Drama satu babak. Melanjutkan postingan kemarin, maka kali ini kita akan bicara tentang sebuah drama yang terjadi tadi pagi. Sejak Intan sakit dan tinggal di Margonda, maka emaknya ini punya tugas ekstra setiap pagi, yaitu membasuh bintik-bintik berisi air [cacar air] itu dengan air yang telah diberi larutan dettol dengan kapas, barulah kemudian mengoleskan salep Acyclovir ke bintik-bintik itu agar cepat mengering.
Ikhlas? So pasti, donk. Apa pun akan kita lakukan untuk si buah hati, kan? So do I! Etapi, tugas istimewa ini pula yang telah menyebabkan aku terlambat sampai di kantor. Baru dua hari, sih, tapi eikeh ga enak aja saat memasuki lobby kantor, yang telah duduk antri orang-orang yang datang untuk mengurus Visa. Malu juga, sih. Masak tamu datangnya lebih awal di banding staff kedutaannya? Hehe.
Anyway, pagi ini, saking takut telat itu, aku buru-buru turun dari stasiun Cawang. Berharap abang gojek yang sudah sepakt menanti di farboden Tikungan Tebet, kini sudah berada di tempat. Kutelp dia untuk memastikannya. Ealah, si abang bilang dia kemungkinan baru akan sampai sekitar 10-15 menit lagi. Apa? 10-15 menit lagi? Itu fatal banget untuk kondisi terkini! Ga bisa dibiarkan nih, 15 menit ke depan, jika berangkatnya sekarang, eikeh sudah berada di depan hotel Grand Melia donk. Maka dengan sopan aku minta si abang agar berkenan aku cancel bookingnya, karena aku ga bisa menunggu selama itu. Takut makin telat. Dan si abang gojek pun sangat mengerti. Segera aku lakukan new booking dan Alhamdulillah langsung bersambut.
Si abang gojek pada new booking ini justru tiba dua menit setelah aku telp. Sip! Maka, sebelum meluncur ke tekape, aku langsung ambil masker yang dari tadi aku simpan di dalam kantong rok dan mengenakannya sebelum pasang helm. Begitu aku ready, kami pun langsung meluncur cantik. Tak pakai lama, paling juga sekitar 20 menitan, aku sudah diturunkan oleh si abang gojek di halaman kantor kedutaan kami. Sip. Dan aku langsung melangkah memasuki pintu yang telah dibukakan oleh bapak sekuriti kami, setelah bayar gojek. Murah banget, cuma 12 ribu rupiah, lho!
Drama dimulai
Kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. 9.10 menit. Yes! Teteup telat. Cuma 10 menit. Tak apa lah, Jakarta macet gini, kok! Aku langsung melangkah masuk ke lobby kantor, di mana pada sofanya sudah duduk manis beberapa tamu yang sedang mengurus berbagai urusan mereka. Seems everything is ok. Hati pun happy.
Etapi, justru mendung mulai menghampiri saat aku menyalakan komputer, sembari tangan kananku merogoh kantong. Cari kaca mata. Dan, Dug! Lho..., lho..., lho! Kok ga ada? Kok ga ada? Kuraih tasku, membukanya terburu-buru. Feelingku sih bilang bahwa kacamata tidak masuk ke tas, karena dari berangkat dari Margonda, aku menyimpannya di kantong rok yang memang lega banget untuk menyimpan benda-benda seperti HP dan kacamata. Tuh kan, bener! Kacamata ga ada, euy! Kayaknya jatoh saat aku merogoh kantong untuk ambil masker di farboden Tebet tadi, deh! Hiks...
Drama pun dimulai. Aku langsung galau dan mulai heboh. Beberapa kolega menghampiri.
'Ada apa, sih, Al?'
'Kacamata ku ga ada, ih! Jatoh deh kayaknya. Duh, gimana ini? Gue kan ga bisa kerja tanpa kaca mata! Boro-boro di komputer, di hape aja kagak nampak tanpa kacamata! Hiks...'
Dan mereka cuma bisa bilang turut prihatin serta menyalahkan donk. 'Elu sih, nyimpennya ga teliti!' Huks....
Aduh, piye iki yo? Mau beli lagi? Mal juga baru akan buka jam 10-an kan? Terus kalo di mal kan mahal. Sementara ini bulan tua pula. Apa sebaiknya aku lari pulang aja sebentar? Di rumah masih ada cadangan beberapa kacamata baca lagi sih. Kalo jam segini, kereta arah ke Bogor pasti ga rame lah ya? Atau beli di Ace Hardware, tapi di mana Ace Hardware di daerah Kuningan ini?
Entahlah, aku bener-bener galau. Iyalah. Jika bagi sebagian orang, kaca mata hanyalah sebagai aksesoris pemanis penampilan, maka bagiku, dia adalah benda penting yang tanpanya aku ga akan bisa ngapa-ngapain. Faktor U memang tak bisa dibohongi. Aku butuh kacamata berlensa plus 1,5 untuk memperjelas penglihatan jarak dekat, terutama untuk baca di hape, buku, kompi mau pun gadget. Tanpa kacamata, maka produktivitas harian ku akan nol.
Maka, tak ada pilihan lain, aku harus balik ke rumah deh, ambil kacamata cadangan dan segera balik ke kantor. Dan, tak pake lama, aku langsung menghadap atasanku untuk pamit, yang langsung diiyakan tanpa banyak tanya lagi. Ya iyalah, mau ngapain di kantor jika ga bisa baca? Hihi.
Alhmadulillahnya, busway sepi banget. Hanya ada 4 penumpang termasuk aku, meluncur arah ke Pinang Ranti. Aku cukup sampai Cawang aja, sih! Dan akan segera lanjut ke naik komuter ke Stasiun UI. Etapi, nanti dulu. Bukannya di Stasiun Cawang juga ada yang jual kacamata di kaki lima? Kaca mata minus dan plus instant kan banyak dijual di kaki lima. Aha! Ada baiknya aku coba lihat dulu ke sana deh. Siapa tahu ada yang pas untuk mataku, kan?
Dan...? Taraaa! I found them! Beli dua langsung, untuk cadangan di kantor. Takut hilang lagi. Hehe. Problem solved. Aku pun langsung balik arah, nungguin busway arah ke Kuningan, dan dalam waktu singkat telah kembali berada di kantor. Drama satu Babak ini pun berakhir bahagia. Eaaa... :)
catatan hari ini,
Al, Margonda Residence, 26 January 2016
Words: 837