Yup, meninju dokter yang sedang memberikan treatment pada kita, tentu tak seorang pasien pun merencanakannya. Ini bukan bercanda, tapi kejadian benaran gara-gara refleks akibat si dokter yang sedang memberikan treatment malah menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada si pasien. Lho, kok bisa? Emang ada gituh?
Ada! Dan akulah si pelakunya. Hehe.
Ih, kok bisa? Gimana critanya, sih, Al, sampe mukulin dokter gituh?
Hehe, sungguh, itu terjadi sangat refleks. Beneran, deh! Sama sekali ga ada niatku untuk memukul sang dokter. Wong tujuan berkunjung ke situ adalah untuk mendapatkan bantuan, bukannya untuk mukulin orang, apalagi sang dokter. Jelas ga ada niat kan? Etapi, mau gimana lagi, habis, dokternya sih, keterlaluan!
Eits, bukan, bukan pelecehan. Tapi dokternya Oon!
Jadi critanya gini, nih, Sobs! Waktu itu, kira-kira tahun 2010 deh kayaknya, lupa-lupa ingat, tapi yang jelas, saat itu suami masih tinggal dan bekerja di Kuala Lumpur, sehingga aku sering banget deh bolak balik KL - Banda Aceh setiap bulannya. Nah, karena negeri jiran juga dikenal sebagai negeri yang canggih dalam bidang kesehatan dan kedokterannya, maka aku pun memutuskan untuk melakukan bongkar pasang implant KB di sana. Itu lho, implant yang dipasang di salah satu lengan. Nah, sudah waktunya implantku itu dibongkar untuk diganti yang baru. Maka kami pun memutuskan untuk melakukannya di salah satu klinik kece di Kuala Lumpur.
Berkunjunglah kami ke sana. Berkonsultasi pada salah satu dokter tampan, asli India. Yes, mirip-mirip bintang film siapa gitu, lupa namanya. Nah, senang donk ditangani oleh si dokter tampan. Apalagi bahasa Inggrisnya juga oke punya. Maka kami pun berkonsultasi dengan apik. Hingga kemudian, aku diminta untuk duduk [ga perlu berbaring] di atas bed pemeriksaan. Lalu si mas dokternya mulailah melakukan treatment. Sempat dianestesi berupa satu injeksi di lenganku, waktu itu. Dan entah kenapa, aku yakin bahwa dosis ini tak akan cukup untuk membuat lenganku kebal dan ga akan merasakan irisan pisau yang dengan tajam mengiris lenganku.
Benar saja, irisan pisau terasa banget mengiris lengan, dan aku pun meringis. Kucoba bertahan, sambil mengatakan bahwa obat biusnya belum bekerja maksimal. Kuceritakan padanya bahwa aku pernah dibius lokal saat menjalani bedah caesar, melahirkan Intan, tapi bius lokal tak bisa berfungsi sempurna, sehingga akhirnya aku dianjurkan untuk menerima bius total. Si dokter manggut-manggut dan mencoba menambahkan anestesinya. Lalu, beberapa menit kemudian, dia mulai mengutak-atik lenganku kembali, setelah terlebih dahulu menanyakan apakah lenganku mulai tak berasa? Dan sepertinya sih iya. Terbukti dari tidak terasa lagi kala dia membedah ulang lenganku, mencari dua implant sebesar lidi yang dua tahun sebelumnya ditanam di sana.
Etapi, tak lama, kok obok-oboknya itu mulai menimbulkan nyeri. Aku yang memang tak begitu tahan sakit, mulai meringis. Suamiku paham benar reaksi itu. Tapi si dokter, ya ga ngerti donk. Dia terus saja mengobok-obok, ibarat orang mencari jarum di dalam jerami. Diobok-oboknya sayatan yang terbentuk itu, semakin dalam, padahal aku sudah meringis bahkan mengaduh, mengatakan bahwa semua itu menyakitkan. Tapi sepertinya dia begitu terobsesi untuk menemukan implant itu. Lu kira ini game menemukan harta karun?
Refleks, akibat jeritanku tak digubrisnya, aku melayangkan pukulan tangan kiriku ke wajahnya. Sungguh, ayunan itu tak pernah kurencanakan! Hanya perintah otak ke tangan kiriku dalam rangka menyelamatkan lenganku yang semakin sakit. Bekerjasama dengan suara keras 'Doc, you hurt me so much, stop it!', maka tinju kiriku mendarat telak di wajah sang dokter yang begitu bernafsu mengobok-ngobok lenganku.
