![]() |
Picture taken from here |
Eits… ternyata beneran lho sobs, ada yang menyebut-2 namaku di blognya.
Postingan mba Nique adalah tentang acara ‘Kick Andy’ yang sedang menampilkan kisah para pencari keadilan. Sobats bisa lihat langsung di postingan mba Nique deh. Dan paragraf inilah yang membuat aku batuk-batuk sobs…. J
“Pada bagian inilah saya teringat lagi pada masa silam, ketika seorang oknum dilantik oleh Presiden masa itu menjadi pucuk pimpinan tertinggi di satu provinsi. Kasus boleh beda, tapi esensinya sama. Bagaimana orang-orang ini bisa dihargai setinggi itu? Bolehlah kasus yang menimpa kami tak terdengar Presiden masa itu, tetapi yang menimpa warga Aceh ini BUKAN cuma 1-2 orang tapi banyak. Buktinya mereka masih menempati barak-barak yang TERNYATA dibangun oleh NGO-NGO itu di tanah sewaan. Sepertinya mbak Alaika pasti lebih tahu banyak kebenaran kasus ini, karena lama bekerja di NGO toh. Mirisnya, sekarang barak-barak itu dipungut sewanya oleh si pemilik tanah.”
Yup, tak dapat dipungkiri bahwa gempa bumi berskala 9,1 SR yang disusul oleh gelombang dasyat yang menghumbalang pesisir Aceh dan pulau-pulau sekitarnya hingga 6 kilometer ke arah daratan, telah dengan sukses melayangkan 126.741 nyawa manusia, 93,285 orang hilang, 500.000 orang kehilangan hunian, sementara 750.000 an orang mendadak berstatus tunakarya.
Pada sektor privat, yang mengalami 78 persen dari keseluruhan kerusakan, 139.195 rumah hancur atau rusak parah, serta 73.869 lahan kehilangan produktivitasnya. Sebanyak 13,828 unit kapal nelayan raib bersama 27.593 hektare kolam air payau dan 104.500 usaha kecil menengah.
Pada sektor publik, sedikitnya 669 unit gedung pemerintahan, 517 pusat kesehatan serta ratusan sarana pendidikan hancur atau mandek berfungsi.
Selain itu, pada subsektor lingkungan hidup, sebanyak 16.775 hektare hutan pesisir dan bakau serta 29.175 hektare terumbu karang rusak atau musnah.
Kerusakan dan kehilangan tak berhenti di situ saja. Pada 28 Maret 2005, gempa berskala Richter 8,7 mengguncang Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara. Sebanyak 979 jiwa melayang dan 47.055 penyintas kehilangan hunian. Dekatnya episentrum gempa yang sebenarnya merupakan gempa susulan dari gempa 26 Desember 2004 itu semakin meningkatkan derajat kerusakan bagi Kepulauan Nias dan Pulau Simeulu.
Dunia semakin tercengang. Pilu. Tangan-tangan terulur dari segala penjuru dunia. Manusia dari berbagai suku, agama, budaya, afiliasi politik, benua, pemerintahan, swasta, lembaga swadaya masyarakat serta badan nasional dan interasional mengucurkan perhatian, bantuan dan empati kemanusiaan yang luar biasa besar.
Aceh dan Nias berlimpah akan dana. Namun adalah hal yang tidak mudah, melakukan proses membangun kembali permukiman, sekolah, rumah sakit dan prasarana lainnya di atas lahan yang telah porak poranda. Di atas desa yang sebagiannya malah telah terkikis dan bahkan tenggelam dalam lautan. Dan bukan hal yang mudah membujuk masyarakat untuk bersedia di relokasi ke tempat lain karena desanya yang lama sudah tak aman lagi untuk ditempati.
Program pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi) harus pula mencakup upaya membangun kembali struktur sosial di Aceh dan Nias. Trauma kehilangan handai-taulan dan cara untuk menghidupi keluarga yang selamat mengandung arti bahwa program pemulihan yang ditempuh tidak boleh hanya berfokus pada aspek fisik, tapi juga nonfisik. Pembangunan ekonomi pun harus bisa menjadi fondasi bagi perkembangan dan pertumbuhan daerah pada masa depan.
