Picture taken by Alaika Abdullah, using Zenfone 2 at a florist in Lembang |
Pasti kita sudah sering banget membaca kalimat yang tertulis pada gambar di atas, ya, Sobs? Akan indah pada waktunya. Tapi pernahkah kita merenunginya dengan seksama?
Ih, boro-boro mikirin dan renungi kalimat itu, Al, mikirin kehidupan ini aja udah pusing atuhlah!
Hm, bener juga sih. Bagi kebanyakan dari kita, hidup ini semakin hari kok semakin sulit. Kebutuhan yang meningkat, seiring meningkatnya jumlah anggota keluarga, atau meningkatnya umur anggota keluarga itu sendiri [anak yang semakin gede, misalnya] memang tak bisa dipungkiri, juga memberi efek langsung pada kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Hadeuh, memang sih, ga salah jika begitu banyak bibir yang mengeluh. Duh, hidup ini tambah sulit ajah!
Etapi, mengeluh terus juga tak akan mampu menyelesaikan permasalahan kan? Yang ada justru pikiran semakin butek dan sempit. Hati jadi kelabu, dan gairah mengisi hari tak lagi menggebu.
Lalu harus bagaimana, Al? Emang kamu punya solusinya? Sok bijak deh, ih!
Hehe, emang sih, aku ga punya solusinya, Sobs! Karena aku sendiri juga sering mengalami persoalan-persoalan kehidupan yang seperti ini, sih! Apalagi kalo udah menyangkut kebutuhan untuk bayar biaya sekolah Intan yang setahun kudu bayar 3 kali, karena ada tiga semester dalam setahun, yang biaya per semesternya juga bikin jantung melambat detaknya. Hehe. Namun..., hadeuh, ga mau atuhlah jika jantungku sampai melambat apalagi berhenti detaknya. Makanya, biasanya nih, jika sudah galau tingkat dewa, gegara 'serangan teror' kebutuhan hidup yang belum terpenuhi, aku suka mengambil langkah ini, Sobs! BERKACA/BERCERMIN.
Ha, seriusan, Al? Bercermin means that you look at yourself on the mirror? Berdiri menghadap cermin sambil menatap bayangan diri? Begitu kah, Al? Hehe. YUP. Beneran, Berkaca. Duduklah dengan tenang di depan cermin. Atau jika tak ingin duduk, berdiri santailah di depannya. Tatap wajah dengan seksama. Lalu, ucapkan dengan penuh empathy kalimat ini.
"Hidup ini memang terkadang sulit, tapi yakin deh. Sesudah kesulitan akan ada kemudahan. Kita tak akan pernah mengenal kemudahan, jika tak pernah bertemu dengan kesulitan. Kita tak akan pernah tau bagaimana rasanya happy jika tak bertemu dengan sadness."
Ulangi kalimat itu seakan sedang berdialog dengan seseorang. Yakin deh, Sobs! Di saat galau, bahkan hati dan jiwa kita perlu tempat untuk berdialog, lho! Dan sebenar-benarnya tindakan, sebelum kita memutuskan untuk curhat pada orang lain, akan sangat baik jika kita bisa berdialog/sharing pada diri kita sendiri. Beneran, lho, Sobs! Aku sudah membuktikannya berkali-kali.
Cermin dan pantulan bayangan sendiri, adalah ibarat kita sedang berdialog dengan seseorang yang tak akan pernah membocorkan rahasia apa pun yang kita curhatkan padanya.
Lalu, apakah setelah itu, kita akan menemukan solusi dari masalahnya? Apakah masalahnya selesai setelah curhat? Tentu belum! Etapi, setidaknya, dengan releasing beban yang menghimpit dada, kita akan merasa lebih ringan, dan pikiran lebih jernih di dalam mencari solusi. Tak perlu merasa takut dianggap gila atau sakit jiwa, karena kita berdialog dengan cermin. Makanya sebelum melakukan langkah ini [berdiri di depan kaca dan berdialog dengan bayangan], kunci dulu pintu, pastikan kita hanya seorang diri. Hehe.
Setelah berdialog dengan cermin? Ngapain lagi, Al?
1. Renungkan
Setiap persoalan pasti ada sebabnya, donk? Coba mapping problemanya. Jadi ambil pinsil atau pulpen atau kalo perlu spidol dan kertas. Petakan persoalan yang sedang kita hadapi. Percaya deh, dengan menuliskannya ke atas sehelai kertas, kita akan bisa melihat dengan lebih jelas, masalah apa aja yang sedang kita hadapi.
2. Telaah
Apa aja sih penyebabnya ini? Kenapa sampai terjadi. Salahnya itu di mana, lengahnya di bagian mana hingga kita kecolongan atau hal ini menjadi problema.
3. Rencanakan solusinya
Ini memang tidak mudah. Bahkan terkadang, tidak setiap kita mampu menghasilkan solusi sendiri. Sah-sah saja jika kita ingin melibatkan orang terdekat untuk ikutan memikirkan solusi dari problema yang sedang kita hadapi. Tapi, keep in mind, pilihlah orang yang tepat untuk berbagi persoalan ini, karena takutnya, di depan kita iya iya, di belakang malah kayak radio. Menyiarkan kabar ini ke orang-orang lainnya. Yang ujung-ujungnya malah jadi menambah masalah.
4. Tindaklanjuti/eksekusi rencana hasil dari poin 3 di atas.
Setelah berembug, atau setelah semedi berfikir ulang, setitik harapan mulai membentang mungkin, titik pencerahan mulai bersinar, maka jangan pake 'lama', kuatkan tekad dan upaya untuk segera eksekusi/laksanakan agar tidak basi atau kembali 'melempem'.
5. Bersabarlah, karena habis gelap terbitlah terang kan?
Yup, setelah berupaya, ikhtiar, keep in mind that we are the planner, but the best planner is only HIM. The creaturer of the universe!
Yup, dengan menyadari sepenuhnya bahwa kita ini memang perencana, pembuat planning, tapi jangan lupa, bahwa perencana terbaik adalah sang MAHA PERENCANA, Dia adalah perencana ulung! Pencipta alam semesta.
Terkadang pada tahap ini, kita semakin tak sabar dan bertanya-tanya di dalam hati, Gusti, akan kah cobaa-Mu ini berakhir? Mampukah aku bangkit dari keterpurukan ini?
Menurutku sih, dan pengalamanku sejauh ini, jika sedang dihadapkan pada tahapan/poin 5 ini, aku akan melatih diri untuk berfikir dan mensugesti diri, 'sabar, Al. Tinggal beberapa langkah lagi. Yakinlah, Dia tidak tidur, dan Dia tak pernah mencoba kita melebihi batas kemampuan kita dalam menahan beban. Semua akan indah pada waktunya.'
Semoga...
catatan ringan sore hari,
Al, Kuningan - Jakarta, 15 April 2016