My Virtual Corner
  • Home
  • Meet Me
  • Contact
  • Disclosure
  • Category
    • Motivation
    • Traveling
    • Parenting
    • Lifestyle
    • Review
    • Tips
    • Beauty
      • Inner Beauty
      • Outer Beauty
Ijinkan aku memulai lanjutan dari postingan 'kulit luar Syiah, Tehran' dengan sebuah pertanyaan, Sobs.

Apa yang terpatri di benak Sobats setiap mendengar nama negeri ini disebutkan? Iran, ya Iran. :)
Apakah sama dengan yang terlintas di benak dan imaginasiku? Aku akan serta merta membayangkan, negeri ini dipenuhi oleh pria tampan berjenggot, bersorban, dan alim. Serta kaum wanitanya yang cantik jelita, berjubah hitam dari kepala hingga ke mata kaki.
Sebuah negeri bernama Persia, berbudaya tinggi dengan kaum Adam dan Hawanya yang menawan dan juga merupakan negerinya kaum Syiah. Samakah imaginasi ini dengan bayangan yang ada di benak Sobats?

Picture is taken Alaika Abdullah at Bazorgh Bazaar. 
Bayangan/imagi ini terus tersimpan di benakku hingga pesawat yang aku tumpangi [Turkish Airlines] dari Istanbul hendak mendarat di bandara Ayatullah Khomeini, Tehran. Sebenarnya, sudah mulai ada keraguan di hati ini, gegara melihat kebanyakan penumpang wanita [yang menuju Iran] ini berpakaian tidak muslimah [baju tanpa lengan dan jeans serta tidak menutup kepala/tidak berhijab], namun aku mencoba berfikir positif, mungkin mereka ini adalah para wisatawan yang hendak ke Iran/Tehran. Tapi, wisatawan sekali pun, layaknya kan pake pakaian yang sopan ya, Sobs, karena kan menuju ke sebuah negeri yang memberlakukan regulasi syariah? Nama negaranya saja Republik Islam Iran. Islam gitu lho! So? Tapi ya, sudahlah, tak berhak dunk aku/kita menghakiminya. Haha.

Well, landed safely, perubahan-perubahan drastis seperti yang aku tuliskan di sini pun terjadi. Wanita-wanita seksi tadi pun berubah menjadi wanita berkerudung [menutup rambutnya dengan selendang atau kerudung] dan berjubah! Aku pun manggut-manggut. Oh, begini rupanya. Begini toh? I see. :)
Sedikit nakal, aku pun terpanggil untuk menilik kelakuan orang-orang di toilet wanita, haha. Dan ternyata, beberapa wanita berpakaian seksi berambut blonde, sedang memakaikan jubah hitam panjang [chador trendy] ke tubuhnya, praktis membungkus tubuh yang tadinya hanya dibalut oleh pakaian seksi. Lalu rambut blondenya yang cantik itu, diikat dan diberi sanggul raksasa berjuluk 'punuk unta', haha. Hampir melongo, aku segera masuk ke salah satu ruang kecil berlagak hendak pipis. Ya iyalah, daripada dicurigai sebagai penyusup/mata-mata, mending langsung kamuflase kan ya? :D

Surprise demi surprise memang menyambutku tiada henti. Dimulai dengan temperatur udara yang panasnya minta ampun [sekitar 41 derajat celcius], yang langsung menyapa pipi, hingga ke wajah-wajah cantik dan tampan mempesona yang menyegarkan mata. Namun baru saja menikmati rasa segar oleh pemandangan aduhai itu, rasa damai itu menurun menyaksikan jenis kendaraan yang lalu lalang di jalanan kota metropolis Tehran yang luas dan lapang itu, berupa kendaraan-kendaraan yang menurut pandanganku sih, masuk kategori jadul. Haha. Oops, tak bermaksud merendahkan, tapi begitulah yang tertangkap oleh pandangan mata dan kamera. Apa daya, mata dan kamera tak mungkin bohong kan ya? Dan mungkin, ini adalah efek dari kelamaan diembargo kali ya? :(

Pictures taken by Okana Abdullah, on the way to hotel from Khomeini Airport


Sulit mengungkapkan rasa yang bergelora di dada saat menyadari bahwa diriku telah benar-benar berada di negeri yang satu ini. Sebuah negeri yang sebenarnya belum pernah masuk ke dalam daftar negeri yang ingin aku kunjungi. Namun, tentu saja hatiku berdegup gembira manakala melihat nama Iran tercantum di dalam itinerary usulan adikku. Berwisata ke Iran, negerinya almarhum Ayatullah Khomeini. Wow! Amazing!

Inilah Iran

Tak sabar rasanya kami untuk segera keluar dari hotel guna sight seeing dan cari bukaan puasa. Kota ini, apalagi pemandangan yang terlihat sepanjang perjalanan dari bandara ke hotel tadi, sungguh membuat rasa exciting di hati seperti meledak meletup deh, Sobs! Haha. Sungguh, sulit bener menggambarkannya, tapi yang pasti, suasana Timur Tengahnya kerasa banget deh. Apalagi dengan view khas Timur Tengah seperti yang terlihat pada foto-foto di bawah ini.


Suasana jalanan terlihat lengang kala kami menumpang taksi, mencari tempat untuk berbuka puasa. Tak banyak restoran yang buka atau memang daerah di mana kami tinggal ini termasuk daerah yang sepi? Padahal, kabarnya kota Tehran ini adalah kota metropolitan selaku ibukota negara. Entahlah, kami belum bisa menebaknya. Supir taksi yang kami tumpangi sama sekali tak bisa berbahasa Inggris, sehingga adikku terpaksa mengeluarkan beberapa kata kunci dari 'kantong doraemon' miliknya. Pertama, sudah pasti dicobanya bahasa Inggris. Teryata bahasa international yang sudah merakyat ini, tak sampai menjangkau khalayak di negeri Syiah ini. Supir taksi geleng-geleng kepala sambil tetap berbicara dalam bahasa Farsi. Andri, adikku, tak paham pula bahasa ini. 

Dicobanya bahasa Turkey, si supir geleng-geleng kepala. Ayahku mencoba bahasa Arab, No, masih geleng-geleng kepala. Bahasa Rusia, apalagi! Haha. Andri mencoba bahasa Azarbaijan. Dan click! Supir taksi berseru gembira dan percakapan pun on the track alias mengalir lancar! Bravo, Ndri. Salut deh dengan koleksi bahasa yang engkau miliki. Ckckck. Diantarnya lah kami ke sebuah restoran yang lumayan besar, namun lengang. Penataan ruangan seadaanya, padahal jika didecor layaknya restoran besar, kuyakin resto ini akan banyak menarik pengunjung. 

Kendala bahasa kembali terjadi di sini. Farsi melawan Turkey. Haha. Akhirnya win-win solution pun diambil, Inggris walau si pelayan sedikit terbata-bata. :D
Giliran membaca menu, ampun bo'. Bisa dibaca tapi ga tau artinya! Haha. Ya iyalah, tulisannya menggunakan huruf arab tapi bahasanya bahasa Farsi. Cakep!

Keren ya menunya? Lalu apa yang kami pesan? 
Inilah yang hadir setelah berdialog sejenak dengan si pelayan dalam menentukan menu berbuka di hari pertama di Tehran. :)

Nasi minyak [lupa nama Irannya], ayam gulai ala Iran, plus Pepsi dan air mineral.
Oya, sempat juga beli roti jala ala Iran. :)

Iran, si Negeri Syiah Sejati

Berwisata ke Iran, beberapa teman memang menyarankan untuk main ke Isfahan dan beberapa tempat keren lainnya. Namun kami malah jadi ingin melawan arus. Iran adalah sebuah negeri yang ‘unik’. Penganut paham Syiah Itsna Asyariyyah atau Syiah Imam Dua Belas. Desas desus tentang paham ini begitu bergema dan sering menjadi buah bibir. Rasanya sungguh disayangkan jika setelah menginjakkan kaki di negeri ini, kami tak memanfaatkan waktu untuk meng-eksplorasi kabar ini secara langsung. Yah, walau pun tentu saja, dengan waktu kami yang sangat sedikit, jelas tak akan mampu mengungkap informasinya secara utuh sih. Namun, setidaknya, berada langsung di negeri ini, kami ingin memuaskan rasa penasaran kami dengan menemukan jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang selama ini cukup membuat kami mengerutkan kening. 

