Hari ini, setelah menyelesaikan beberapa training online, iseng-iseng aku merapikan beberapa file foto yang tersimpan acak di folder ALBUM, external hardisk ku. Tak sengaja pula jemariku meng-klik folder bertajuk ISWA-SING.
Didalam folder inilah tersimpan puluhan foto, taken in November 2008, located in Singapore for an International Solid Waste Association (ISWA) world congress.
Bermunculanlah di hadapanku foto-foto penuh kenangan, yang tiba-tiba saja membuat alam bawah sadarku menguak memori indah, yang karena kesibukan pekerjaan yang tiada henti, membuatku ‘lupa’ akan seorang sahabat, senior kolega, dan guru , yang selama beberapa tahun begitu akrab dengan ku.
Semakin aku memperhatikan satu persatu foto itu, semakin menyeruak rasa rindu ini, sampai tatap mataku tiba-tiba nanar, kabur, terhalang oleh genangan air yang tiba-tiba saja merebak di pelupuk mata.
Benar, aku sungguh merindukan sosok ini. Sosok yang telah begitu banyak memberikanku pelajaran berharga, sosok yang senantiasa membagikan ilmunya bagi peningkatan kapasitasku untuk mampu berkecimpung secara professional, baik di lingkungan nasional mau pun internasional.
Sosok penuh karisma ini tak hanya selaku kolega senior bagiku, tapi juga aku menempatkannya sebagai ibu, yang sering pula kutempatkan sebagai supervisor.
Namanya ibu Arsyiah Arsyad, akrabnya kupanggil bu Ar, mantan seorang pejabat yang cukup disegani di Provinsi Aceh ini. Catatan sejarah kepegawainegeriannya mencatat bahwa beliau pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kepala BPDE dan terakhir sebagai Kepala Bapedalda Aceh.
Saat tsunami menghadang, ibu yang juga merupakan korban tsunami di mana rumahnya luluh lantak oleh terjangan gelombang maut ini, justru disibukkan oleh kinerja/upaya memberikan bantuan bagi para korban bencana. Beliau yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Aceh, bahu membahu dengan dinas-dinas lainnya dan lembaga internasional, mengkoordinir aneka stakeholder dalam membantu the recovery of Aceh community and environment, yang nyata-nyata saat itu telah lumpuh dan luluh lantak.
Sebuah NGO besar asal Jerman, kemudian 'meminang' ibu hebat ini untuk bergabung secara professional dengan mereka, bekerja keras memulihkan lingkungan yang telah porak poranda. Tentu saja pinangan ini disambut baik oleh bu Ar, yang saat itu posisinya telah digantikan oleh penggantinya yang lain. (Biasalah, dunia pemerintahan, mutasi dan rotasi adalah hal yang lazim toh?)
Tak sia-sia NGO Jerman ini merangkul bu Ar, terbukti dengan pencapaian-pencapaian luar biasa oleh kehebatan networking dengan tingkat pusat yang telah lama dibangunnya sejak beliau merintis karier di dunia pemerintahan, membuat berbagai project yang digelar NGO asal Jerman ini ibarat gayung yang bersambut. Lancar jaya.
Lalu bagaimana kisah perkenalanku dengan ibu yang satu ini? Yang pada awalnya aku kira adalah seorang ibu yang kejam, judes dan cerewet? Maaf ya bu…. ☺
Adalah diriku kala itu yang ditunjuk oleh kantorku, BRR NAD Nias, untuk menjadi Technical Advisor for Aceh Province - Task Force Team of Environment and Natural Recourses.
Sesuai namanya, task force ini dibentuk untuk memantau dan mengelola/memberdayakan lingkungan dan sumber daya alam yang ada mau pun yang akan diadakan/ditanam/dibentuk. Team ini terdiri dari tiga divisi, yaitu bidang persampahan, hutan Aceh dan pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction).
Nah, penugasan ini tentu saja membuatku harus hijrah sementara waktu dari kantorku yang nyaman, ke kantor yang ternyata lebih nyaman lagi, yaitu kantor Gubernur Aceh. Hehe. Nyaman? Yup, karena aku mendapatkan ruangan yang ditata begitu apik oleh tangan terampilnya Ibu Arsyiah.
Perkenalan pertama dengannya bukanlah di kantor ini, melainkan kala bu Ar sering bertandang ke kantorku, menemui bosku untuk pengajuan proposal bantuan dukungan dana. Di sanalah aku mulai melihat sosok tangguh ini, yang begitu gigih dan berkarakter dalam meyampaikan rincian proposalnya.
Dari awal aku memang sudah mengagumi sosok yang satu ini. Beliau begitu hebat, dan ternyata ber-background yang sama pula denganku, seorang chemical engineer, plus master of Science pula. Hebat euy!
Ternyata aku memang tidak salah menduga, bu Ar memang hebat. Tangguh dan tak kenal menyerah. Tiga tahun lebih aku bekerja sama dengannya. Professional dan cerdas. Walau tampilannya jauh dari feminine, tapi sisi keibuannya lebih dari seorang wanita kemayu sekali pun.
