Semalaman asli ga tidur. Banyak banget yang harus dibereskan, mulai dari completing the off line works, preparing article #10daysforasean hingga ke menyelesaikan foto-foto untuk bahan presentasi ayahanda, diakhiri dengan packing pada jam 3 lewat 32 menit dini hari tadi. Flightku pagi ini dijadwalkan tepat pada jam 6 pagi, menggunakan lion air [sengaja nyebut nama]. Bukan sekali dua aku menggunakan jasa penerbangan yang terjangkau oleh rakyat Indonesia ini, dan sejauh ini, pelayanannya juga cukup baik alias tidak mengecewakan.
Rasa ngantuk justru mulai menyerang ketika diriku udah rapi jali siap untuk berangkat ke bandara Sultan Iskandar Muda. Kutahankan donk biar ga tertidur karena masih ngobrol dengan ayah dan Khai sepanjang perjalanan yang hanya memakan waktu 30 menitan. Sampai di bandara kira-kira jam 4 lewat 25 menit deh, dan olala, antrian penumpang mengular banget. Rame! Ampun deh, bisa telat nih shalat subuhnya. Kusabarkan diriku untuk antri dengan tertib. Kuperhatikan antrian yang mengular, tidak diimbangi dengan jumlah counter check in yang memadai. Hanya 3 counter yang melayani calon penumpang. Huft, bisa telat ini. Iseng ngobrol dengan dua bapak porter yang ada di sebelahku. Udah kenal sih dengan mereka, saking seringnya wara wiri di bandara Sultan Iskandar Muda ini [dulu, saat masih tinggal dan kerja di Aceh]. Menurutnya, jarang-jarang memang bludakan penumpang sampai seperti ini. Apalagi pesawat pagi seperti ini. Tapi semua optimis, tak akan ada yang ketinggalan pesawat!
Angka di jam tanganku sudah menunjukkan angka 05.46 menit tapi antrian masih panjang aja. Giliranku juga masih ada sekitar 10 orang lagi. Belum lagi yang di counter lainnya. Hiks. Sabar... sabar. #UrutDada. Kenapa sampai lupa lakukan web check in tadi malam ya? Hiks....
Hingga akhirnya, terdengar suara dengan intonasi meninggi dari si bapak yang berjarak 6 orang dari hadapanku. Disambung dengan suara meninggi orang-orang lainnya. Oops! Ada apa ini? Kutajamkan telinga mencari tau. Dan ya ampun, ternyata kami tak kebagian SEAT! Enggak dapat KURSI! Gile bener! Sungguh aku ga yakin. Pasti salah lihat atau salah info deh mereka ini. Aku tak lagi patuh pada antrian. Mencoba maju ke meja counter dan bertanya baik-baik.
"Ada apa, dek? Ini kenapa counter di sebelah ga buka, sementara antrian masih panjang seperti ini?" Tanyaku pada si petugas yang masih begitu belia.
"Maaf, Kak. Seatnya habis. Counter sebelah sistemnya down." Jawabnya, disambut amarah calon penumpang lainnya.
"Apa? Kehabisan seat? Kok bisa, terus bagaimana dengan saya? Saya ada meeting jam 1 nanti di Menara Thamrin, Jakarta. Gimana donk ini?"
"Maaf, Kak, udah ga ada seat lagi, paling keberangkatan penumpang yang tersisa akan berangkat siang atau sore nanti. Diusahakan." Jelasnya mencoba bersuara lembut.
"Ya ampun, kalian ini gimana? Masak bisa jual tiket tapi ga punya kursinya? Kok bisa? Berani sekali? Apa ga kontrol kalian? How can?" Suaraku yang mulai meninggi langsung disambar dan ditambahi oleh penumpang-penumpang lainnya, yang memang sudah duluan marah.
"Maaf Kak, tunggu sebentar ya bu, kita panggil dan tanyakan orang lion airnya." Jawabnya kikuk seraya memanggil seseorang melalui radio panggilnya.
Seseorang itu [anak muda] datang tergopoh-gopoh. Wajahnya gugup membayangkan akan diserbu oleh amarah atau amukan para penumpang yang kecewa. Benar saja, begitu dia sampai, langsung dihujani oleh kejaran penumpang yang semakin emosi. Bukan ketinggalan pesawat, tapi ga kebagian kursi! Betapa anehnya. Masak maskapai berani jual tiket yang melebihi kapasitas/jumlah kursi yang tersedia? Amboi. Gile bener, nekad!