Apa benar orang-orang Syiah [Iran] itu hanya melakukan shalat 3 kali sehari? Dengan membawa shalat Ashar ke Zuhur dan Maghrib ke Isya? Apa benar Shalat Jumat tidak wajib di Iran? Atau kalau pun melaksanakan shalat Jumat, maka shalat zuhur tetap harus dilaksanakan? Apa benar Orang Iran kalo shalat senantiasa meletakkan batu kecil [yang terbuat dari tanah Karbala] di bagian kepala sajadah untuk disujudi? Apa benar orang kota Qom dan muslimah pedesaan Iran menggunakan chador? Dan beberapa ‘apa benar’ lainnya.

Tertarik untuk ikut menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas, Sobats tercinta? Yuk ikuti lanjutan postingannya di sini yaaa.

Sepenggal catatan dan kenangan perjalanan ke Iran,
Al, Banda Aceh, 21 Agustus 2013


Related Post;

IRAN 
Ke Makam Ayatullah Khomeini yuk!
Hazrat Fatimah Masyumah Shrine
Iran, si Negeri Syiah Sejati
Fenomena Operasi Plastik di Iran
Kulit Luar Syiah, Tehran - Qom
Hello from Tehran

Turkey
Sensasi Lebaran di Negeri Orang - Turkey
Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey

Berlebaran di negeri orang, tentu punya sensasi tersendiri. Itu juga yang sedang aku rasakan dan coba untuk nikmati. Rasa kangen kampung halaman, kangen akan suasana meriah bin heboh ala lebaran di negeri tercinta, jelas bikin hati tak lagi berada di sini, namun akan rugi besar donk jika aku menurutkan rasa melo dan kangen kampung ini terus menggerogoti. Karenanya, kami pun menyiapkan diri sambut lebaran kali ini, di sebuah negeri dua benua bernama Turkey, tepatnya di kota metropolitan Istanbul. :)
Lebaran tanpa ketupat setidaknya lontong hambar donk? Makanya, adikku ternyata telah menyiapkan alat perang. Plastik khusus tahan panas dan beras untuk lontong telah tersedia. Ga nyangka deh jika adikku yang macho ini udah melebihi emak-emak dalam beraksi di dapur. Haha. Menjadi anak perantauan ternyata cukup mumpuni dalam menggemblengnya menjadi anak mandiri dan tak manja. Jago masak [dengan guru andalan tak lain tak bukan adalah Mbah Guru: Google]. :D

Beras dikira-kira dan masuk ke dalam plastik, lalu direbus ke dalam panci yang telah disiapkan di atas kompor. Dan dibiarkan saja di atas api yang terus menyala hingga tiga jam kemudian, beras putih di dalam plastik tadi, berubah menjadi sebuah lontong yang lumayan besar, berwujuh putih bersih dan padat! Wow. Aku dan ibu saja, di kampung sana, ga pernah bikin lontong sendiri deh, Sobs, biasanya kami pesan pada tetangga, haha. Ealah, si adik malah begitu piawai membuatnya. Aku dibikin melongo, mengingat dulunya, di kampung halaman, nih anak ga pernah turun ke dapur. :)

Untuk lauknya? Gampang. Santan kemasan kaleng tersedia di kulkas, sayuran dan daging, menanti untuk diolah. Sayangnya, malam itu, kami malah lebih tertarik untuk internetan dan menunda masak lauk pauk ini. Haha, dasar onliners! Pertimbangan lainnya adalah, besoknya kan mau halal bi halal ke Konsulat Jenderal RI, setelah pulang dari shalat Ied di Sultah Ahmet Mosque, jadi mending malamnya aja deh kita masak rendang dan teman-temannya itu. :)

Malam lebaran, tak bisa dipungkiri, hati kami terasa kosong karena ada rasa yang hilang yaitu rasa haru mendengar gema takbir, tak hadir di sini? Apakah karena hati kami telah redup atau tertutup? Nooooo, bukan! Tapi karena memang tak terdengar gema takbir di sini? Tepatnya di Gultepe, daerah di mana kami tinggal. Mungkin karena banyak pendatang di lingkungan ini, dan udah pada mudik kali ya? Makanya ga ada yang takbiran. Entahlah.

Shalat Ied Idul Fithri 

Tadinya aku udah sempat kecewa, karena jalanan terlihat begitu lengang saat kami melenggang keluar rumah. Sepi! Beda jauh dengan di negeri tercinta, di mana pada hari pertama lebaran, pagi hari akan terlihat meriah dan jalanan penuh dengan masyarakat yang saling menyapa. Berpakaian rapi dan cantik, menuju mesjid atau lapangan-lapangan untuk shalat Ied dengan hati yang gembira. Di sini? Malah beberapa orang terlihat seadanya saja, melintas di jalan raya. Tak terlihat sama sekali menenteng sajadah, berbaju bersih dan rapi [apalagi berbaju baru]. Hm... beginikah cara negeri keren dan moderen ini sambut hari kemenangan?

Untung saja aku menahan diri untuk tidak serta merta menghakimi negeri cantik ini, Sobs. Meninggalkan Gultepe menuju ke Mesjid Sultan Ahmet [the Blue Mosque], kami mulai melihat keramaian. Semakin ke pusat kota dan mendekati area, semakin terlihat geliat semangat orang-orang yang bergerak cepat menuju arena. Pakaiannya juga terlihat bersahaja, rapi, bersih dan indah. Juga, sajadah tertenteng di tangan masing-masing. Alhamdulillah, serta merta hati kami ikut berwarna, gembira. Larut dalam keramaian, membuat hati ini ceria dan bahagia. Apalagi melihat pihak Fatih Belediyesi [Kecamatan Fatih], di mana mesjid Sultan Ahmet ini berada, sibuk mempersiapkan kenyamanan bagi para jemaah Shalat Ied. Halaman mesjid yang luas juga terlihat semarak oleh umbul-umbul yang dipasang untuk memeriahkan hari kemenangan ini. Juga beberapa tenda didirikan. Tadinya sempat heran, untuk apa tenda-tenda ini? Tapi begitu mendekati tekape [tenda-tenda itu], aku melihat berkotak-kotak manisan [Turkish Delight] dan air mineral gelas, duduk manis, menanti untuk dibagi-bagikan kepada para jemaah usai shalat nanti. Wow! Kagum deh dengan perhatian-perhatian kecil yang dipersembahkan oleh masing-masing kecamatan di negeri ini. :). Kabarnya setiap kecamatan menyediakan cemilan-cemilan seperti in bagi para jemaah shalat Ied.

Panitia Kecamatan Sibuk membagikan manisan dan air mineral usai shalat Ied
Jika di negeri tercinta, lautan jemaah [khususnya yang wanita] akan terlihat dalam balutan nuansa putih [mukena putih nan cantik menawan, maka jangan heran jika kita tak menemukan nuansa indah seperti itu di sini, Sobs. Karena di negeri ini, budaya memakai mukena saat shalat bukanlah budaya mereka. Lalu bagaimana kah mereka menunaikan shalat? Pakai apa kalo enggak pakai mukena? Ya pakai baju biasa yang menutup aurat, tangan dan kaki ya terlihat begitu deh. :) Dan kali ini, aku mengikuti cara mereka, enggak enak juga rasanya tampil sendirian bermukena. Tapi dengan menggunakan kaus kaki untuk tutupi kaki, hanya tangan yang terlihat. Rasanya memang aneh sih, tapi ayah bilang sih udah sah itu. Okd, Yah. :)

Nah, gadis kecil ber-rok hijau ini, sedang membagikan manisan untuk para jemaah, usai shalat Ied. :)
Perhatikan deh, Sobs, ada dua kepala yang bermukena, kayaknya tuh orang Indonesia deh. :)
Berlebaran di negeri orang, memang memberikan sensasi tersendiri, namun jika ditanya, enakan mana lebaran di Indonesia apa di luar negeri, maka sejujurnya akan aku jawab, enakan di Indo dunk ah! Hehe. Namun, bukan berarti lebaran di sini enggak enak lho ya, pasti asyik dunk, kapan lagi mau lebaran di negeri orang jika bukan saat ada kesempatan emas seperti ini kan? Alhamdulillah, thanks for my lovely brother for his awesome invitation. :)



Terus apalagi yang unik di Istanbul saat lebaran, Al? 

Ada. Ada sebuah tradisi unik yang bikin kagum hati ini saat mengalaminya lho, Sobs. Yaitu tradisi memuliakan tamu dengan menuangkan cologne ke tangan para tamu yang bersilaturrahmi, oleh si tuan rumah. Sungguh, tradisi ini bikin mata dan hatiku langsung bilang WOW deh, Sobs. Ikuti postingannya di sini yaaa. Oya, sebuah sensasi kebersamaan yang timbul saat berkunjung ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Istanbul, yang juga bikin hati bahagia. Laporan tentang itu juga segera menyusul, okeh?  :)


Postingan lanjutan ; Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey baca di sini yaa. 