Sungguh sebuah usaha yang tidak mudah. Apalagi di Aceh, yang tantangan dan kendalanya menjadi berlipat. Pasalnya, selama 30-an tahun, bagi sebagian masyarakat di Aceh, sikap anti-Pemerintah Indonesia atau antimiliter bukan isapan jempol belaka. Hal mana yang akhirnya membuahkan kondisi yang kurang menguntungkan, sehingga dibutuhkan pendekatan tersendiri dan khas. Konflik pula lah yang pada akhirnya berperan membuat Aceh – daerah kaya hasil bumi – menjadi kawasan tertinggal dan miskin.
Lain pula halnya dengan Kepulauan Nias, yang minus konflik separatis, namun derajat ketertinggalan dan kemiskinannya malah lebih memprihatinkan. “Takdir” sebagai wilayah terluar Indonesia secara geografis telah menempatkan Nias sebagai kawasan yang terpinggirkan. Akibatnya, akses terhadap pengembangan social-ekonomi menjadi terbatas, tertinggal dan hampir ‘terlupakan’.
BRR NAD – Nias, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 2 Tahun 2005 yang kemudian dikukuhkan sebagai Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2005 diberi mandate untuk memimpin proses rehabilitasi dan rekonstruksi (pemulihan) Aceh – Nias pasca tsunami. Maka, dengan bahu membahu dan bekerjasama dengan lebih dari 350 lembaga swadaya masyarakat pelaksana proses rehab rekon lainnya, lembaga ini pun memimpin proses rehab rekon di kedua kawasan yang tertimpa bencana tersebut. Mencoba memberikan yang terbaik.
Namun….. serangkaian kelemahan sudah pasti dimiliki berbagai lembaga ini. Dan wajar donk, mengingat mereka diutus bukan untuk membangun real estate, yang lahannya memang telah tersedia, dan layak and ready to build. Mereka dikirim ke arena yang telah porak poranda, dengan kondisi masyarakat yang sedang kehilangan asa. Tanpa ‘peta’, tanpa ‘kompas’.
Kritik berhamburan di sana sini. Sebagian rumah yang dibangun belum ditempati penyintas, sementara masih saja ada penyintas yang seolah tidak mau meninggalkan barak.
Para penghuni barak berkeras untuk tidak pindah dengan alasan rumah yang disedikan belum sesuai dengan keinginan mereka atau kebiasaan setempat. Listrik dan sanitasi belum tersedia, permukiman pun jauh dari tempat mereka biasa mencari nafkah. Selain itu, ada sejumlah penyintas yang dengan penuh harap menanti-nanti agar permohonan dana bantuan rehabilitasi rumah diluluskan BRR seperti dan sebesar yang mereka minta.
Harian Kompas bahakan pada 16 Januari 2009 menurunkan berita bahwa ada 2000-an KK yang belum menerima rumah di Aceh Barat dan Banda Aceh hingga akhir 2008. Data BRR sebaliknya menunjukkan bahwa saat itu total yang belum memperoleh rumah di Aceh pada akhir 2008 adalah 346 KK. Itupun seluruhnya telah memiliki alokasi rumah yang sedang dan siap di bangun dalam dua-tiga bulan. Lalu siapa sebagian besar dari 2000-an KK tadi? Hasil verifikasi yang dilakukan BRR menunjukkan bahwa banyak di antara mereka yang ternyata mengaku sebagai ‘korban tsunami’ dengan harapan memperoleh rumah gratis.
Pro dan kontra adalah hal yang lumrah terjadi dalam setiap lini kehidupan. Dalan setiap lapisan persoalan. Begitu juga dengan proses rehab-rekon Aceh – Nias pasca tsunami. Adalah hal ideal jika mampu mencapai kinerja 100 persen. Namun dimana sih hal ideal bisa diwujudkan dalam keadaan nyata?
Bagi para pelaksana rehab-rekon, adalah hal yang lumrah jika capaian yang berhasil diraih 95 persen, namun yang dipermasalahkan adalah justru 5 persen, Itu adalah hal yang sangat manusiawi. Dan tidak menjadikan itu sebagai aral pematah semangat dalam melanjutkan proses rehab-rekon.
Pihak yang terlibat sedemikan bervariasi. Masing-2nya memiliki persepsi dan opini yang berbeda. Dengan belasan ribu proyek yang dikelola badan ini – dalam rentang waktu yang sama dan dimulai hampir bersamaan – cukup mudah bagi siapa saja untuk mengambil ‘manfaat’.