Tak habis pikir, kutanyakan lagi tentang hal itu, menuntut jawaban yang pasti, kok berani menjual tiket yang melebihi kuantitas/jumlah kursi yang tersedia. Si pemuda hanya bisa meminta maaf, dan mencoba memberi solusi, bahwa kami akan diberangkatkan dengan pesawat susulan nanti, jam 12 belas, yang artinya adalah enam jam ke depan! Huft. Suara protes tak terbendung dan si pemuda hanya bisa mengulang permohonan maaf dan berjanji akan memastikan keberangkatan kami jam 12 nanti. Aku tak lagi berminat memperpanjang amarah.
"Dek, saya heran kenapa hal ini bisa terjadi. Apa sistem penjualan tiket kalian ga bisa memantau jumlah tiket yang sudah keluar sehingga tidak melebihi jumlah kursi yang tersedia? Kenapa bisa kacau seperti ini? Bayangkan, bagaimana ruginya kami jadinya, terbuang waktu percuma, sementara kami sudah punya agenda tersendiri di tempat tujuan kami."
Lagi-lagi dia hanya bisa memohon maaf dan memastikan akan memberangkatkan kami pada pukul 12 nanti. Ya sudahlah, tak banyak yang bisa dilakukan, aku jadi ingat postinganku yang ini deh, Let's Dance in The Rain.
Jadi daripada aku mengutuki kegelapan, biarlah kunyalakan sebatang lilin untuk meneranginya. Jiaaah! Artinya, aku butuh tempat duduk yang nyaman, makanan enak dan gratis, free wifi, untuk menanti penerbangan pengganti, enam jam kemudian. Nah, untuk duduk sampai 6 jam, wajar donk jika aku butuh sebuah lounge dan gratis? Dan sebenarnya itu pun masih jauh dari layak jika kita bicara ganti rugi kan ya? Tapi sudahlah, Life isn't about waiting for the storm to be over, it is about learning how to dance in the rain.
Jadi biarlah kuhibur hatiku dengan menuliskan postingan ini, menikmati secangkir teh manis hangat dan setangkup roti. Inginnya sih makan nasi dan sup ayam, tapi kok rasanya kenyang. :)
Lalu, bila kantuk itu datang lagi, aku bisa tidur sambil sandaran di sofa yang nyaman ini. Intinya adalah your happiness is when you can enjoy and entertaint yourself even when you are in a bad situation. Hehe. Jadi, mari menikmati setiap momen yang hadir karena pasti akan ada pembelajaran yang bisa dipetik. Untuk hari ini dan kejadian ini, kuyakin, pembelajaran paling nyata adalah latihan kesabaran. Hehe. Begitu kayaknya ya, Sobs?
Rasa ngantuk justru mulai menyerang ketika diriku udah rapi jali siap untuk berangkat ke bandara Sultan Iskandar Muda. Kutahankan donk biar ga tertidur karena masih ngobrol dengan ayah dan Khai sepanjang perjalanan yang hanya memakan waktu 30 menitan. Sampai di bandara kira-kira jam 4 lewat 25 menit deh, dan olala, antrian penumpang mengular banget. Rame! Ampun deh, bisa telat nih shalat subuhnya. Kusabarkan diriku untuk antri dengan tertib. Kuperhatikan antrian yang mengular, tidak diimbangi dengan jumlah counter check in yang memadai. Hanya 3 counter yang melayani calon penumpang. Huft, bisa telat ini. Iseng ngobrol dengan dua bapak porter yang ada di sebelahku. Udah kenal sih dengan mereka, saking seringnya wara wiri di bandara Sultan Iskandar Muda ini [dulu, saat masih tinggal dan kerja di Aceh]. Menurutnya, jarang-jarang memang bludakan penumpang sampai seperti ini. Apalagi pesawat pagi seperti ini. Tapi semua optimis, tak akan ada yang ketinggalan pesawat!
Angka di jam tanganku sudah menunjukkan angka 05.46 menit tapi antrian masih panjang aja. Giliranku juga masih ada sekitar 10 orang lagi. Belum lagi yang di counter lainnya. Hiks. Sabar... sabar. #UrutDada. Kenapa sampai lupa lakukan web check in tadi malam ya? Hiks....
Hingga akhirnya, terdengar suara dengan intonasi meninggi dari si bapak yang berjarak 6 orang dari hadapanku. Disambung dengan suara meninggi orang-orang lainnya. Oops! Ada apa ini? Kutajamkan telinga mencari tau. Dan ya ampun, ternyata kami tak kebagian SEAT! Enggak dapat KURSI! Gile bener! Sungguh aku ga yakin. Pasti salah lihat atau salah info deh mereka ini. Aku tak lagi patuh pada antrian. Mencoba maju ke meja counter dan bertanya baik-baik.
