Bagian Dalam/Interior Museum
Nah, ini adalah sayap kanan museum, dan pintu masuk ke dalamnya adalah dari sini sobs! Yuk aku bukain pintunya....
* Spaces of Memory *
Dua orang security guard menyambut kedatangan kami (aku dan Wina, temanku) dengan ramah.
“Selamat datang di museum tsunami cut kak, berani masuk atau perlu diantar?”
Sungguh sebuah pertanyaan yang membuat kami mengernyitkan kening. Memang sih, hari itu, Kamis (tanggalnya aku lupa), museum terasa lengang. Sepi dari pengunjung yang memasuki museum. Ada sih beberapa puluh yang duduk-duduk di ruang terbuka, menikmati angin semilir seraya menyaksikan ikan-ikan yang menari di kolam di bawah tangga.
Kenapa pertanyaannya seperti itu ya? Curiga aku bertanya, “Hm… Insyaallah berani pak, emang ada apa di dalam sana?”
Petugas tersenyum dan menjawab, “biasanya ada beberapa tamu, terutama wanita, yang takut masuk ke terowongan sih kak…”
“Oh begitu?” aku dan Wina saling bertatapan, dan membulatkan tekad.
“Insyaallah berani pak.” Lalu kami pun melangkah. Oh ya, sebelum masuk ke entry room ini, kita diwajibkan menitipkan tas di tempat penitipan, hanya boleh membawa kamera dan HP, dan dompet tentu saja (mana tau mau beli souvenir kan?).
Di pintu masuk tertulis pesan bahwa kita tidak diperkenankan mempergunakan blitz yang berlebihan selama berada dalam gedung bagian bawah, yang memang temaram, karena akan mempengaruhi kinerja CCTV, begitu katanya.
1. Lorong/koridor Sempit nan temaram (Tsunami Passage)
Aku dan Wina melangkah menuju lorong sempit yang temaram. Pertanyaan sambutan dari petugas sekuriti tadi, mau tak mau telah menyumbangkan rasa deg-degan di hatiku dan Wina, didukung oleh temaramnya lorong sempit ini, yang membuat mata otomatis memicing untuk membiasakan diri. Kiri kanan dinding lorong didesain sedemikian rupa, dikucuri air yang bergemuruh, kadang bergemericik perlahan terkadang bergememuruh kencang, ditambah dengan percikan/tempiasan air yang menerpa wajah dan kepala kita, membuat perasaan seakan kita sedang memasuki gelombang gelap tsunami yang dasyat itu lho!
Aku dan Wina berdecak kagum. Kagum dengan konsep yang dirancang dan ditawarkan oleh sang perancang, Bapak Ridwan Kamil. Kok terpikir sampai begini ya konsepnya? Ini baru pada terowongan masuk lho. Sayangnya tanpa blitz, kamera BBku hanya mampu menyumbangkan gambar seperti ini.
|
Percikan air yang menerpa wajah serta suara gericik air yang kadang pelan tapi kadang bergemuruh, bikin kita gimanaaaa gitu sobs! |
2. Memorial Hall
Sesuai namanya, ruangan ini menyanyikan aneka foto-foto tsunami yang menimpa aneka daerah di Aceh, juga Nias. Foto-foto ini ditampilkan dalam bentuk slide show pada standing displays yang seperti terlihat pada gambar.
|
gambar pinjem dari sini dan juga dari my BB
|
* Space of Hopes *
Merasa cukup dengan tampilan yang ditayangkan slide show pada memorial hall, kami pun menuruti keinginan hati untuk beralih ke zona berikutnya, yaitu Zona of Hopes.