Pertanyaan yang lebih mendasar; masih adakah hikmah yang dapat dipetik, baik dari yang 95% maupun yang 5 % itu?
Sobats…. Postingan ini sudah terlalu panjang dan mungkin sudah cukup membosankan, untuk itu, akan segera aku akhiri dulu dengan mengutip kalimat dari kepala Badan Pelaksana BRR NAD – Nias, Bapak Kuntoro Mangkusubroto, yang sering beliau pakai untuk menenangkan kami, para staffnya yang down oleh cercaan/kritikan pedas yang sering hinggap kala kami sedang bekerja.
“Bekerja untuk para penyintas bukanlah perkara mudah. Ini bukan seperti pekerjaan membangun real estate, yang kita masuki dari nol dan dapat memulainya dnegan rapi dan sistematis. Pasalnya, membangun suatu kawasan yang telah hancur oleh bencana alam berbeda dari konstruksi pada galibnya. Kehancuran yang terjadi sedemikian menyeluruh sehingga BRR tidak dapat membangun bermodalkan perencanaan yang runut. Segala sesuatu, rumah, jalan, jembatan, pelabuhan, sekolah, pasara, apa pun – perlu dibangun secara bersamaan, secara parallel.
Orang yang mencari rumah real estate adalah orang-orang yang bahagia. Sedang yang kita bantu adalah orang-orang yang kehilangan pasangan hidup, anak, orang tua dan rumah. Secara kejiwaan, para penyintas berada dalam kondisi tidak seimbang. Tidak mudah menebak kemauan mereka, yang senantiasa berubah. Sudahlah, lakukan saja. Kita tidak kehilangan anak istri, tapi mereka? Yang kita bantu memang orang-orang yang sedang kesusahan”.
Well sobs…. Mudah-mudahan postingan ini dapat memberikan sedikit gambaran tentang situasi rehab-rekon pasca tsunami di Aceh dan Nias…
Nantikan kisah lanjutannya di postingan selanjutnya yaaa…. J
Sumber informasi:
http://www.scribd.com/doc/91932961/Seri-Buku-BRR-Buku-1-Kisah
53 comments
iya juga ya, membangun aceh kembali bukanlah perkara mudah. Membangunnya bukan dari keadaan nol, tapi dari kedaan porak poranda yang bernilai negatif atau min...
ReplyDeleteSalam hadir. Semoga cepat selesai cara penyelesaiannya.
ReplyDeleteSaat baca postingannya Nique, saya juga pengin denger ceritanya secara langsung dari sumbernya, dan ternyata terjawab sudah di sini...
ReplyDeleteMiris membacanya Mba Al. Campur aduk ya masalahnya. Ga cuman dari pemerintahnya yang kurang perhatian tapi dari kondisinya juga memberikan tantangan.
ReplyDeleteSemoga penyelesaian terbaik dapat segera didapatkan.
Kalau sekarang keadaannya gimana mbak Al? apa masih ada yang tinggal di barak2 mbak?
ReplyDeleteMAKASI banyak mba Al telah memenuhi harapan saya dengan begini kan jadi berimbang beritanya. saya kira ada baiknya juga orang2 yg menuntut rumah itu diurusi, maksud saya biar gak menyulut emosi orang2 yg gak tau cerita sebenarnya. wlo saya bingung juga, siapa yg paling berkewajiban mberesin urusan mereka ya?
ReplyDeletesoalnya kalau sudah sampai ke media seperti itu kan rodho piye ngono, apalagi masuk Kick Andy. Kecewa juga sih kok acara sekelas KA tidak cek n ricek dulu kebenaran berita ini.
ternyata dari beberapa orang yang tampil di acara KA malam itu, yg paling meragukan memang penampilan orang dari Aceh ini. Dan saya pun maklum, tak usah di Aceh, di sini saja asal ada bantuan seringnya yg gak perlu malah duluan dapat karena dia punya akses dengan pemegang kekuasaan.
ditunggu kisah selanjutnya ya mbak
@Ocha Rhoshandha Iya Cha... begitulah....
ReplyDeletemakasih atas kunjungan dan komennya yaaa... :)
ikut menyimak saja.
ReplyDeletesemoga kedepannya akan menjadi lebih baik.
@Djangkaru BumiAMiiin.... saleum dan trims mas!