Sepenggal catatan dan kenangan perjalanan,

Al, Istanbul, 8 Agustus 2013

Related Post;

IRAN 
Ke Makam Ayatullah Khomeini yuk!
Hazrat Fatimah Masyumah Shrine
Iran, si Negeri Syiah Sejati
Yuk Main ke Iran
Fenomena Operasi Plastik di Iran
Kulit Luar Syiah, Tehran - Qom
Hello from Tehran

Turkey
Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey

Sebenarnya ingin posting artikel tentang kisah perjalananku kemarin ke Istanbul, Belarus dan Iran. Namun, iseng main ke rumah si Mbah, eh lihat tampilan halaman muka si Mbah yang unik hari ini, jadi ikutan terharu deh, Sobs. Jadi mikir untuk ikut si mbah juga dunk. Masak si Mbah aja yang bukan orang Indonesia, bisa-bisanya bikin tampilan keren nan menggugah darah merah putih menggelegak penuh bangga, sementara kita, yang pribumi sejati, malahan melempem dalam menyambut hari kemerdekaan negeri tercinta ini dan mengisinya?
Pasti Sobats juga sudah lihat tampilan halaman rumahnya si Mbah hari ini kan?

Walau ada teman yang sempat komentar bahwa si burung Garuda kok malah tampil layaknya ayam penyet, tapi menurutku, inisiatif si Mbah dalam mengapresiasi hari kemerdekaan negeri kita, wajib diacungi jempol dunk ah! Ya enggak, Sobs?

Merdeka, memang bukanlah berarti kita bebas berbuat apa saja, apalagi bertindak sesuka hati dan ujung-ujungnya malah merugikan diri sendiri dan masyarakat. Juga bukan berarti bahwa kita menuntut dan terus menerus menyalahkan pemerintah dan pihak terkait, yang belum mampu membebaskan negeri tercinta ini dari carut marut kemelaratan. Namun, merdeka, menurutku adalah bagaimana kita berupaya, turut serta dalam mensyukuri kemerdekaan negeri ini, mencoba mengisinya dengan hal-hal positif yang kita mampu. Yah, setidaknya berusaha untuk memperbaiki diri sendiri, menyuntikkan aura positif di dalam diri, dan berupaya untuk mampu memancarkannya pada lingkungan sekitar. Yah, setidaknya, pada lingkungan terdekat, yaitu keluarga. Bukankah mencoba meminimalisir aura negatif, juga berarti meminimalisir rasa 'susah'?

Jadi, yuk kita syukuri kemerdekaan yang telah dipersembahkan oleh para pejuang bangsa, yuk kita pelajari dan resapi sejarah perjuangan bangsa, mari lestarikan budaya negeri tercinta, dan mari berbangga menjadi bangsa Indonesia. Negeri elok - mutiara dari Khatulistiwa.

Dirgahayu Negeriku, semoga semakin berkibar dan jaya, oleh kreativitas dan innovasi persembahan anak negeri. Merdeka!


Catatan spesial hari kemerdekaan,
Alaika, Banda Aceh, 17 Agustus 2013





Lebaran, siapa pun pasti maklum dan paham benar akan kebahagiaan yang terpancar di balik hari kemenangan ini. Idul Fithri, sejak dulu memang disambut penuh suka cita oleh setiap anak negeri [Indonesia khususnya]. Tak peduli puasanya full tiga puluh hari atau hanya sekedar puasa 'yang yuk' seadanya. Yang pasti, setiap orang akan happy sambut hari kemenangan bertajuk Idul Fithri. :)

Pada kesempatan indah ini pula, ijinkan daku haturkan pinta, ke haribaan Sobats semua. Untuk langkah yang bekaskan lara, untuk kata yang rangkaikan dusta, untuk tingkah dan polahku yang mungkin torehkan luka, mohon ampuni dan bukakan pintu maafmu ya, Sobats tercinta. Minal Aizin Wal Faizin, maafkan lahir dan batin. 

Selamat jalan wahai Ramadhan,
Selamat datang wahai hari kemenangan,
Wahai Tuhan kami Ilahi Rabbi, 
Terimalah amal ibadah kami, 
dan ijinkan kami bertemu kembali dengannya di tahun depan. 
Aamiin.
Hope to see you again, Rama!

Saleum,
Al, Istanbul, 7 Agustus 2013.
Sebenarnya ini bukan kali pertama melihat orang dan sekelompok orang yang hidungnya diperban, di Tehran, Iran. Pertama kali melihatnya adalah saat memasuki hotel berkonsep apartemen yang kami huni selama di Iran ini. Sedang duduk menanti adikku yang sedang di bagian reservasi, tiba-tiba melintas di depanku sekelompok orang [mungkin sebuah keluarga] yang terdiri dari seorang laki-laki [mungkin ayah], dua orang putri dan seorang ibu. Putrinya kira-kira seusia deh dengan Intanku. :)

Yang bikin pikiranku langsung menduga bahwa keluarga ini baru saja mengalami kecelakaan adalah karena semuanya berperban. Tapi kok ya, lukanya di tempat yang sama gitu lho! Pada bagian hidung! Ini kecelakaan apa sih? Kok bisa sama tempat cideranya? Pada hidung semua? 

Udah gatel banget tanganku ingin mengarahkan moncong kamera ke 'target' area, tapi ga mungkin banget, bisa dianggap enggak sopan nih. Tapi emang nih tangan udah pengen ceklik aja. Tapi ga enak sama adik iparku jika tanganku terlalu aktif jadi paparazi gitu kan? Apalagi tuh orang-orang yang sedang berperban hidungnya berdirinya tak jauh di depan kami duduk, dan sedang melihat juga ke arahku, yang keheranan menatap mereka. Segera deh aku alihkan pandang seraya menyimpan sebongkah besar tanya di hati. 

'Dik, itu orang-orang apa kecelakaan ya? Tapi kok lukanya sama semua tempatnya? Apa terjerembab sampai patah hidungnya?' 

Adikku langsung tertawa. 'Haha, jangan heran, Kak. Bukan cuma Korea Selatan lho yang hobby plastic surgery, nih, this Syiah country, juga getol banget operasi plastik!'

Sebuah berita yang langsung bikin aku melongo. 'Hah, masak sih, Dik. Bukannya hidung orang Iran udah mancung-mancung gitu, kok malah dioperasi lagi?' Kalimat polos bin culun pun meluncur dari bibirku.

'Yah, namanya juga manusia, Kak, cakep kurang cakep lah. My Iranian colleagues told me about that. And now, you seen it yourself, right?'

Aku mengangguk. Bertambah satu pengetahuan lagi tentang fenomena ini. Keesokan harinya, saat sang tour guide mendampingi, kulemparkan tanya ini tanpa jeda. Penasaran banget soalnya. Hehe.

'Sir, I heard that having plastic surgery are very common here. Especially for sharpening the nose. Is it true?' Lontarku seraya menunjuk seorang wanita cantik yang kebetulan melintas di depan minibus kami. Wanita cantik dengan hidung yang berperban. 

'Yeah, that is true. Most of Iranian people are sharpening their nose. The price for the plastic surgery is much cheaper here than in Europe countries. That is why, even some of foreigners are having the surgery here.'

Oalah, rek! Udah dikasih hidung mancung dan cantik, masih kurang juga yak? Masih memerlukan campur tangan dokter bedah plastik segala. 

Well, Sobats tercinta, begitulah fenomena tentang plastic surgery itu. Ternyata ini BUKAN hanya isu belaka. Aku sudah membaca tentangnya, melihat dan kini mendengar langsung dari sumber aslinya, di sini. Ternyata, benar adanya, bahwa fenomena memancungkan hidung dan operasi plastik lainnya, marak berlangsung di negeri ini. Memang yaaaa? Cakep kurang cakep! Manusia ini, jarang sekali bisa puas dengan apa yang sudah dimilikinya. Huft. Anda berminat untuk memancungkan hidung atau melakukan operasi plastik lainnya? Hati-hati lho, pilihlah plastik yang bagus yaaaa, jangan dari ember bekas pulak. Hehe. #Just kidding. 