Oh ya sobs, satu hal yang paling aku sukai pada museum tsunami ini adalah pertanda yang dipakai menunjukkan arah. Tidak berupa anak panah, melainkan jejak telapak kaki. Lihat deh.
|
Keren ya Sobs penuntun langkah/penunjuk arahnya... |
Sumur Doa (Blessing of Chamber)
Jejak kaki itu membawa aku dan Wina ke sebuah ruang silinder dengan dinding tinggi menjulang. Cahaya temaramnya semakin membuat bulu kuduk berdiri sobs! Papan nama di luar ruang ini, “Sumur Doa”, benar-benar sesuai dengan bentuk dan kesan yang kita peroleh begitu kita berada di dalamnya. Cahaya nan temaram, membuat kita seperti terdampar di dalam sebuah sumur yang begitu dalam. Keberadaan kami yang hanya berdua, terus terang membuat rasa takut itu menggeliat. Apalagi ‘sumur’ ini pernah dipakai untuk acaranya Tukul Jalan-jalan dan aku sendiri masih ingat tayangan acaranya waktu itu, dimana sang paranormal yang entah siapa namanya itu, berhasil mengadakan kontak batin dengan salah satu roh yang namanya tertera di dinding sumur ini. Hiiii….
Anehnya, dibalik rasa takut dan merinding, ada rasa sedih yang menyeruak di dada, saat mata kita menatap nama-nama para korban tsunami yang ditempel dengan rapi pada dinding ‘sumur’ itu sobs. Ditambah dengan lantunan ayat suci Al-Quran yang diperdengarkan, sungguh membuat hati tersayat, sedih, deg-degan, dan takut! Bahkan sempat membuat Intanku tak berani berlama-lama di ruangan ini lho sobs! Putri tercinta itu (pada kunjunganku berikutnya, adalah bersama Intan), langsung ngiprit, looking for the exit gate. Tak betah berlama-lama di ruang temaram itu. Tapi aku dan Wina? Tentu tidak. Jiwa pemberani (cieeee….), membuat kami bertahan dan tak ingin cepat-cepat kabur dari keindahan dan kekaguman yang sedang kami rasakan.
|
Sumur Doa/Blessing Chamber |
Dan puncak kekaguman luar biasa yang kami rasakan di sumur doa ini adalah kala pandangan kami merambat ke atas, Subhanallah! Kita memang seakan berada di dasar sebuah sumur! Dan yang lebih bikin takjub adalah, lafadz ALLAH tertulis indah meng-atapi mulut ‘sumur’! Subhanallah, amazing. Temaramnya cahaya di dalam sumur doa ini, memberi kesan seolah kita sedang berada di dalam sebuah sumur yang begitu dalam, dan kala mendongak ke atas, terlihatlah mulut sumur yang menyerupai bulan purnama dengan tulisan ALLAH. Filosofinya adalah bahwa gelombang tsunami (lorong temaram tadi) menghantam, dan membuat para korban tak berdaya, terhempas dan kandas di dalam sumur ini, ditandai dengan nama-nama para syuhada yang tertempel abadi di dinding sumur, sementara the survivor, berkat pertolongan Ilahi Rabbi, pada akhirnya, setelah melewati jalanan yang berliku (lorong dan jembatan harapan), akan berhasil keluar dari bencana.
Lafadz Allah tersemat indah menutup mulut sumur begitu kita tengadah ke atas.
Atrium of hope
Setelah puas mengagumi keindahan unik di sumur doa, kami pun melangkah keluar, membawa langkah kaki menyusuri ramp/lorong unik menuju ke bagian ruangan lainnya, yang dinamakan atrium of hope, berupa ruang atrium yang besar sebagai symbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Untuk mencapai ruangan ini, yang ada di lantai dua, kita akan melintasi sebuah lorong berliku yang perlahan mulai terang oleh cahaya dari luar yang mulai terbuka, serta sebuah jembatan bernama jembatan harapan. Lorong ini benar-benar unik dan memberi kesan lega. Berbeda jauh dari perasaan kita saat awal masuk ke lorong temaram. Lorong ini juga akan melintasi kolam ikan yang begitu indah dan melegakan hati.