Bepergian dalam tugas berdua adalah hal yang sudah seringkali kami lakoni. Dan terasa sekali jika beliau begitu menghargai dan menyayangiku. Yang paling berkesan bagiku adalah ketika beliau memperjuangkan aku pada bosku agar aku dapat mendampingi beliau mengikuti acara kongres dunia yang digelar oleh International Solid Waste Association di Singapore, November 2008.
Bosku jelas-jelas tidak mengijinkan aku untuk ikut, karena ada masalah lain yang harus aku tangani di kantor pusat. Walau aku ditugaskan dan berkantor di kantor gubernur, tapi tentu saja sewaktu-waktu aku dapat ditarik untuk membantu di kantor pusat. Namun Ibu Arsyiah kala itu, begitu ingin aku mendampingi beliau ke Singapore sana. Padahal yang diundang bukanlah instansiku, tapi task force team ini, sementara aku hanya menjadi technical advisor saja disana.
Perjuangan gigih bu Ar berhasil meluluhkan hati bosku, dan akhirnya aku berhasil di'geret' bu Ar terbang ke Singapore. Bukan untuk senang-senang (saja), Sobs, karena jelas, aku harus membantu dan memperkuat bu Ar dalam presentasinya di sana nanti.
Jadilah kami berdua pergi kesana, menghadiri kongres akbar yang digelar setiap tahun di negera yang berbeda-beda sesuai kesepakatan.
Alhamdulillah, senang sekali aku mendapatkan kesempatan ini. Dan perjuangan beliau ini selalu membuatku menitikkan airmata. Beliau baik banget. Ibu, aku rindu banget padamu….
Ya Allah Yang Maha Penyayang,
limpahilah kasih sayangMu kepada almarhumah Bu Aryiah Arsyad ya Allah.
Lapangkan kuburannya,
beri beliau tempat yang layak di sisi-Mu,
Amien Ya Rabbal Alamin.
Bu, maafkan segala salah dan khilaf kami, apalagi beberapa bulan sepeninggal Ibu, banyak kesal yang timbul dalam membereskan segala urusan, sulit mengusutnya dan membuat kami sedikit menggerutu.
Kami sayang Ibu, beristirahatlah dengan tenang ya, Bu, semua telah selesai dengan baik.☺
Rindu sekali pada Ibu, terkadang memasuki ruangan Ibu, membuat saya seakan melihat jelas sosok Ibu yang duduk tegak mengetik di computer itu. Ciri khas Ibu yang tidak terlupakan. Anyway, rest in peace ya Bu, we missed you a lots.
Didalam folder inilah tersimpan puluhan foto, taken in November 2008, located in Singapore for an International Solid Waste Association (ISWA) world congress.
Bermunculanlah di hadapanku foto-foto penuh kenangan, yang tiba-tiba saja membuat alam bawah sadarku menguak memori indah, yang karena kesibukan pekerjaan yang tiada henti, membuatku ‘lupa’ akan seorang sahabat, senior kolega, dan guru , yang selama beberapa tahun begitu akrab dengan ku.
Semakin aku memperhatikan satu persatu foto itu, semakin menyeruak rasa rindu ini, sampai tatap mataku tiba-tiba nanar, kabur, terhalang oleh genangan air yang tiba-tiba saja merebak di pelupuk mata.
Benar, aku sungguh merindukan sosok ini. Sosok yang telah begitu banyak memberikanku pelajaran berharga, sosok yang senantiasa membagikan ilmunya bagi peningkatan kapasitasku untuk mampu berkecimpung secara professional, baik di lingkungan nasional mau pun internasional.
Sosok penuh karisma ini tak hanya selaku kolega senior bagiku, tapi juga aku menempatkannya sebagai ibu, yang sering pula kutempatkan sebagai supervisor.
Namanya ibu Arsyiah Arsyad, akrabnya kupanggil bu Ar, mantan seorang pejabat yang cukup disegani di Provinsi Aceh ini. Catatan sejarah kepegawainegeriannya mencatat bahwa beliau pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kepala BPDE dan terakhir sebagai Kepala Bapedalda Aceh.
Saat tsunami menghadang, ibu yang juga merupakan korban tsunami di mana rumahnya luluh lantak oleh terjangan gelombang maut ini, justru disibukkan oleh kinerja/upaya memberikan bantuan bagi para korban bencana. Beliau yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Aceh, bahu membahu dengan dinas-dinas lainnya dan lembaga internasional, mengkoordinir aneka stakeholder dalam membantu the recovery of Aceh community and environment, yang nyata-nyata saat itu telah lumpuh dan luluh lantak.
Sebuah NGO besar asal Jerman, kemudian 'meminang' ibu hebat ini untuk bergabung secara professional dengan mereka, bekerja keras memulihkan lingkungan yang telah porak poranda. Tentu saja pinangan ini disambut baik oleh bu Ar, yang saat itu posisinya telah digantikan oleh penggantinya yang lain. (Biasalah, dunia pemerintahan, mutasi dan rotasi adalah hal yang lazim toh?)
