sudah familiar deh dengan tangga yang satu ini, yang kuyakin menjadi tangga paling dibenci saat ini, hingga sampai diberi julukan 'tangga aborsi'. Hehe. Tentang tangga ini, ntar deh aku ceritakan pada postingan lainnya, ya.
Nah, karena lelah oleh pendakian anak tangga demi anak tangga jembatan UI itu, yang totally berjumlah 98 anak tangga, maka aku memutuskan untuk driving Gliv (my lovely car) lah ke kantor. Dan tadi pagi tuh, aku udah ready banget untuk berangkat. Udah pamitan juga sama Intan yang masih asyik ketak ketik ngerjain PR di laptopnya. Udah pasang waze, si GPS kece yang setia menunjukkan arah dan mengantarkan aku ke tujuan mana pun yang ingin aku tuju.
Namun, sebelum menyandang tas kerja di pundak, aku sempat menyadari bahwa si dompet hijau yang biasa nangkring manis di dalam tas, tuh, ga ada di sana. Tapi feelingku bilang, ah, paling juga tinggal di mobil tadi malam. Toh tadi malam kami sampai Margonda sudah tengah malam, Udah ngantuk dan buru-buru dan hanya menurunkan barang-barang penting saja dari mobil. Pastilah si dompet masih terselip manis dan aman di bagian celah penyimpanan yang ada pada sisi dalam pintu mobil.
Masih dengan tenang dan penuh harapan bahwa si dompet masih duduk manis di sana, aku menuju basement. Membuka kunci pengaman mobil, menyalakannya, lalu mencari si dompet hijau. Ealah, kok ga ada? *agak gugup, berusaha aku menenangkan hati. Tapi semakin aku gagal menemukannya, semakin dag dig dugnya itu semakin besar. Hadeuh... piye iki? Ya Allah, plis, jangan sampai hilang donk.... kebayang nih, jika STNK Gliv ilang, gimana ribetnya pengurusannya nanti? Belum lagi SIM dan kartu ATM yang juga duduk manis di sana. Plus beberapa lembar uang seratus ribuan yang merupakan sisa terakhir bulan ini. Hadeuh!
Aku telepon Intan mengabarkan dompetku ternyata tidak ketinggalan di mobil. Aku kembali ke unit, dan kembali mencari di kamar. Tapi gagal menemukannya. Kucoba mengingat-ingatnya lagi. Tadi malam saat turun mobil, kayaknya aku memang mengambil si dompet itu, deh. Cuma bayangannya blur saat aku apakan setelahnya.... Duh, begitu menuakah ingatanku? Hiks....
Baik aku dan Intan tak berhasil menemukannya. Berdua kami kembali ke mobil, memeriksa seisi mobil dan gagal. Aku berinisiatif menanyakan satpam, in case si dompet hijau itu kececeran tadi malam, karena aku memegang beberapa pegangan tadi malam, ada tas, dua kantong plastik hitam. Pak Satpam membuka buku catatan in case tercatat ada dompet yang ditemukan tercecer tadi malam, juga menanyakan ke teman-temannya yang lain, yang membuahkan hasil TIDAK lihat, TIDAK ada. Hiks....
Sungguh, aku rasanya jadi pengen nangis. Kebayang kan? Kantor-kantor akan segera tutup, lebaran sudah diambang pintu. Jika STNK Gliv dan kartu-kartu penting lainnya hilang, pasti akan ribet mengurusnya. Hadeuh, ya Allah, help me please. Kubacakan ayat andalanku, yaitu doa Nurbuat, dan Alhamdulillah, ada secercah ingatan pada dua benda hitam (plastik kresek) yang aku jinjing tadi malam. Feelingku mengatakan bahwa si hijau aku masukkan ke dalam salah satunya. Tapi perasaan si plastik kresek hitam itu sudah aku keluarkan isinya deh. Yang satu berisi telur dan tomat. Yang satunya lagi berisi satu pak mie instant dan sebungkus tissue. Keduanya sudah aku kosongkan. Tapi si dompet hijau ga nemu.
Hiks..... aku bener-bener stress deh dibuat tragedi ini. Merasa lelah dan menua. Kok bisa-bisanya sih hilang dan ga ingat kronologisnya?
Kupaksa ingatanku bekerja. Harus tau kemana si dompet itu. Soalnya aku yakin banget dia masuk ke dalam salah satu plastik hitam itu. Refleks, kulangkahkan kakiku untuk membuka kulkas. Kuraih plastik hitam berisi tomat yang sudah duduk manis di dalamnya. Kubuka mulut plastik itu, dan..., ya ampuuuun! Si dompet hijau itu duduk manis di dalam kantong plastik, di dalam KULKAS!
Oh my God. Andai saja si dompet udah bicara dan bisa bergerak, kuyakin dia akan melompat ke arahku dan menjerit histeris. "Umi.... dingiiiin!" sambil gemetaran. Hehe.
Yup, drama satu babak ini berakhir manis juga akhirnya. Lega banget rasanya, ga jadi mengurus STNK atau kartu2 lainnya yang hilang. Alhamdulillah ya Allah. Speechless. Aku hanya mampu memeluk Intan sambil menangis haru.