ReplyDelete@marsudiyanto
ReplyDeleteHehe.. saya mencoba menulisnya semaksimal mungkin pak, agar dapat memberikan informasi bagi semuanya...
ditunggu lanjutannya ya pak... :)
@danirachmat
ReplyDeleteiya mas Dhani.... semoga cepat ada penyelesaiannya yaaa....
kalau cerita ini dari mbak alaika aku percaya krn merasakan langsung ya mbak
ReplyDeleteSemoga Allah limpahkan kekuatan dan kesabaran untuk terus membantu mereka ya mbak :)
ReplyDeleteKak, aku kok malah tertarik kepengen kerja di NGO yah heuheu
ReplyDeleteHAdoohh Mbaaa..
ReplyDeleteBaca PAsca tsunami Aceh, jadi teringat sang mantan yang di tugasin di Aceh sono dari tahun 2005 ampe sekarang hiks..hiks..
Semoga kedepannya bisa lebih baik ya Mba..
Dan aceh kembali normal..
Kalo Aceh Normal, sahabatku ntu di pulangin ke Bandung wkwkwkk..*ngarep* hufftt..
miris bacanya mb..semoga kedepannya semakin membaik ya mb... amiinn
ReplyDeletesaya udah baca yang di mbak nique Mbak ...
ReplyDeletesaya hanya bisa berdoa agar semuanya kembalik membaik, atau lebih baik dari sebelumnya...
Hmmm.. jadi begitu toh kejadiannya...
ReplyDeleteEmangnya acara KA itu nggak mengundang kedua belah pihak ya, Mbak? Nggak berimbang dong jadinya.. :)
waktu nonton acara kick andy dan dibacakan artikel mengenai aceh.. rasanya ada yang aneh dengan pemikiran pemerintah.
ReplyDeletemasa masyarakat yang membutuhkan dibiarkan lontang lantung begitu. melihatnya saja tidak tega, apalagi menjadi punguasa dan membiarkan mereka...
Saya sering mengatakan, jika akan berbuat sesuatu luruskan niat yaitu untuk ibadah agar hasilnya barokah dan kita tetap on the right track. Itu sebenarnya mudah asal kita mau, ikhlas, jujur dan bekerja tanpa melihat bendera, partai,golongan dan aneka sekat-sekat yang bisa menghambat kinerja kita.
ReplyDeleteJika kita bekerja "asal jadiu"," asal kewajiban sudah tertunaikan " maka jerih payah kita justeru bisa menjadi bumerang.Lebih baik serius dan sungguh sehingga segala kecaapekan akan terbayar lunas oleh kepuasan orang yang kita bantu.
Semoga saudara-saudaraku yang masih sedang kurang layak bisa tetap bersabar. Insya Allah akan baik.
Salam hangat dari Surabaya
Spechless mbak.... T_T
ReplyDeleteJika semuanya dilandasi kejujuran dan keikhlasan, sebenarnya semua bisa diatasi secara baik.Mdh2an masyarakat Aceh memperoleh haknya secara layak. Amin.
izin nyimak yo?
ReplyDeletesalam kenal
hooo, jd begitu ceritanya....
ReplyDeletehai org atas, bagikan hak mereka!!!
kita hanya bisa bantu doa, smoga semuanya cepet selesai, amin
ReplyDeleteternyata seperti itu ya. Keadaan yg porak poranda pasti menimbulkan masalah yg kompleks.
ReplyDeleteSmoga semuanya dapat teratasi dgn baik ya..
gue jadi ngerti, sumpah!! al di bandung,sobs..!!!
ReplyDelete@Anak Rantau
ReplyDeleteHm... sy jd ga tau persis situasinya kini mas...
Pernah tanya lgsg pd penghuni bebrapa barak yg msh tersisa... menurut mrk sih, mrk pendatang dr luar kota, dan tdk punya rumah, jd numpang tinggal disitu. Malah ada yg nyewa pada pemilik sebelumnya... jd simpang siur deh dg sdanya pemberitaan yg di Kick Andy itu....
@nicampereniquesama2 mba... mudah2an epiode demi episode yg akan tampil di my virtual corner nanti bisa memberi penjelasan yg lbh gamblang bagi sobats semua, baik ttg perumahan' sarana prasarana dan hal lainnya yaa...
ReplyDeleteTapi kudu sabar yo mb e... penulisnya sdg wara wiri plus flu n demam nih.... hihi
@Resep Chinese Foodamiiin.... makasih kunjungannya mba...