Kebayangkan, Sobs, betapa kaget dan terpananya si dokter kece? Hahaha. Lebih kaget lagi suami eikeh donk, cyin! Menyadari apa yang sedang terjadi, dia langsung mendekat, dan serba salah, ingin memperhatikan siapa terlebih dahulu. Menanyakan keadaan istrinya yang menangis-nangis atau minta maaf ke dokternya. Haha.
Baca Juga : Menjambak Rambut Setan
Si dokter tak kalah kagetnya. Terpana, tapi cepat juga reaksinya. Kukira dia akan marah, tapi ternyata malah segera minta maaf melihatku menangis kayak anak kecil. Responsif, dilapnya darah yang mengalir dari lenganku dengan kapas, dan mencoba menghentikan pendarahan itu. Aku tak berhenti menangis, karena memang sakit banget. Dia semakin bersalah, apalagi aku memarahinya. 'You should told us if you are not able to do that! Just told us, not to continue it!'
Si dokter makin ga enak donk. Minta maaf sambil memperban luka lengan akibat irisan dan obok-oboknya. Suamiku meminta agar treatment dihentikan saja, dan si dokter semakin merasa bersalah dan terlihat oon. Lalu kami memutuskan untuk pulang setelah terlebih dahulu minta maaf pada si dokternya. Bagaimanapun, tinjuku yang melayang ke pipinya itu, pasti sakitlah! Haha. Di jalan, suamiku tak habis pikir, kok bisa-bisanya otakku begitu refleks, melayangkan tinju ke orang tak dikenal seperti itu. 'Ih, Umi, tuh, ya! Ck..ck..ck, untung dokternya ga marah.'
'Eh, marah? Umi donk yang harusnya marah. Dasar dokter Oon! Enak aja mau marah! Kita harusnya menuntutnya tadi, bukannya malah minta maaf dan pulang. Harusnya malah ga perlu kita bayar dia ituh!' Semprotku. Suamiku hanya menggeleng-geleng kepala. Mungkin heran, dan bergumam dalam hati, serta berdoa, ya Tuhan, janganlah sampai aku kena tinju suatu hari nanti. Haha.
Kalo Sobats, pernahkah melalukan hal refleks seperti ini? Sharing donk di kolom komentar.
Ada! Dan akulah si pelakunya. Hehe.
Ih, kok bisa? Gimana critanya, sih, Al, sampe mukulin dokter gituh?
Hehe, sungguh, itu terjadi sangat refleks. Beneran, deh! Sama sekali ga ada niatku untuk memukul sang dokter. Wong tujuan berkunjung ke situ adalah untuk mendapatkan bantuan, bukannya untuk mukulin orang, apalagi sang dokter. Jelas ga ada niat kan? Etapi, mau gimana lagi, habis, dokternya sih, keterlaluan!
Eits, bukan, bukan pelecehan. Tapi dokternya Oon!
Jadi critanya gini, nih, Sobs! Waktu itu, kira-kira tahun 2010 deh kayaknya, lupa-lupa ingat, tapi yang jelas, saat itu suami masih tinggal dan bekerja di Kuala Lumpur, sehingga aku sering banget deh bolak balik KL - Banda Aceh setiap bulannya. Nah, karena negeri jiran juga dikenal sebagai negeri yang canggih dalam bidang kesehatan dan kedokterannya, maka aku pun memutuskan untuk melakukan bongkar pasang implant KB di sana. Itu lho, implant yang dipasang di salah satu lengan. Nah, sudah waktunya implantku itu dibongkar untuk diganti yang baru. Maka kami pun memutuskan untuk melakukannya di salah satu klinik kece di Kuala Lumpur.
Berkunjunglah kami ke sana. Berkonsultasi pada salah satu dokter tampan, asli India. Yes, mirip-mirip bintang film siapa gitu, lupa namanya. Nah, senang donk ditangani oleh si dokter tampan. Apalagi bahasa Inggrisnya juga oke punya. Maka kami pun berkonsultasi dengan apik. Hingga kemudian, aku diminta untuk duduk [ga perlu berbaring] di atas bed pemeriksaan. Lalu si mas dokternya mulailah melakukan treatment. Sempat dianestesi berupa satu injeksi di lenganku, waktu itu. Dan entah kenapa, aku yakin bahwa dosis ini tak akan cukup untuk membuat lenganku kebal dan ga akan merasakan irisan pisau yang dengan tajam mengiris lenganku.