Pada langit-langit atrium ini terlihat berbagai bendera dari Negara-negara donor, sebagai penghargaan atas bantuan mereka dalam proses rehab rekon Aceh dan Nias paska tsunami.
Kemudian kita akan sampai pada lantai berikutnya yang (biasanya sih) menyajikan pemutaran film tsunami selama 15 menit dari gempa terjadi, saat tsunami terjadi hingga saat pertolongan datang. Sayangnya pada saat kunjunganku dan Wina kesana, ruang audio visual ini sedang dalam perbaikan.
Beberapa ruang lainnya yang tak kalah menarik adalah ruangan yang berisi media-media pembelajaran berupa perpustakaan, ruang alat peraga yang menampilkan rekam jejak proses tanggap darurat, rehab rekon, rancangan bangunan yang tahan gempa, model diagram patahan bumi, diorama. Beberapa diorama yang begitu menarik minat adalah diorama kapal nelayan yang diterjang gelombang tsunami.
Sobats, perjalanan panjang dan berliku ini tentu saja melelahkan sih. Tapi rasa yang didapat ini luar biasa lho. Apalagi ketika petualangan ini kami akhiri di perpustakaannya yang begitu nyaman dan sejuk. Hm… bener-bener bikin betah deh.
Tapi bagi pengunjung yang tak ingin berlama-lama di perpustakaan, tenang saja, souvenir shop yang berada di samping perpustakaan, sangat menjanjikan untuk disinggahi, dan dijamin akan membuat anda pulang tidak dengan tangan kosong. Aneka kue khas Aceh, atau souvenir berupa kaos, bros, dan aneka pernak pernik khas Aceh lainnya tersedia di sana sobs.
Haus dan lelah? Tenang, sebuah kafe juga tersedia di sana untuk memberi anda tenaga baru menuruni anak tangga demi anak tangga menuju pintu keluar. J
Lalu selesaikah sampai disitu saja? Belum lho!
Anda juga masih bisa bersantai di pinggir kolam Jembatan Harapan sambil melihat ikan-ikan hias yang berenang wara wiri, atau berfoto ria di geladak museum.
Laper? Ingin shalat atau malah ingin ke toilet? Semua sarana ini juga tersedia pada bagian bawah sebelah timur gedung. J
Okd sobs, sekian dulu liputan kali ini yaaa… let me show you some more pictures dari bagian Luar Gedung/Exterior Side yuks..
Kiri atas: Intan dan Wina, rehat di atas bola2 bertuliskan nama negara, disamping kolam ikan.
Kanan atas: tau dunk siapa itu? hehe
Kanan bawah: daku bersama putri tercinta
Kiri bawah: kolam ikan yang di atasnya adalah jembatan harapan yang di ujung sana adalah sumur doa berbentuk silinder yang dari luar terlihat seperti cerobong asap sebuah kapal.
|
Berdua Intan di atas jembatan Harapan |
|
Bersama Wina, rehat sejenak di pinggir kolam ikan. Nah yang di atas kolam itu adalah jembatan harapan dan silinder itu adalah sumur doa sobs! |
Note:
Filosofi dari alur kunjungan :
Pengunjung diajak untuk merasakan bagaimana suasana tsunami itu melalui sebuah lorong sempit nan temaram, dimana kemudian, para korban dihanyutkan ke dalam sebuah sumur. Para korban yang tak berhasil selamat, maka akan abadi di dalam sumur tersebut (dg ditempelkannya nama-nama mereka), tapi bagi yang masih bernasib baik, dan mampu berusaha keras untuk survive, dengan bantuan Ilahi (cahaya dan kaligrafi Allah pada mulut sumur nun di atas sana), akhirnya berhasil keluar dari musibah itu, melalui lorong berliku (berjuang) hingga akhirnya sampai di jembatan harapan. Di ujung jembatan harapan (terlihat nama2 bendera berbagai negara donor), bantuan telah menanti untuk membantu para survivors melanjutkan kehidupannya. (ditandai dengan space of relief.