Sudah semingguan ini, aku memang merasakan kelelahan luar biasa jika harus menaiki jejeran anak tangga sebelum mencapai tangga penyeberangan menuju stasiun UI. Mungkin teman-teman pengguna komuter line dari arah Bogor ke Kota, sudah familiar deh dengan tangga yang satu ini, yang kuyakin menjadi tangga paling dibenci saat ini, hingga sampai diberi julukan 'tangga aborsi'. Hehe. Tentang tangga ini, ntar deh aku ceritakan pada postingan lainnya, ya.
Nah, karena lelah oleh pendakian anak tangga demi anak tangga jembatan UI itu, yang totally berjumlah 98 anak tangga, maka aku memutuskan untuk driving Gliv (my lovely car) lah ke kantor. Dan tadi pagi tuh, aku udah ready banget untuk berangkat. Udah pamitan juga sama Intan yang masih asyik ketak ketik ngerjain PR di laptopnya. Udah pasang waze, si GPS kece yang setia menunjukkan arah dan mengantarkan aku ke tujuan mana pun yang ingin aku tuju.
Namun, sebelum menyandang tas kerja di pundak, aku sempat menyadari bahwa si dompet hijau yang biasa nangkring manis di dalam tas, tuh, ga ada di sana. Tapi feelingku bilang, ah, paling juga tinggal di mobil tadi malam. Toh tadi malam kami sampai Margonda sudah tengah malam, Udah ngantuk dan buru-buru dan hanya menurunkan barang-barang penting saja dari mobil. Pastilah si dompet masih terselip manis dan aman di bagian celah penyimpanan yang ada pada sisi dalam pintu mobil.
Masih dengan tenang dan penuh harapan bahwa si dompet masih duduk manis di sana, aku menuju basement. Membuka kunci pengaman mobil, menyalakannya, lalu mencari si dompet hijau. Ealah, kok ga ada? *agak gugup, berusaha aku menenangkan hati. Tapi semakin aku gagal menemukannya, semakin dag dig dugnya itu semakin besar. Hadeuh... piye iki? Ya Allah, plis, jangan sampai hilang donk.... kebayang nih, jika STNK Gliv ilang, gimana ribetnya pengurusannya nanti? Belum lagi SIM dan kartu ATM yang juga duduk manis di sana. Plus beberapa lembar uang seratus ribuan yang merupakan sisa terakhir bulan ini. Hadeuh!
Aku telepon Intan mengabarkan dompetku ternyata tidak ketinggalan di mobil. Aku kembali ke unit, dan kembali mencari di kamar. Tapi gagal menemukannya. Kucoba mengingat-ingatnya lagi. Tadi malam saat turun mobil, kayaknya aku memang mengambil si dompet itu, deh. Cuma bayangannya blur saat aku apakan setelahnya.... Duh, begitu menuakah ingatanku? Hiks....
Baik aku dan Intan tak berhasil menemukannya. Berdua kami kembali ke mobil, memeriksa seisi mobil dan gagal. Aku berinisiatif menanyakan satpam, in case si dompet hijau itu kececeran tadi malam, karena aku memegang beberapa pegangan tadi malam, ada tas, dua kantong plastik hitam. Pak Satpam membuka buku catatan in case tercatat ada dompet yang ditemukan tercecer tadi malam, juga menanyakan ke teman-temannya yang lain, yang membuahkan hasil TIDAK lihat, TIDAK ada. Hiks....
Sungguh, aku rasanya jadi pengen nangis. Kebayang kan? Kantor-kantor akan segera tutup, lebaran sudah diambang pintu. Jika STNK Gliv dan kartu-kartu penting lainnya hilang, pasti akan ribet mengurusnya. Hadeuh, ya Allah, help me please. Kubacakan ayat andalanku, yaitu doa Nurbuat, dan Alhamdulillah, ada secercah ingatan pada dua benda hitam (plastik kresek) yang aku jinjing tadi malam. Feelingku mengatakan bahwa si hijau aku masukkan ke dalam salah satunya. Tapi perasaan si plastik kresek hitam itu sudah aku keluarkan isinya deh. Yang satu berisi telur dan tomat. Yang satunya lagi berisi satu pak mie instant dan sebungkus tissue. Keduanya sudah aku kosongkan. Tapi si dompet hijau ga nemu.
Hiks..... aku bener-bener stress deh dibuat tragedi ini. Merasa lelah dan menua. Kok bisa-bisanya sih hilang dan ga ingat kronologisnya?
Kupaksa ingatanku bekerja. Harus tau kemana si dompet itu. Soalnya aku yakin banget dia masuk ke dalam salah satu plastik hitam itu. Refleks, kulangkahkan kakiku untuk membuka kulkas. Kuraih plastik hitam berisi tomat yang sudah duduk manis di dalamnya. Kubuka mulut plastik itu, dan..., ya ampuuuun! Si dompet hijau itu duduk manis di dalam kantong plastik, di dalam KULKAS!
Oh my God. Andai saja si dompet udah bicara dan bisa bergerak, kuyakin dia akan melompat ke arahku dan menjerit histeris. "Umi.... dingiiiin!" sambil gemetaran. Hehe.
Yup, drama satu babak ini berakhir manis juga akhirnya. Lega banget rasanya, ga jadi mengurus STNK atau kartu2 lainnya yang hilang. Alhamdulillah ya Allah. Speechless. Aku hanya mampu memeluk Intan sambil menangis haru.
Drama satu babak,
Al, Margonda Residence, 27 June 2016