Nah, Sobats, berhubung postingnya masih thru email, maka cukup sekian dulu deh updatenya yaaa. See you in the next post. Semoga besok malam bisa posting dari Istanbul via blogger.com. :)

Saleum,
Al, Tehran, 7 Agustus 2013

NB: Internet di Iran benar2 terbatas, bukan hanya ga bisa akses FB dan socmed lainnya, akses blogger.com untuk posting pun tak mampu. Bahkan untuk balas komen saja pun tak bisa. Karenanya, maafkan ya, Sobs, jika komentar2 Sobats belum bisa aku balas, juga belum bisa bewe. Mohon dimengerti yaaa, hatur nuhun. :)

Related Post;

IRAN 
Ke Makam Ayatullah Khomeini yuk!
Hazrat Fatimah Masyumah Shrine
Iran, si Negeri Syiah Sejati
Yuk Main ke Iran
Kulit Luar Syiah, Tehran - Qom
Hello from Tehran

Turkey
Sensasi Lebaran di Negeri Orang - Turkey
Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey

Hari ini, kedudukan antara rasa lelah dan happy bersaing ketat. Seems fifty fifty. Tapi setelah ditimbang-timbang kembali, akhirnya rasa happy yang mengungguli! Why? Karena wisata hari ini, the second day @tehran, membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Agency menyediakan tour guide yang tak hanya cas cis cus bahasa Inggrisnya, tapi juga simpatik dan enak dipandang mata lah. Haha. Juga, kami disediakan sebuah mobil van yang sangat luas untuk tour ini. Asyik deh pokoke!

Banyak hal sebenarnya yang ingin segera aku share tentang negeri Syiah ini, namun sayangnya, posting via email seperti ini membuat penyusunan gambar jadi tak apik. Jadi berita menarik tentang ekplorasi spektakuler ini, terpaksa aku tunda sampai aku bisa kembali mengakses blogger.com deh yaaa. :)

Bicara tentang tempat wisata di Iran, beberapa teman menyarankan utk ke Esfahan dan beberapa tempat keren lainnya, tapi kami justru memutuskan untuk melawan arus! Ya, kami memilih untuk mengeksplorasi 'desas-desus' tentang Syiah. Mengunjungi kota suci Qom adalah salah satu caranya. Ayahku, sudah lama sekali menyimpan rasa penasaran; apa benar orang2 Syiah (Iran) melakukan shalat 3 kali saja dalam sehari? Dengan membawa shalat Ashar ke Zhuhur dan Magrib ke Isya? Apa benar Mesjid dikunci rapat setelah selesai mereka lakukan shalat Maghrib? 

Apa benar orang Iran kalo shalat senantiasa meletakkan batu kecil (berbentuk lingkaran) yg terbuat dari tanah Karbala di bagian kepala sajadah, untuk di sujudi? Apa benar orang kota Qom dan musllimah pedesaan Iran menggunakan jubah/syedar? Dan beberapa 'apa benar' lainnya.

Dan hari ini, kami berkesempatan untuk TAK HANYA  sampai ke kota Qom, tapi juga berkesempatan masuk ke mesjid Maksum Zahra (di Iran malah disebut sebagai Shrine, bukan Mosque), mungkin karena di dalam mesjidnya terdapat makam keramat (Maksyum Zahra), juga berkesempatan langsung untuk menyaksikan bahkan ikut shalat berjamaah di mesjid ini. 

Ternyata, semua pertanyaan di atas terjawab sudah! BUKAN rumors jika kaum Syiah hanya melaksanakan shalat tiga kali sehari, dengan membawa zuhur ke ashar dan Isya ke magrib. BUKAN rumors jika mereka meletakkan batu/tanah Karbala di bagian sujud mereka (pada posisi dahi), BUKAN rumors pula jika pada syahadatain, mereka menambahkan kata Saidina Ali bla bla bla di penghujung kalimatnya. Dan banyak 'BUKAN rumors' lainnya yang sudah tak sabar ingin aku share. Namun postingan tanpa gambar, jelas akan terasa hambar, so, nantikan reportase lemgkapnya setelah akses ke blogger.com dapat ditembus kembali, ya Sobs. Which is means, after we are back to Istanbul. :)

Untuk kali ini, hanya ingin sampaikan sedikit informasi tambahan terhadap postingan sebelumnya, tentang busana wanita di Iran. Untuk kota besar seperti Tehran, mata kita akan terbiasa melihat wanita2 cantik yang menutup kepalanya seadanya saja, alias hanya menyematkan sehelai selendang, menutupi sebagian rambutnya, sementara bagian depannya (poni) dan sepertiga rambut depan, menyapa bebas penikmatnya. Oya, mereka juga menggunakan 'sanggul' yang luar biasa besar dan tinggi. Ini nih yang sebenarnya pantas disebut menyerupai 'punuk unta', bukan sanggul yang biasa menghias hijab kaum hijabers Indo lho!
:D.

Pakaian muslim 'modern' ini, tidak akan kita jumpai lagi saat kita memasuki kota suci Qom. Di sini, kita akan ditatap seperti alien, jika memasuki kota ini hanya bermodalkan celana panjang, baju muslim biasa dan selendang, bahkan hijab ala Alaika. Haha. Karena wanita di sini, menggunakan jubah (di sini disebut Syedar) hitam panjang. Yang menyelimuti tubuh dan kepala. Bagian wajah tidak ditutup.

Nah, enaknya, panitia Mesjid Qom, menyediakan syedar bagi para wanita (pengunjung tamu), sehingga tidak terkendala untuk memasuki mesjid ini. Sebuah mesjid yang menarik, mewah dan di dalamnya bersemayam jasad seseorang yang dikeramatkan.

Again, karena ga bisa menata letak foto dengan apik via email, maka postingan lengkapnya segera menyusul deh, Sobs! Dan sebagai pemancing rasa penasaran Sobats semua, yuk aku share dua buah foto saat aku dan adik iparku harus berbalut syedar agar diperbolehkan memasuki Mesjid Qom ini yuk. :)





See you in the next post yaaa.
Saleum,
Al, Tehran, 5 Agustus 2013


Related Post;

IRAN 
Ke Makam Ayatullah Khomeini yuk!
Hazrat Fatimah Masyumah Shrine
Iran, si Negeri Syiah Sejati
Yuk Main ke Iran
Fenomena Operasi Plastik di Iran
Hello from Tehran

Turkey
Sensasi Lebaran di Negeri Orang - Turkey
Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey

Tak terasa waktu seakan berlari! Cepat banget paginya, padahal mataku masih berat sekali untuk diajak bekerjasama, melek dan bersiap-siap untuk perjalanan selanjutnya. Iya, ngnatuk banget masih! Perjalanan dari Belarus ke Istanbul yang hanya memakan waktu 2,5 jam, kok rasanya menghasilkan rasa lelah dan ngantuk yang luar biasa ya? Padahal kan cuma duduk manis saja di pesawat, malahan aku sempat tidur hingga 2 jam tuh di atas sana. :D Tapi kok iya ngantuk ini tetap masih memberati pelupuk mata untuk mulai menyambut pagi.

Ah iya, jelas saja dunk aku ngantuk banget, gegaranya tak lain dan tak bukan, ya karena segelas kopi cappuchion buatan Belarus itu! Yang bikin aku jadi begadang semalaman setelahnya. 

Penerbangan ke Tehran, Iran, pagi ini dijadwalkan oleh Turkish Airline tepat pada pukul 10 waktu Istanbul, artinya pukul 7.30 pagi kami udah harus check out dari rumah menuju bandara Ataturk donk. And here we are! Ataturk airport tepat pada pukul 8.35 menit. Layaknya penerbangan international, apalagi di luar negeri yang udah pada canggih, maka prosedur untuk masuk airportnya pun udah lebih maju [ribet] dibandingkan di tanah air. Urusan check in, clear, no problem at all. Lanjut ke bagian imigrasi [passport control], antri yang tidak begitu rame [mungkin karena masih penerbangan pagi], dan sebuah stempel keluar [cikis] dari istanbul pun kembali menempel dengan manis di samping stempel tanda masuk [giris] yang baru saja nempel di sana tadi malam. Kedua stempel ini kini duduk manis, mendampingi visa on arrival yang baru saja dibeli tadi malam saat memasuki istanbul dari Belarus. Ini kali kedua beli visa Turki. Yang pertama usianya sekitar 8 hari, kadaluarsa karena kami meninggalkan Turki menuju Belarus. Dan kemarin malam, Visa Turki kedua, menjadi penghuni salah satu halaman passportku begitu kami kembali masuk ke Turki. Sayangnya, usia visa ini kurang dari 24 jam, karena pagi ini kami sudah meninggalkan Turki menuju Iran. Dua puluh lima dolar Amrik hanya untuk semalam. Hehe. 