Benar saja, irisan pisau terasa banget mengiris lengan, dan aku pun meringis. Kucoba bertahan, sambil mengatakan bahwa obat biusnya belum bekerja maksimal. Kuceritakan padanya bahwa aku pernah dibius lokal saat menjalani bedah caesar, melahirkan Intan, tapi bius lokal tak bisa berfungsi sempurna, sehingga akhirnya aku dianjurkan untuk menerima bius total. Si dokter manggut-manggut dan mencoba menambahkan anestesinya. Lalu, beberapa menit kemudian, dia mulai mengutak-atik lenganku kembali, setelah terlebih dahulu menanyakan apakah lenganku mulai tak berasa? Dan sepertinya sih iya. Terbukti dari tidak terasa lagi kala dia membedah ulang lenganku, mencari dua implant sebesar lidi yang dua tahun sebelumnya ditanam di sana.
Etapi, tak lama, kok obok-oboknya itu mulai menimbulkan nyeri. Aku yang memang tak begitu tahan sakit, mulai meringis. Suamiku paham benar reaksi itu. Tapi si dokter, ya ga ngerti donk. Dia terus saja mengobok-obok, ibarat orang mencari jarum di dalam jerami. Diobok-oboknya sayatan yang terbentuk itu, semakin dalam, padahal aku sudah meringis bahkan mengaduh, mengatakan bahwa semua itu menyakitkan. Tapi sepertinya dia begitu terobsesi untuk menemukan implant itu. Lu kira ini game menemukan harta karun?
Refleks, akibat jeritanku tak digubrisnya, aku melayangkan pukulan tangan kiriku ke wajahnya. Sungguh, ayunan itu tak pernah kurencanakan! Hanya perintah otak ke tangan kiriku dalam rangka menyelamatkan lenganku yang semakin sakit. Bekerjasama dengan suara keras 'Doc, you hurt me so much, stop it!', maka tinju kiriku mendarat telak di wajah sang dokter yang begitu bernafsu mengobok-ngobok lenganku.
Kebayangkan, Sobs, betapa kaget dan terpananya si dokter kece? Hahaha. Lebih kaget lagi suami eikeh donk, cyin! Menyadari apa yang sedang terjadi, dia langsung mendekat, dan serba salah, ingin memperhatikan siapa terlebih dahulu. Menanyakan keadaan istrinya yang menangis-nangis atau minta maaf ke dokternya. Haha.
Baca Juga : Menjambak Rambut Setan
Si dokter tak kalah kagetnya. Terpana, tapi cepat juga reaksinya. Kukira dia akan marah, tapi ternyata malah segera minta maaf melihatku menangis kayak anak kecil. Responsif, dilapnya darah yang mengalir dari lenganku dengan kapas, dan mencoba menghentikan pendarahan itu. Aku tak berhenti menangis, karena memang sakit banget. Dia semakin bersalah, apalagi aku memarahinya. 'You should told us if you are not able to do that! Just told us, not to continue it!'
Si dokter makin ga enak donk. Minta maaf sambil memperban luka lengan akibat irisan dan obok-oboknya. Suamiku meminta agar treatment dihentikan saja, dan si dokter semakin merasa bersalah dan terlihat oon. Lalu kami memutuskan untuk pulang setelah terlebih dahulu minta maaf pada si dokternya. Bagaimanapun, tinjuku yang melayang ke pipinya itu, pasti sakitlah! Haha. Di jalan, suamiku tak habis pikir, kok bisa-bisanya otakku begitu refleks, melayangkan tinju ke orang tak dikenal seperti itu. 'Ih, Umi, tuh, ya! Ck..ck..ck, untung dokternya ga marah.'
'Eh, marah? Umi donk yang harusnya marah. Dasar dokter Oon! Enak aja mau marah! Kita harusnya menuntutnya tadi, bukannya malah minta maaf dan pulang. Harusnya malah ga perlu kita bayar dia ituh!' Semprotku. Suamiku hanya menggeleng-geleng kepala. Mungkin heran, dan bergumam dalam hati, serta berdoa, ya Tuhan, janganlah sampai aku kena tinju suatu hari nanti. Haha.
Kalo Sobats, pernahkah melalukan hal refleks seperti ini? Sharing donk di kolom komentar.
Sekedar Catatan,
Al, Bandung, 19 Februari 2016