"Ada apa, dek? Ini kenapa counter di sebelah ga buka, sementara antrian masih panjang seperti ini?" Tanyaku pada si petugas yang masih begitu belia.
"Maaf, Kak. Seatnya habis. Counter sebelah sistemnya down." Jawabnya, disambut amarah calon penumpang lainnya.
"Apa? Kehabisan seat? Kok bisa, terus bagaimana dengan saya? Saya ada meeting jam 1 nanti di Menara Thamrin, Jakarta. Gimana donk ini?"
"Maaf, Kak, udah ga ada seat lagi, paling keberangkatan penumpang yang tersisa akan berangkat siang atau sore nanti. Diusahakan." Jelasnya mencoba bersuara lembut.
"Ya ampun, kalian ini gimana? Masak bisa jual tiket tapi ga punya kursinya? Kok bisa? Berani sekali? Apa ga kontrol kalian? How can?" Suaraku yang mulai meninggi langsung disambar dan ditambahi oleh penumpang-penumpang lainnya, yang memang sudah duluan marah.
"Maaf Kak, tunggu sebentar ya bu, kita panggil dan tanyakan orang lion airnya." Jawabnya kikuk seraya memanggil seseorang melalui radio panggilnya.
Seseorang itu [anak muda] datang tergopoh-gopoh. Wajahnya gugup membayangkan akan diserbu oleh amarah atau amukan para penumpang yang kecewa. Benar saja, begitu dia sampai, langsung dihujani oleh kejaran penumpang yang semakin emosi. Bukan ketinggalan pesawat, tapi ga kebagian kursi! Betapa anehnya. Masak maskapai berani jual tiket yang melebihi kapasitas/jumlah kursi yang tersedia? Amboi. Gile bener, nekad!
Tak habis pikir, kutanyakan lagi tentang hal itu, menuntut jawaban yang pasti, kok berani menjual tiket yang melebihi kuantitas/jumlah kursi yang tersedia. Si pemuda hanya bisa meminta maaf, dan mencoba memberi solusi, bahwa kami akan diberangkatkan dengan pesawat susulan nanti, jam 12 belas, yang artinya adalah enam jam ke depan! Huft. Suara protes tak terbendung dan si pemuda hanya bisa mengulang permohonan maaf dan berjanji akan memastikan keberangkatan kami jam 12 nanti. Aku tak lagi berminat memperpanjang amarah.
"Dek, saya heran kenapa hal ini bisa terjadi. Apa sistem penjualan tiket kalian ga bisa memantau jumlah tiket yang sudah keluar sehingga tidak melebihi jumlah kursi yang tersedia? Kenapa bisa kacau seperti ini? Bayangkan, bagaimana ruginya kami jadinya, terbuang waktu percuma, sementara kami sudah punya agenda tersendiri di tempat tujuan kami."
Lagi-lagi dia hanya bisa memohon maaf dan memastikan akan memberangkatkan kami pada pukul 12 nanti. Ya sudahlah, tak banyak yang bisa dilakukan, aku jadi ingat postinganku yang ini deh, Let's Dance in The Rain.
Jadi daripada aku mengutuki kegelapan, biarlah kunyalakan sebatang lilin untuk meneranginya. Jiaaah! Artinya, aku butuh tempat duduk yang nyaman, makanan enak dan gratis, free wifi, untuk menanti penerbangan pengganti, enam jam kemudian. Nah, untuk duduk sampai 6 jam, wajar donk jika aku butuh sebuah lounge dan gratis? Dan sebenarnya itu pun masih jauh dari layak jika kita bicara ganti rugi kan ya? Tapi sudahlah, Life isn't about waiting for the storm to be over, it is about learning how to dance in the rain.
Jadi biarlah kuhibur hatiku dengan menuliskan postingan ini, menikmati secangkir teh manis hangat dan setangkup roti. Inginnya sih makan nasi dan sup ayam, tapi kok rasanya kenyang. :)
Lalu, bila kantuk itu datang lagi, aku bisa tidur sambil sandaran di sofa yang nyaman ini. Intinya adalah your happiness is when you can enjoy and entertaint yourself even when you are in a bad situation. Hehe. Jadi, mari menikmati setiap momen yang hadir karena pasti akan ada pembelajaran yang bisa dipetik. Untuk hari ini dan kejadian ini, kuyakin, pembelajaran paling nyata adalah latihan kesabaran. Hehe. Begitu kayaknya ya, Sobs?
sebuah catatan pengisi kesuntukan dan penghilang badmood.
Al, bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, 30 Agustus 2013.