Beres urusan pengesahan passport, berikutnya yang sering bikin sebal adalah justru proses melintasi gate/pintu masuk ke waiting roomnya. Nah, di scanning gate ini lah yang sering bikin para penumpang 'sebel', karena harus balik lagi dan mengulangi proses scanning gate jika si pintu ini berbunyi.

Itu pula yang bikin aku males untuk mengenakan ikat pinggang jika akan naik pesawat terutama keluar negeri. Mengapa? Karena untuk passing/melintasi scanning gate, kita diminta untuk menanggalkan benda-benda metal seperti jam tangan, tali pinggang, accesoris yang terbuat dari metal dan memasukkannya ke dalam sebuah baki yang disediakan, lalu si baki masuk ke screeening belt sementara kita melintas di scanning gate. Ada pemandangan menarik yang sedikit bikin mata segar nih sebenarnya pada proses ini di Istanbul dan Belarus, Sobs. Negeri yang kaum Adamnya tampan2 ini, bikin mata jadi segar deh melihat aksi mereka melepaskan tali pinggang, memasukkannya ke dalam baki, begitu juga saat mengenakannya kemballi. Hahaha. Oops! Eits, boleh donk cuci mata. Hihi. 

Well, kali ini, walau aku sudah menanggalkan jam tangan, melepaskan gelang indah yang melingkar di lengan, mengeluarkan laptop, handphone dan tablet, eh tetap aja si scanning gate menjerit saat aku melintas. Ih, nyebelin deh kamu,gate! Si petugas Turki nan tampan mempesona, dengan sopan berkata 'Madam, please take your shoes off.'

Maka aku pun balik lagi ke tempat awal, membuka sepatu dan menempatkannya di baki khusus untuk sepatu, lalu dengan santai melintasi kembali si scanning gate. Kali ini dia diam, dan aku lolos melintas. Eh ternyata, scanning gate juga menjerit saat ayah melintas, dan akhirnya Ayah juga harus membuka sepatunya. Aman. Lalu penumpang berikutnya, ternyata tertular juga, tapi kali ini membuat kami [aku] yang sedang menanti Ayah, dapat pemandangan yang menyegarkan mata lagi dunk. "Menyaksikan kaum Adam Turki dan orang-orang asing nan tampan itu membuka dan memakai sepatu mereka kembali. Hahaha. 

Sebuah proses yang tidak dapat diminimalisir sih, dan karenanya, harus dicamkan diingatan nih, Sobs untuk berada di bandara jauh sebelum waktu keberangkatan, karena hal-hal seperti ini biasanya mencuri banyak waktu kita kan?

Well, lanjut ke waiting room, yang menurut papan display, kami kebagian gate numbe 205. Tapi membuatku jadi ragu begitu sampai di sana. Banyak sekali wanita cantik berwajah Arabia/Iranian gitu di sana, tapi pakaian mereka ini lho, celana jeans dengan kaos seksi bahkan backless! Apa ga salah nih? Pasti kita salah nih, Ndri, mungkin yang tujuan ke Tehran telah pindah gate. Check lagi gih!

"Nggak Kak, tuh lihat di display, masih 205 gate menuju Tehran. Jangan heran, orang Iran begitu tuh. Simpan dulu rasa heran Kakak, you will be more surprise when we landed.!"

Adikku sukses menanam sebuah rasa penasaran di hatiku, dan membuatku tak sabar untuk segera landed. Padahal terbang saja belum ini! Hihi.

Kuperhatikan diam-diam wajah-wajah cantik itu. Berpasangan dengan suami yang tampan, mereka-mereka ini adalah pasangan yang sangat sempurna. Betapa Allah menganugerahkan rupa dan fisik yang sempurna bagi mereka. Sungguh membuat mata jadi segar menatap mereka. Namun satu yang membuat imageku berubah. Selama ini, aku membayangkan orang Iran yang berpakaian muslimah. Tapi itu kan hak mereka ya, Sobs? Mungkin juga di negerinya, orang-orang berpakaian muslimah sejati, seperti yang sering kita saksikan di televisi atau dengar di berita-berita.

Aku kebagian kursi berdampingan dengan sepasang suami istri Iran yang tiada henti ngobrol sejak mulai berangkat sampai landed. Bukan, bukan ngobrol denganku, tapi ngobrol berdua donk, dalam bahasa Parsi yang jelas aku ga ngerti sama sekali. Hihi. Yang menarik perhatianku, wanita ini sama sekali tidak berpakaian muslim, padahal mau turun di Iran. Sebuah negeri yang kabarnya kaum wanita dikurung atau mengurung dirinya? di dalam jubah hitam panjang! Tapi, lagi-lagi, ity adalah urusan mereka toh? Hihi.

Tiba waktunya landed, dan saatnya bersiap untuk turun. Di sinilah apa yang dikatakan adikku tadi bereaksi. Yeah, I am so surprised! Kebetulan aku duduk di kursi dekat gang, jadi berkesempatan untuk bisa bebas berdiri bahkan keluar lebih dulu. Tapi aku memilih untuk berdiri dan melihat-lihat sekitar. Para wanita berpakaian seksi tadi, kini telah berubah! Bukan jadi satria baja hitam lho! Tapi telah memakai jubah/mantel dan menutup kepalanya, ada yang dengan selembar selendang saja, ada yang membungkus ala jilbab Arabia. Wow! Begini rupanya.
Keherananku masih berlanjut ketika aku ke toilet. Tujuanku bukan untuk pipis, tapi hanya sekedar ingin lihat toilet di Iran itu gimana. Hihi.
Dan di sini, aku berkesempatanan 'menonton' dua wanita berpakaian seksi [entah dari penerbangan mana], sedang berganti kostum. Kaos ketatnya kini dilapisi jubah hitam panjang dan lebar. Praktis banget malah untuk menyembunyikan seorang anak kecil malah di dalamnya, haha. Dan kemudian, mereka pun melenggang dengan santainya. Begini rupanya. Begini rupanya. Hatiku pun manggut-manggut. Hihi. Dan aku sepakat banget, bahwa segala sesuatu itu memang harus dari hati. Bahkan konstitusi [hukum/syariah] pun, tak akan mampu mengikat warganya untuk senantiasa tunduk dan patuh untuk melakukannya. Mereka hanya akan taat di kala masih berada di wilayah hukum yang bumi yang dipijak, namun begitu berada di luar area itu, ya begitu deh! Jilbab pun terbang lepas, jubah masuk tas, dan jadilah wanita-wanita seksi yang mencuri pandang siapa pun. :)

Segala sesuatu memang harus dari hati. Juga berjilbab sih, aku sendiri dulu juga begitu. Bahkan syariah tak mampu mengikatku untuk berhijab, namun tiba-tiba saja, kala hidayah itu mampir, Alhamdulillah, justru saat berada di luar wilayah hukum syariah, aku terpanggil untuk berhijab. Yah, semoga saja bisa komit untuk terus ke depannya, ya Sobs. Aamiin.

Back to the topic. Tehran, Iran, di sinilah kami sekarang. Sesuai arrangement pihak agency, kami disediakan sebuah taksi untuk menjemput ke bandara, sebuah apartemen hotel, seorang guide dan sebuah mobil rental untuk 3 hari wisata di Iran ini. Dan saat menulis postingan ini, terpaksa via email, karena ternyata, bukan hanya FB, Twitter dan aneka Social Media lainnya yang di blokir di negerinya Ayatullah Khomeini ini, tapi untuk masuk ke Blogger.com pun kagak bisa, cuy! Hiks. Mati gaya deh kayaknya ini, ga bisa update status di FB dan Twitter, haha.

Well, Sobats tercinta, sementara sekian dulu deh updatenya, mau istirahat sebentar charging energi, baru nanti jalan-jalan deh. Oya, temperatur udara berkisar antara 41 derajat celcius menurut yang terpampang di speedometer taksi tadi. Ampun deh. See you on the next post yaaa.

NB: untuk sementara, postingan 'all about tsunami' terpaksa delay dulu ya, Sobs, ga bisa akses blogger.com soalnya. 

