Minjem foto dari sini |
Penampakannya yang tua dan beberapa darinya malah terlihat telah rongsok, adalah berbanding lurus dengan masa baktinya yang telah begitu lama. Aku sendiri mengenalnya sejak kami sekeluarga pindah ke Banda Aceh, dan oleh Ayah, aku diharuskan menggunakan transportasi umum untuk mencapai sekolahan. Jadilah aku memilih transportasi paling murah dan menyenangkan ini. Asyiknya, aku tuh tidak harus sendiri, karena ada teman-teman satu genk [kami berempat] yang juga memiliki nasib serupa, harus dengan setia menanti kehadiran si hijau berbadan besar ini. Ga peduli ada seat atau harus berdiri, yang penting cukup dengan mengeluarkan Rp. 50,- kami bisa sampai di sekolah. Begitu juga pulangnya, cukup dengan Rp. 50,- kami bisa sampai rumah. Cerdas bukan? Eits, sebenarnya sih bukan perkara cerdas atau tidaknya sih, tapi targetnya adalah bagaimana meningkatkan uang saku yang diberikan pas-pasan oleh ayah. Hehe.
Bercerita tentang kenangan ber-ROBUR-ria ini, memang tidak akan cukup satu dua artikel, karena banyak banget memory
Ceritanya begini;
Pagi itu, seperti biasanya kami [empat orang] sudah berdiri dengan rapi di tepi jalan, menanti si robur
Pagi itu, begitu posisi berdiri di belakang supir sudah setle, kami pun melanjutkan rumpian kami yang tertunda. Habis, masih hot banget tadi, eh si robur datang, terpaksa deh stop dulu, tapi begitu sampai di tekapeh, otomatis lanjut lagi dunk.
"Kalian ini ya! Brisik! Dari tadi ketawa-ketawa, kayak bukan anak sekolah saja!"
Ampyuuun. Kami langsung mingkem otomatic berjamaah. Malu banget rasanya. Apalagi di kursi dekat kami berdiri itu ada dua cowok keren yang langsung menatap ke arah kami dengan nada mencemooh. Haduh, Gusti.
Tak lama, si hijau berbadan besar yang kami tumpangi itu pun berhenti. Sekilas ekor mataku menangkap bayangan gedung sekolah. Otakku langsung memerintahkan kakiku untuk beranjak. Refleks aku berjalan cepat, dan hup! Melompat turun beriringan dengan beberapa orang yang juga telah sampai di destinasi tujuan mereka. Anehnya, aku malah mendengar teriakan teman-teman di belakang. Kutoleh ke arah mereka. Olala, mereka masih berdiri dengan setia di belakang si pak supir yang semakin bermuka ketat. Kuperhatikan sekelilingku dengan seksama manakala mereka meneriakkan "Al, kita belum sampai!"
Oalah Gusti, ternyata si Robur barusan berhenti di depan sekolah Analis Kesehatan, bukan di depan SMAN-Tiga. Haduh. Malunya eikeh! Ampyuuun. Kulihat teman-temanku cekakak cekikik bersama bus yang telah melaju, meninggalkan aku yang harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Ga terlalu jauh sih, cuman malunya ini lho! Mana si abang kondektur ikutan menertawakan pula. Iih, dasar! Pasti nanti kalo naik robur yang ini lagi, aku diketawain deh. Hih!
Dan, sambil menekuk wajah, aku pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Di ujung sana terlihat teman-temanku dengan setia menanti, begitu mereka turun dari Robur. Setia memang, tapi cekakak cekikik menertawakan aku itu lho, yang bikin keki. Awas yaaa, kapan kalian ga kena!
Well, Sobats, punya pengalaman lucu juga? Yuk share di kolom komentar yuk!
Salah satu kenangan naik Robur,
Al, Bandung, 22 Oktober 2014