Foto milik Ghazali Dasuqi/Detik.com |
Makanya, aku ga mau ikutan posting ah! Etapi, status seorang teman di facebook yang berbunyi;
Nenek Asyani yang dituduh mencuri kayu dikenai hukuman 1 tahun penjara. Dia histeris. Meskipun aku miris dan kasihan, tapi kalau memang mencuri sebaiknya dihukum agar gugur dosa-dosanya di dunia. Tetapi kepada penegak hukum aku tegaskan bawa jika Nenek tua yang tampak miskin ini dihukum 1 tahun, maka para pencuri kayu seperti kasus2 illegal logging itu dihukum seumur hidup! Itu baru adil ~tulis seorang teman baik, di wall fbnya. ~
Ha? So? Nenek malang ini divonis bersalah? Oh Tuhan.... sungguh malang nasibmu, Nek. Sungguh, dengan perasaan miris, aku seakan dikomando oleh hati nurani untuk mencari tau. Sebenarnya gimana sih kasus yang menimpa nenek renta berusia 63 tahun asal Dusun Krastan - Desa/Kecamatan Jatibanteng - Situbondo ini?
Browsing sana browsing sini, mencoba mengurut histori kasus ini, akhirnya aku mencoba merunut kejadian dari awal hingga akhir, yang ujung-ujungnya, tak urung, sukses menitikkan air mataku. Duh, mirisnya nasibmu, Nek!
Awal Kisah
Enam tahun lalu, tersebutlah seorang nenek renta bernama Asyani, dari sebuah dusun di pelosok Situbondo. Bersama sang suami [yang saat itu masih hidup], memutuskan untuk menebang 7 kayu jati dari lahan yang saat itu masih sah menjadi miliknya. Karena ketiadaan ongkos angkut, maka ketujuh kayu jati itu dibiarkan saja di tekape hingga kemudian lahan itu berpindah tangan [dijual]. Suaminya meninggal dunia, dan baru pada Desember 2014, si nenek memiliki dana untuk upah mengangkut kayu itu. Diajaknyalah Ruslan, menantunya; Sucipto, si tukang kayu ; dan Abdus Salam, sang sopir pick up, yang kemudian ikut diringkus oleh aparat bersamaan dengan penangkapan Nenek Asyani.
Nenek Asyani ditangkap? Karena apa? Tuduhannya apa?
Ya karena ada orang Perhutani yang memergoki si Nenek beserta 'crew'nya sedang mengangkut tujuh kayu jati itu, yang disinyalir bahwa kayu itu adalah milik Perhutani. Ilegal logging, tuduhan kerennya. Memang sih, kabarnya Perhutani sedang kehilangan dua kayu jati.
“Saya mengambil kayu jati di lahan sendiri. Sekarang lahan itu sudah saya jual. Penebangnya suami saya yang sekarang sudah meninggal. Jadi, saya tidak mencuri, saksinya orang sekampung,” ungkap Asyani dengan bahasa Madura karena tidak bisa berbahasa Indonesia. Selama menjalani sidang, Asyani terlihat pasrah menerima nasibnya. ~ seperti dilansir oleh www.liputan-terkini.com/5242/sedih-banget-nenek-ini-dihukum-karena-dituduh-mencuri-kayunya-sendiri.htmlKeterangan yang dibenarkan oleh Pak Kades itu dikuatkan pula oleh kuasa hukum sang nenek berupa copy berkas kepemilikan lahan enam tahun lalu, yang tentunya masih merupakan milik Nenek Asyani. Namun, Ibu Jaksa Penuntut Umum bersikeras menjerat ke-empat tertuduh dengan dakwaan masing-masing yang intinya adalah bahwa mereka telah melanggar beberapa pasal yang berhubungan dengan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Aih. Seyem juga yaaaa?
Tentu saja Nenek Asyani bagai orang jatuh ketimpa tangga. Tak pernah terlintas di benaknya jika perbuatan mengambil kayu jati dari lahannya sendiri akan menjeratnya seperti ini. Betapa beruntungnya sang suami yang telah lebih dulu mendahuluinya. Hiks..
Singkat cerita, Nenek renta 63 tahunan ini pun terpaksa mendekam di dalam ruang tahanan yang pengap, dan bersimpuh tersedu kala Ibu Jaksa mendakwanya untuk tuntutan bersalah. Berurai airmata, nenek tua renta ini memohon agar Majelis Hakim mengampuninya, dan meminta untuk dipercaya bahwa dia tidak mencuri. Kayu-kayu itu adalah miliknya semata.
Foto dipinjam dari Liputan Terkini [dot] com Link : http://www.liputan-terkini.com/5242/sedih-banget-nenek-ini-dihukum-karena-dituduh-mencuri-kayunya-sendiri.html |
Nenek Asyani dinyatakan Bersalah
Perjalanan panjang membebaskan Nenek Asyani dari jeratan hukum, ternyata tidak berujung baik. Berbagai usaha yang dilakukan oleh Bapak Supriyono, kuasa hukum sang nenek, tidak membuahkan hasil gemilang. Majelis hakim tetap terpengaruh oleh dakwaan ibu Jaksa Penuntut Umum, yang bersikeras bahwa Nenek Asyani harus diberikan hukuman yang setimpal. Karena?
Karena berdasarkan fakta persidangan, nenek tua ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 huruf [d] juncto Pasal 83 Ayat [1] UU Nomor 18 Tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. ~seperti dilansir oleh http://news.detik.com/read/2015/04/23/162800/2896358/10/divonis-bersalah-nenek-asyani-tantang-majelis-hakim-sumpah-pocong
Tak ayal, oleh Majelis hakim yang dipimpin Kadek Dedy Arcana, Nenek Asyani diganjar 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan. Tak hanya itu, nenek renta ini juga didenda Rp 500 juta subsider 1 hari kurungan. Selain itu, Hakim juga memerintahkan agar barang bukti mobil pick up L-300 dikembalikan kepada saksi Abdussalam, serta 38 sirap kayu jati dirampas untuk negara. Weleh weleh..., malangnya nasibmu, Nek!
Lalu bagaimana tanggapan Nenek Asyani mendapatkan ganjaran hukuman ini?
Miris, Sobs! Kasian banget! Walau tak harus kembali ke dalam penjara, karena Majelis Hakim memutuskan bahwa walau diputuskan bersalah, tapi tidak perlu dijalankan oleh terdakwa *emang bisa ya?*, namun tentu saja mental nenek tua ini terpukul banget kan ya?
Tak tanggung-tanggung, Nenek Asyani pun menantang Hakim untuk melakukan sumpah pocong, untuk membuktikan bahwa dirinya tidak mencuri. Yaaa, tentu saja sebuah tantangan yang tidak dianggap lah oleh majelis hakim yang terhormat. Namun, kuasa hukum Nenek Asyani ternyata tidak akan tinggal diam.
Duh, Sobs, miris banget jadi rakyat kecil? Kemana ya, jiwa-jiwa pejuang keadilan di negeri ini? Kenapa hanya segelintir saja yang masih berhati bersih dan berjiwa mulia? Jadi melo deh aku menutup kisah ini. Kerasa enggak sih kalo hukum kita tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Oya, untuk ke tiga 'krew' nenek Asyani, mereka juga diganjar hukuman bersalah, seperti yang tercuplik dari berita yang dilansir oleh http://www.merdeka.com/peristiwa/nenek-asyani-divonis-bersalah-pengacara-akan-laporkan-hakim-ke-ky.html ini.
penelusuran jejak kasus Nenek Asyani
Al, Bandung, 24 April 2015