Saleum,
Al, Tehran, 4 Agustus 2013

Related Post;

IRAN 
Ke Makam Ayatullah Khomeini yuk!
Hazrat Fatimah Masyumah Shrine
Iran, si Negeri Syiah Sejati
Yuk Main ke Iran
Fenomena Operasi Plastik di Iran
Kulit Luar Syiah, Tehran - Qom

Turkey
Sensasi Lebaran di Negeri Orang - Turkey
Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey

Ini adalah rangkaian kisah para survivors tsunami, yang dikemas secara berkesinambungan dalam tautan berjudul 'All About Tsunami '. Kisah sebelumnya disini

Hari Kedua,
@Lantai Dua Rumah kami

Picture is from here with text added by Alaika
Akhirnya sang fajar menampakkan diri. Cercah cahayanya yang mulai menyinari bumi, membuat Khai mencelupkan kakinya kembali ke dalam lumpur pekat penuh reruntuhan dan beberapa mayat yang telah di'pinggir'kan [diletakkan ke pinggir lorong], dengan satu tekad. Pulang. Tak kuasa dia menahan rasa ingin bertemu ayah ibu, sebuah rasa yang langsung menghentak jiwanya manakala matanya terbuka tadi subuh. Ya, dia menguatirkan ayah ibu. Walo para tetangga mengatakan ayah dan ibu selamat, namun hati kecilnya terasa begitu gelisah. Sungguh tak enak. Makanya tanpa menunggu sempurnanya cahaya mentari, lelaki muda itu telah menuruni tangga mesjid, mencelupkan kaki telanjangnya ke dalam lumpur, dan memulai perjalanan pulang, yang jika dalam keadaan normal hanya butuh waktu 4 menit dengan berlari-lari kecil. Namun dalam situasi yang seperti ini? Entahlah, yang pasti, tentu tak akan sesulit dan selama perjalanan yang ditempuhnya kemarin.

Cahaya mentari telah sempurna kala dirinya tiba di halaman rumah. Terbelalak, adalah reaksi awal dirinya menatap pintu rumah yang telah lepas, plong! Berikutnya adalah furniture yang telah tumbang dan tumpah ruah isinya. Beberapa ikan [bandeng atau gembung?] yang terkapar tak bernyawa. Dua ekor ular yang juga telah bernasib serupa. Alhamdulillah, sapuan matanya ke sana kemari tak menemukan mayat yang bergelimpangan di dalam rumah. Lega hatinya. Dilangkahkan kakinya ke dalam seraya memanggil ayah ibu.

"Umi, Ayah! Khai pulang nih!" Diseretnya langkah kaki melawan lumpur pekat, mencapai tangga. Dibersihkannya kakinya dengan segayung air dari galon air mineral yang diletakkan di tangga. Sementara di lantai atas, ayah dan ibu menjerit histeris mendengar suara panggilan ini.

Dengan menyeret kakinya yang kian bengkak, ayah berusaha bangkit, menangis tersedu kala melihat ke bawah, ke anak tangga, si putra bungsu sedang naik ke atas. Ibu tak kalah histerisnya. Menyebut asma Allah dalam jerit bahagia, mereka berusaha menggapai Khai. Sebuah reaksi yang langsung membuat adik lelakiku itu berurai airmata. Menyadari betapa ayah dan bunda begitu kehilangan dengan ketidakhadirannya di sisi mereka. Ketiganya berpelukan, sama-sama tersedu, di balik rasa syukur karena menyadari mukjizat yang Allah berikan kepada mereka bertiga yaitu kesempatan kedua.  Tangisan haru ini, tak pelak memancing linangan air mata para survivors lainnya. Selain ikut bahagia, mereka juga memanjatkan doa dan harapan, agar Allah juga berkenan memberikan kesempatan kedua bagi keluarga mereka.

Ribut-ribut itu tak urung membangunkan si kecil Wahyu. Anak cerdas ini serta merta bertanya dengan suara kecilnya. "Nenek, Oom sudah pulang ya? Ada bawa cucu?" OH TUHAN. Semua terdiam. Ibu dengan sigap menjawab.
"Oom, tokonya masih tutup ya? Kemana sih penjualnya? Apa pulang kampung dia ya? Padahal Wayu kan mau minum cucu!"

Sigap, Khai menangkap isyarat ini, dan langsung dengan tangkas menjawab. "Iya, tokonya tutup, pulang kampung yang punya tokonya. Yuk, sini Oom gendong yuk." Terenyuh hatinya melihat bocah dua tahunan ini, yang entah anak siapa. Wahyu menurut, dan langsung bersahabat dengan Khai. Berdua bocah itu, Khai menyantap sisa nasi putih yang dibawa Bang Gade tadi malam.

Tak banyak aktivitas yang bisa mereka lakukan pagi ini. Duka lara masih menyelimuti, rasa lelah juga masih tak mau pergi. Dr. Fanni terlihat berusaha untuk menguatkan diri, namun ingatan yang melayang pada anak dan suaminya, serta merta langsung memukul semangatnya kembali, sukses mengoyak duka dan mengundang riak bening di pelupuk mata. Bagaimana nasib anak-anak dan suami hamba ya, Allah. Selamatkah mereka? 

Tak gampang membangkitkan kembali semangat yang sedang terpuruk. Kelesuan semakin terlihat nyata pada raut wajah setiap mereka. Hening, sendu. Hingga tiba-tiba beberapa teriakan memecahkan kebisuan itu, terdengar sepertinya dari jalanan depan rumah.

"Assalammualaikum, apa ada yang selamat di rumah ini?"

Tak menunggu pertanyaan diulang, refleks para survivors lelaki termasuk Bang Gade dan Khai serempak menjawab seraya beranjak ke teras, melongok untuk melihat sang penanya. Dan berlangsunglah tanya jawab yang kemudian diakhiri oleh naiknya mereka ke lantai dua rumah kami. Dua orang dari mereka adalah anggota Brimob [yang kantor dan asramanya terletak di belakang komplek perumahan kami], yang adalah temannya ayah Wahyu. Tiga orang lainnya adalah Warga Perumnas Lingke, yang tak jauh dari kompleks kami, yang sedang mencari anggota keluarga mereka. Berita paling menyedihkan yang mereka dapati pagi itu adalah bahwa Ayahnya Wahyu ditemukan tewas bersama kakaknya Wahyu [dengan posisi dalam dekapan sang ayah], terhimpit di samping sebuah mobil. Hiks. Air mata tak tertahankan di mata semuanya, apalagi kala mata mereka menatap si bocah cilik cerdas, yang dalam hitungan detik kemarin [ternyata] telah menjadi yatim piatu [ibunya Wahyu ditemukan tewas tak jauh dari rumah mereka/asrama].

Pembicaraan penuh keprihatinan dan pilu itu berakhir dengan keputusan untuk menyerahkan Wahyu kepada kedua anggota Brimob itu, dengan pertimbangan, akan lebih mudah bagi keluarga Wahyu [kakek-nenek atau kerabatnya] nanti dalam menemukan bocah itu, jika Wahyu diserahkan kepada instansi di mana ayahnya bekerja. Sementara jika tetap bersama ibu, maka diperkirakan akan sulit melacaknya karena kemungkinan besar ibu, ayah dan Khai akan mengungsi entah kemana. Serah terima itu disertai wanti-wanti dari ibuku [yang telah menjadi nenek angkat Wahyu selama 24 jam itu], agar menjaga Wahyu dengan sebaik-baiknya. Air mata tak tertahan, terus saja menggenangi dan merendam bola mata ibuku. :(

Udin, Dr. Fanni dan para survivor lainnya, memutuskan untuk ikut rombongan pendata ke camp pengungsian, sementara ayah, ibu, Khai, ibunya Putri sekeluarga, ikut mengungsi ke rumah Bang Gade. Maka, sekitar pukul 10 pagi itu, rombongan kecil itu, bahu membahu menurunkan para survivors yang lemah [Dr. Fanni, Udin dan Ayah] ke jalan raya. Sebuah usaha yang sungguh sulit kala itu, mengingat halaman depan rumah kami, berikut jalannya, masih penuh lumpur, tumpukan reruntuhan dan mayat yang bergelimpangan di luar halaman rumah.

Usaha keras itu akhirnya berhasil tuntas [semua survivors berhasil dievakuasi], dan tinggallah rumah kami kosong melompong. Perjalanan menuju tempat pengungsian masing-masing [kelompok ayah ke rumah bang Gade, dan kelompok Dr. Fanni ke camp pengungsian] akhirnya tuntas dalam waktu yang hampir seharian. Malam kedua tsunami pun telah menanti, dengan harapan yang masih abu-abu bahkan cenderung pekat. Entahlah, serasa tak ada lagi kehidupan di bumi serambi Mekkah ini, jika melihat kerusakan yang ditimbulkan dan gelimpangan mayat di sepanjang jalan menuju pengungsian tadi. Sungguh, Maha Besar Allah dengan segala kehendak dan kekuasaaanNya. Adalah perkara one click bagi-Nya, jika Dia berkehendak untuk menghancur-leburkan tanah Aceh ini Dan itu terlihat nyata di mata mereka. Siapa yang berani membantah kenyataan ini? No one!