Tak sia-sia NGO Jerman ini merangkul bu Ar, terbukti dengan pencapaian-pencapaian luar biasa oleh kehebatan networking dengan tingkat pusat yang telah lama dibangunnya sejak beliau merintis karier di dunia pemerintahan, membuat berbagai project yang digelar NGO asal Jerman ini ibarat gayung yang bersambut. Lancar jaya.
Lalu bagaimana kisah perkenalanku dengan ibu yang satu ini? Yang pada awalnya aku kira adalah seorang ibu yang kejam, judes dan cerewet? Maaf ya bu…. ☺
Adalah diriku kala itu yang ditunjuk oleh kantorku, BRR NAD Nias, untuk menjadi Technical Advisor for Aceh Province - Task Force Team of Environment and Natural Recourses.
Sesuai namanya, task force ini dibentuk untuk memantau dan mengelola/memberdayakan lingkungan dan sumber daya alam yang ada mau pun yang akan diadakan/ditanam/dibentuk. Team ini terdiri dari tiga divisi, yaitu bidang persampahan, hutan Aceh dan pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction).
Nah, penugasan ini tentu saja membuatku harus hijrah sementara waktu dari kantorku yang nyaman, ke kantor yang ternyata lebih nyaman lagi, yaitu kantor Gubernur Aceh. Hehe. Nyaman? Yup, karena aku mendapatkan ruangan yang ditata begitu apik oleh tangan terampilnya Ibu Arsyiah.
Perkenalan pertama dengannya bukanlah di kantor ini, melainkan kala bu Ar sering bertandang ke kantorku, menemui bosku untuk pengajuan proposal bantuan dukungan dana. Di sanalah aku mulai melihat sosok tangguh ini, yang begitu gigih dan berkarakter dalam meyampaikan rincian proposalnya.
Dari awal aku memang sudah mengagumi sosok yang satu ini. Beliau begitu hebat, dan ternyata ber-background yang sama pula denganku, seorang chemical engineer, plus master of Science pula. Hebat euy!
Ternyata aku memang tidak salah menduga, bu Ar memang hebat. Tangguh dan tak kenal menyerah. Tiga tahun lebih aku bekerja sama dengannya. Professional dan cerdas. Walau tampilannya jauh dari feminine, tapi sisi keibuannya lebih dari seorang wanita kemayu sekali pun.
Bepergian dalam tugas berdua adalah hal yang sudah seringkali kami lakoni. Dan terasa sekali jika beliau begitu menghargai dan menyayangiku. Yang paling berkesan bagiku adalah ketika beliau memperjuangkan aku pada bosku agar aku dapat mendampingi beliau mengikuti acara kongres dunia yang digelar oleh International Solid Waste Association di Singapore, November 2008.
Bosku jelas-jelas tidak mengijinkan aku untuk ikut, karena ada masalah lain yang harus aku tangani di kantor pusat. Walau aku ditugaskan dan berkantor di kantor gubernur, tapi tentu saja sewaktu-waktu aku dapat ditarik untuk membantu di kantor pusat. Namun Ibu Arsyiah kala itu, begitu ingin aku mendampingi beliau ke Singapore sana. Padahal yang diundang bukanlah instansiku, tapi task force team ini, sementara aku hanya menjadi technical advisor saja disana.
Perjuangan gigih bu Ar berhasil meluluhkan hati bosku, dan akhirnya aku berhasil di'geret' bu Ar terbang ke Singapore. Bukan untuk senang-senang (saja), Sobs, karena jelas, aku harus membantu dan memperkuat bu Ar dalam presentasinya di sana nanti.
Jadilah kami berdua pergi kesana, menghadiri kongres akbar yang digelar setiap tahun di negera yang berbeda-beda sesuai kesepakatan.
Alhamdulillah, senang sekali aku mendapatkan kesempatan ini. Dan perjuangan beliau ini selalu membuatku menitikkan airmata. Beliau baik banget. Ibu, aku rindu banget padamu….
limpahilah kasih sayangMu kepada almarhumah Bu Aryiah Arsyad ya Allah.
Lapangkan kuburannya,
beri beliau tempat yang layak di sisi-Mu,
Amien Ya Rabbal Alamin.
Bu, maafkan segala salah dan khilaf kami, apalagi beberapa bulan sepeninggal Ibu, banyak kesal yang timbul dalam membereskan segala urusan, sulit mengusutnya dan membuat kami sedikit menggerutu.
Kami sayang Ibu, beristirahatlah dengan tenang ya, Bu, semua telah selesai dengan baik.☺
Rindu sekali pada Ibu, terkadang memasuki ruangan Ibu, membuat saya seakan melihat jelas sosok Ibu yang duduk tegak mengetik di computer itu. Ciri khas Ibu yang tidak terlupakan. Anyway, rest in peace ya Bu, we missed you a lots.
Sebuah catatan berbasic kerinduan mendalam
terhadap seorang senior yang telah lebih dahulu pergi.