ReplyDelete@Lidya - Mama Cal-Vinhehe.... smg ini bisa memberikan gambaran yg lbh jls ya mba...tg lanjutannya ya... :)
ReplyDelete@achoey el harisamiiin ya Allah.... :)
ReplyDelete@Orinkerja di NGO emang menarik lho...:)
ReplyDelete@Nchie Hanieamiiiin teh... Insyaallah Aceh akan jauh lbh baik....
ReplyDeleteHehe.... kyknya ada yg kangen dg sang mantan nih..... cuit cuit....
@Enny Mamitoiya mba....sedih rasanya.... smg ke depan akan lbh baik ya.....
ReplyDelete@cumakatakataamiiin.... mksh atas doanya yaaa....
ReplyDelete@DewiFatmapersoalan yg dihadapi disana sgt kompleks sih mba.... hrsnya kedua belah pihak sih diundang, biar lgsg ada response nys yaaa....
ReplyDelete@applausrsy ga nonton lgsg acara nya sih... dan bukannya ingin bela pemerintah, krn sy sendiri jg tdk fanatik thd pemerintah.... hanya saja, hrsnya jg diundang pihak terkait utk meresponse hal ini...jd tdk terkesan bhw para pekerja kemanusiaan yg tlh pontang panting bekerja di Aceh, seolah2 tdk bekerja untuk membantu masyarakat scr maksimal... pdhl kita bekerj sepenuh hati lho, tinggal pemda yg hrs melanjutkan, krn ms tugas kita telah berakhir....
ReplyDeleteMembangun kembali itu sulit... mungkin untuk membangun rumah kembali akan mudah tapi bagaimana dengan kondisi psikologis? Rasa kehilangan yang tak bisa lagi terganti...
ReplyDelete@Pengamat Sosialamin....
ReplyDeleteMakasih atas kunjungan dan komennya mas...
@Mayyaamiin mba.... makasih atas doa dan komentarnya...
ReplyDelete@jhonytatosilahkan disimak sob... salam kenal kembali....
ReplyDelete@jiah
ReplyDeleteHai Jiah.... apa kbr?
@Obrolan Blogger.comamiiiin YRA
ReplyDelete@covalimawatiamiin... mksh atas doanya mba....
ReplyDelete@eksakhalo eksak.... iya, gw di Bandung nih sobs...
ReplyDelete@f4dLy :)
ReplyDeleteYup, bener banget mas Fadly.... banyak aspek yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan dalam membangun kembali sebuah daerah yang porak poranda karena bencana... dan itu tidak mudah.
makasih atas kunjungan dan komennya... :)
Wah ... betapa rumitnya. Dalam kondisi normal saja bisa menjadi rumit, apalagi dalam kondisi psikis yang kacau ya Kak.
ReplyDeleteMoga cepat sembuh dan tetap semangat dalam menyelesaikan pekerjaan yang rumit yaa ^__^
smg smuanya bisa cepat teratasi lebih cepat mb... #ikutberdoa
ReplyDeleteSusah, Kak, kalo 'melayani' banyak orang. 95 persen puas, 5 persen nggak puas tapi suaranya ke mana-mana.
ReplyDeletePadahal, menurut pengakuan teman saya (yang rumahnya juga hancur waktu itu), 'penawaran' yang datang untuk membangun rumah justru lebih banyak dari 'korban' yang membutuhkan. Bisa jadi, memang ada sebagian yang menolak tinggal di rumah yang sudah dibangun. Atau bisa jadi (maaf, kalau su'uzhon), jumlah KK yang 'menggelembung' atau 'digelembungkan', you know what I mean. Jadinya, KK yang butuh rumah lebih besar daripada rumah yang tersedia.
msh batuk2 ya al? sama kyk aku..
ReplyDeleteaku sih cm bs berdoa semuanya bs berjalan lancar2 aja.
@alaika abdullah hmmmm,,, yang lagi makan lele...
ReplyDeletehehehe
Menunggu kisah selanjutnya... tentang derita dan pemulihan masyarakat aceh pasca bencana.. :)
ReplyDeletePenyintas apa?
ReplyDeleteGalib apa?
*gugling dulu* hihihi
Aku cuma bisa ngangguk-ngangguk aja mbak hihi, lanjut duluuu ke kisah 2 ah :D