Rumah kami telah kosong, meninggalkan kehampaan dan aura duka yang mendalam. Aura itulah yang menyambut kepulanganku yang penuh perjuangan menembus belantara lumpur, reruntuhan dan tumpukan mayat sepanjang jalan T. Nyak Arief menuju rumah kami. Kehampaan itu semakin nyata dan sukses mengoyak hatiku, manakala aku berhasil menjejakkan kakiku di rumah tempat aku bertumbuh, yang telah 9 tahun tidak boleh aku datangi lagi.

Rumah kosong, penuh lumpur, dengan furniture yang telah ambruk dan tumpah ruah, serta sebuah foto besar berpigura kokoh. Foto keluarga kami, yang terlihat begitu anggun dan gagah. Foto keluarga dengan pakaian tradisional Aceh, terpampang jelas menantang. Sayangnya, there is no more me in the picture! Tak ada lagi aku di foto itu. Bener sekali, aku sungguh telah dibuang, dikucilkan. Bahkan di foto pun, aku tak lagi boleh mendampingi. Jadi hanya tinggal tiga orang anak ayah dan ibuku. Z, A, dan Khai. Sementara aku? Deleted and blocked. Hiks.


~ Bersambung ~

Kisah-kisah sebelumnya bisa dibaca di sini, ya, Sobs!

  1. all about tsunami - The Survivors - Ibundaku dan Rumah
  2. all about tsunami: The Eleven Survivors
  3. all about tsunami: Hari Kedua
  4. all about tsunami: Gade and Me
  5. all about tsunami: Khai and the Genk
  6. all about tsunami: Khai and Perjuangan Pulang
  7. all about tsunami: Malam Pertama
  8. all about tsunami: Hari Kedua
  9. ........

Sebuah catatan pembelajaran, tentang kisah tsunami dan para  penyintas [survivor]nya. 
Al, Minsk, Belarus, 2 Agustus 2013

Ini adalah rangkaian kisah para survivors tsunami, yang dikemas secara berkesinambungan dalam tautan berjudul 'All About Tsunami '. Kisah sebelumnya disini


@Rumah Kami, Malam itu
26 Desember 2004, first night of tsunami

Picture Grabbed from here
Jika malam itu Khai bisa tidur lelap akibat hati tenang dan tubuh yang kelelahan - kehabisan tenaga, maka tidaklah demikian halnya dengan para survivors di lantai dua rumah kami. Dalam keremangan cahaya lilin, wajah-wajah lesu itu berselimut pilu, dililit pula oleh derita fisik akibat hempasan gelombang, masih ditambah lagi oleh gemuruh orkestra biologis yang bersumber dari dalam saluran pencernaan. LAPAR! Seharian penuh belum ada sebentuk makanan pun yang mampir di kerongkongan, hanya air, air dan air. Itu pun bermodalkan lima galon yang terapung dan selamat di dapur. 

Wahyu, si bocah cilik, semakin tak sabar 'menanti Oom pulang membawa susu'. Mulai merengek di pelukan ibu. Beberapa orang dewasa mencoba menghibur dan mengalihkan perhatiannya, namun tetap saja, "Nek, Oomnya kok lama kali? Wayu mau cucu, Wayu lapel!" Rengekannya sungguh menyayat iba. Duh, bagaimana keadaan ibu dan ayahmu nak? Selamatkah mereka? Justru pertanyaan itu yang kerap mampir di batin ibu, yang menggendong Wahyu dan mencoba menghiburnya.

"Wayu minum putih dulu yaaa, ntar lagi Oom pasti sampai. Nanti kita buat cucunya, sekarang, Wayu bobok dulu yuk, kan udah malam, ntar kalo Oom udh sampe, Nenek bangunkan untuk minum cucu, ok?" Bujuk ibu tiada henti. 

Lain lagi dengan Udin, yang tampaknya kian tinggi demamnya. Diarenya sepertinya mulai mereda, setelah bolak balik ibu mengoleskan minyak kayu putih yang ada di kotak obatnya Khai, ke perut dan dada Udin. Bocah laki-laki sepuluh tahunan itu, kini mengingau, bahkan sepertinya disertai mimpi buruk, atau sedang 'menyaksikan' tayangan ulang peristiwa dirinya terhempas gelombang tadi pagi? Igauannya, yang memanggil ayah atau ibunya silih berganti, membuat ibu [di sela-sela gundahnya] harus berlagak dan menirukan suara ayah atau ibunya Udin, untuk menenangkan bocah itu. Anehnya, Udin jadi tenang dan melanjutkan tidurnya, setiap mendengarkan suara 'bujukan ayah atau ibunya' yang ditirukan oleh ibu. 

Dr. Fanni? Tentu punya kisah tersendiri. Janin dalam kandungannya sepertinya unjuk rasa karena tak lagi nyaman di dalam kandungan sang bunda. Gelisah dan sangat tak ingin memberati ibu, sang dokter ini berusaha sedapat mungkin untuk tidak mengeluh. Sedapat mungkin untuk meredam keluhan meluncur dari lidahnya. Namun apa daya, pergerakan bayinya yang mungkin meronta karena lapar, membuat dirinya tak berdaya. Berusaha sedapat mungkin untuk bangkit, mencapai tempat air minum. Seorang bapak, buru-buru bangkit untuk menolong menuangkan air dari galon air mineral itu ke gelas yang dari tadi memang menjadi tempat minum sang dokter. 

Ayah lain lagi, di tengah rasa lapar yang memecut perut, dan rasa nyeri yang mengusik kaki yang kian membengkak, deraan batinnya justru berjaya merebut kemenangan. Tak mampu diredamnya air mata begitu ingatannya melayang ke putra bungsu tercinta. Khai, bagaimana nasibmu, anakku? Dimana engkau, Nak? Selamatkah engkau? Atau dimana mayatmu kini? Semakin deraslah air mata ayahku. Sementara ibu masih mampu berpura-pura. Tak ingin menambah gulana hati ayahanda, bunda sengaja berlagak tetap tabah, padahal hatinya sudah menjerit tersedu. Ibu mana yang tak gundah gulana, memikirkan ananda yang tak tentu rimbanya. Adakah dirinya bernasib serupa dengan para mayat yang terkapar di sekitar rumah? Nauzubillah, ya Allah, selamatkan putra hamba. 

"Assalammualaikum." Sebuah suara yang didahului oleh cahaya senter, menghampiri teras atas rumah kami. Dari atap rumahnya Ikshan. Sebuah suara khas, yang langsung membuat ayah dan ibu menjerit lega. Bukan! Bukan suara Khai. Tapi itu adalah suara Bang Gade. 

"Waalaikum salam, Ya Allah, Gade! Dari mana kamu naik?" Ibuku adalah orang pertama yang mengenali suaranya, bangkit dari memoleskan minyak kayu putih ke perut Udin, beliau menyambut Bang Gade, yang kepayahan membawa dua plastik besar sesuatu.

"Dari rumah si Ikshan, Kak. Ini saya bawa nasi untuk kakak dan semuanya. Pasti sudah lapar sekali kan? Ini saya juga bawa air minum. Ayo, semuanya, ayo makan dulu. Pasti udah lapar ya?" Dengan sigap, Bang Gade membagi-bagikan satu bungkus nasi ke setiap survivors, yang langsung disambut haru dan masing-masingnya membuka dan mulai menyantapnya dengan lahap. 

"Ya Allah, Gade, terima kasih banyak atas perhatianmu." Ayah berucap penuh haru, kala Bang Gade mendekatinya, memeluknya dan membukakan nasi untuk ayahku. 

Ayah menolak untuk disuapi ibu, karena beliau merasa masih mampu melakukannya, jadi kini ibuku menyuapkan nasi itu untuk dr. Fanni sekaligus juga untuk dirinya sendiri. Sementara Bang Gade menyuapi Udin, yang masih lemah dan meriang. Malam itu, setidaknya para survivors dapat bernapas lega, karena orkestra biologis telah mereda. Tidur sekejap adalah harapan utama sebelum menghadapi hari esok yang belum tentu bagaimana. Tapi bagaimana mau tidur jika setiap kali mata dipejamkan, justru bayangan anggota keluarga yang belum jelas keberadaannya yang terlintas? 

Itu juga yang membuat ayahku semakin malam, semakin gundah. Bacaan surah-surah al-Quran yang beliau hapalkan, satu persatu meluncur dari bibirnya, namun kekusyukannya tak lama bertahan karena langsung ternoda oleh sedu sedan yang tak tertahan. Hiks. Ibu semakin gundah menghadapi 'polah' para survivors. Akhirnya beliau pun terpengaruh, tak lagi mampu bertahan dalam ketegarannya. Air mata pun tak kuasa bertahan, membobol pertahanan dan membentuk sungai yang mengairi pipi. 

Bang Gade, sang penolong, berusaha untuk menabahkan ayah dan ibu, namun akhirnya malah ikutan dalam aliran musik sendu yang dihasilkan oleh tangisan lirih ayah ibu. Sungguh, suatu malam yang penuh duka dan mengguratkan kenangan yang tak akan pernah luput dari ingatan para survivors ini. Ditambah pula dengan sang waktu yang sepertinya begitu enggan untuk bergerak cepat, merambat lambat bagai siput yang semakin sekarat. Malam kelam, udara dingin nan lembab dengan mayat bertebaran di dalam lumpur dan reruntuhan sekitar rumah dan lingkungan, sungguh sebuah kenyataan yang menyayat hati dan menambah duka lara. 

Tak sabar semuanya menanti sang fajar, menanti secercah cahaya Ilahi Rabbi, karena semuanya hakkul yakin, bahwa Allah punya rencana lain bagi mereka, para survivors, yang masih diberi kesempatan untuk melanjutkan kehidupan. Nantikan kisah hari kedua tsunami, saat semuanya harus meninggalkan rumah dan mengungsi. Tentang Wahyu yang ternyata menjadi yatim piatu, tentang Udin dan yang lainnya yang harus mengakhiri kebersamaan mereka di lantai dua rumah kami. 


~ Bersambung ke postingan berikut:
all about tsunami: Hari Kedua

Sebuah catatan pembelajaran, tentang kisah tsunami dan para  penyintas [survivor]nya. 
Al, Istanbul, Turkey, 28 Juli 2013

Newer Posts Older Posts Home

Author

I am a chemical engineer who is in love in humanity work, content creation, and women empowerment.

SUBSCRIBE & FOLLOW

Speaker

Speaker
I love to talk/share about Digital Literacy, Social Media Management, Content Creation, Personal Branding, Mindset Transformation

1st Winner

1st Winner
Click the picture to read more about this.

1st Winner

1st Winner
Pemenang Utama Blog Competition yang diselenggarakan oleh Falcon Pictures. Click the picture to read more about this.

1st Winner

1st Winner
Blogging Competition yang diselenggarakan oleh Balitbang PUPR

Podcast Winner

Podcast Winner
Pemenang Pilihan Dewan Juri - Podcast Hari Kemerdekaan RI ke 75 by KOMINFO

Winner

Winner
Lomba Menulis Tentang Kebencanaan 2014 - Diselenggarakan oleh Pemerintah Aceh

Winner

Winner
Juara Berbagai Blogging Competition

Featured Post

Yuk telusuri Selat Bosphorus yuk!

Yuk telusuri Selat Bosphorus yuk! Sesaat sebelum naik ke kapal verry Ki-ka: Adik ipar, Aku dan Ayah. Hai.... hai.... hai! In...

POPULAR POSTS

  • Pesan Google agar Aman nge-Job Review dan tetap Terindeks
  • Manusia Pertama, Manusia Purba atau Nabi Adam ya?
  • It's Me!
  • Laksamana Malahayati, Kartini Lain sebelum Kartini
  • Srikandi Blogger di mataku.
  • Kiat Penting agar Warung Tetap Eksis & Laris Manis
  • How To Write a Motivation/Cover Letter
  • Tantangan Para Pengrajin Lokal dan Solusi untuk Memasarkan Hasil Kerajinan Tangan
  • Solusi Bikin Paypal Tanpa Nama Belakang
  • Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak

Categories

  • about me 1
  • accessconsciousness 1
  • advertorial 10
  • Anak Lanang 1
  • awards 20
  • bali 1
  • banner 1
  • bars 1
  • Beauty Corner 29
  • belarus 5
  • bisnis 1
  • Blog Review 2
  • blogger perempuan 1
  • blogging tips 9
  • Budaya 1
  • Catatan 12
  • catatan spesial 19
  • catatan. 53
  • catatan. task 20
  • cryptocurrency 1
  • culinary 5
  • curahan hati 6
  • daftar isi blog 1
  • dailycolor 1
  • DF Clinic 12
  • disclosure 1
  • edisi duo 5
  • email post 10
  • embun pagi 1
  • episode kehidupan 1
  • event 4
  • fashion 3
  • financial 1
  • giveaway 48
  • Gratitude 1
  • health info 9
  • Healthy-Life 16
  • info 23
  • innerbeauty 9
  • iran 4
  • joke 4
  • kenangan masa kecil 3
  • kenangan terindah 12
  • keseharianku 2
  • kisah 14
  • kisah jenaka 7
  • knowledge 2
  • kompetisi blog 1
  • komunitas 2
  • KopDar 8
  • Korea 1
  • kuliner 7
  • Lawan TB 2
  • lesson learnt 7
  • life 2
  • lifestyle 4
  • lineation 32
  • lingkungan 1
  • Literasi Digital 2
  • motivation 9
  • museum tsunami aceh 1
  • New Year 2
  • order 1
  • oriflameku 2
  • parenting 4
  • perempuan tangguh 4
  • perjalanan tiga negara 1
  • personal 3
  • petualangan gaib 6
  • photography 1
  • picture 5
  • podcast 1
  • Profile 12
  • puisi 5
  • reflection 3
  • renungan 25
  • reportase 23
  • resensi 2
  • review 42
  • review aplikasi 1
  • rupa 1
  • Sahabat JKN 2
  • sakit 1
  • sea of life 17
  • sejarah 5
  • Sekedar 1
  • sekedar coretan 76
  • sekedar info 23
  • self-love 1
  • selingan semusim 9
  • seri BRR 4
  • snack asyik 1
  • Srikandi Blogger 2
  • Srikandi Blogger 2013 7
  • Srikandi Blogger 2014 4
  • SWAM 1
  • task 43
  • teknologi 1
  • tentang Intan 34
  • Test 1
  • testimoni 9
  • Tips 57
  • tradisi 1
  • tragedy 1
  • traveling 59
  • true story 7
  • tsunami 9
  • turkey 9
  • tutorial 7
  • visa 1
  • wisata tsunami 2

Followers


Blog Archive

  • December (1)
  • October (1)
  • March (1)
  • August (2)
  • May (1)
  • April (2)
  • March (6)
  • February (3)
  • January (1)
  • December (1)
  • November (5)
  • October (4)
  • September (3)
  • August (5)
  • July (3)
  • April (1)
  • January (1)
  • December (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • June (1)
  • February (1)
  • December (1)
  • September (2)
  • August (2)
  • July (1)
  • June (1)
  • March (1)
  • February (1)
  • December (5)
  • September (2)
  • August (3)
  • July (1)
  • May (3)
  • April (2)
  • March (1)
  • February (1)
  • January (7)
  • December (1)
  • November (5)
  • September (3)
  • August (1)
  • July (4)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (3)
  • March (6)
  • February (5)
  • January (7)
  • December (8)
  • November (4)
  • October (12)
  • September (4)
  • August (3)
  • July (2)
  • June (5)
  • May (5)
  • April (1)
  • March (5)
  • February (4)
  • January (6)
  • December (5)
  • November (4)
  • October (8)
  • September (5)
  • August (6)
  • July (3)
  • June (7)
  • May (6)
  • April (7)
  • March (4)
  • February (4)
  • January (17)
  • December (10)
  • November (10)
  • October (3)
  • September (2)
  • August (5)
  • July (7)
  • June (2)
  • May (8)
  • April (8)
  • March (8)
  • February (7)
  • January (9)
  • December (10)
  • November (7)
  • October (11)
  • September (13)
  • August (5)
  • July (9)
  • June (4)
  • May (1)
  • April (12)
  • March (25)
  • February (28)
  • January (31)
  • December (8)
  • November (3)
  • October (1)
  • September (12)
  • August (10)
  • July (5)
  • June (13)
  • May (12)
  • April (19)
  • March (15)
  • February (16)
  • January (9)
  • December (14)
  • November (16)
  • October (23)
  • September (19)
  • August (14)
  • July (22)
  • June (18)
  • May (18)
  • April (19)
  • March (21)
  • February (27)
  • January (17)
  • December (23)
  • November (20)
  • October (16)
  • September (5)
  • August (2)
  • March (1)
  • December (2)
  • April (1)
  • March (1)
  • February (6)
  • January (1)
  • December (1)
  • November (4)
  • September (4)
  • August (1)
  • July (8)
  • June (16)

Oddthemes

Flickr Images

Copyright © My Virtual Corner. Designed by OddThemes