My Virtual Corner
  • Home
  • Meet Me
  • Contact
  • Disclosure
  • Category
    • Motivation
    • Traveling
    • Parenting
    • Lifestyle
    • Review
    • Tips
    • Beauty
      • Inner Beauty
      • Outer Beauty
Aceh tak hanya masyur akan kekayaan dalam hal sumber daya alam yang melimpah, tetapi juga terkenal kaya akan masa lalu yang gemilang.
Di sisi lain, sebuah konflik berkepanjangan, yang mendera daerah ini dan memasung masyarakatnya dalam deraan ketakutan dan genggaman penderitaan pun, tak ayal membuat tanah rencong ini menjadi panas bergolak, dan sukses menimba rasa prihatin dan iba dari saudaranya di provinsi lain, Indonesia. 

Tak cukup hanya terisolir serta terjepit diantara ancaman pihak separatis dan tentara nasional Indonesia, penderitaan berkepanjangan dan cekaman ketakutan ini disempurnakan pula oleh sebuah tragedy dasyat yang diawali dengan guncangan hebat berskala 9,1 Skala Richter dan kemudian, diantara komat kamit lafadz zikir dan kepasrahan kepada Ilahi, yang keluar dari bibir setiap penduduk, sebuah riak kecil yang sekonyong-konyong berubah menjadi gelombang hitam mengerikan pun datang menggulung, menerjang apa saja yang ada di hadapannya. Hari itu, semua pikiran seragam. “Kiamat telah menjemput!”
Dalam sekejap, ratusan ribu nyawa melayang, terluka, dan sebagian hilang tanpa jejak. Aneka bangunan rusak, ambruk dan bahkan ada yang rata dengan tanah. Belum lagi berbagai kerugian material lainnya yang tak akan cukup halaman buku jika disebutkan satu persatu. Tragis! Itulah kata yang sangat layak mewakili kenyataan yang disebabkan oleh tragedy 26 Desember 2004 itu.
Indonesia berkabung, dan dunia menangis, terenyuh. Melihat daerah yang pernah begitu gemilang, namun kemudian tenggelam dalam isolir konflik itu kini disempurnakan deritanya dengan sebuah bencana yang maha dasyat.
Maka, tanpa ada yang mampu menghalangi, pintu baja itu pun terkuak lebar. Menerima dengan penuh haru perhatian dan uluran tangan dari para relawan. Lokal, Nasional dan International bersatu padu, tanpa membedakan suku bangsa, agama dan warna kulit. Semuanya hadir dengan tujuan yang sama. Membantu daerah Aceh dan masyarakatnya untuk bangkit setelah terpuruk oleh hantaman tragedi.
Seperti yang juga telah aku uraikan dalam postingan ini dan ini, adalah tidak mudah memulihkan kondisi masyarakat yang terkena trauma, juga bukanlah hal yang gampang memperbaiki kondisi yang rusak dan luluh lantak akibat bencana ini. Perlu pemikiran dan perencanaan matang dalam menata kembali sebuah daerah yang telah porak poranda. Perlu pemikiran logis dan terstruktur merelokasi the survivors/penyintas (orang-orang yang selamat dari musibah), yang desanya telah tenggalam dalam lautan. Semua perlu kerja keras dan pemikiran matang. Dan terutama adalah perlu hati nurani yang tulus dan ikhlas!
Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi berjalan dengan semangat dan tekad baja. Semua pihak bahu membahu dalam menggalang dana, menyumbangkan tenaga dan pikirannya agar masyarakat dan daerah Aceh - Nias dapat segera bangkit dan melanjutkan kehidupannya.
Tahun demi tahun pun berlalu, geliat masyarakat di daerah ini pun mulai bersemangat. Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi berlangsung gemilang. Walau di sana sini tentu saja masih ada noda yang tak kan mungkin bersih sempurna.  Senyum getir itupun mulai berubah manis, cerah dan gembira. Semangat hidup itu kembali bertunas. Bersiap mekar menghias hari esok yang lebih baik. Sesuai dengan slogan Build Back a better Aceh and Nias.
Masa lalu, sepahit apapun itu, adalah guru terbaik dalam menuntun umat manusia ke jalan yang lebih baik.
Begitu juga dengan bencana bernama cantik ‘tsunami’ ini. Terkandung hikmah di dalamnya agar manusia menyiapkan antisipasi di masa datang, untuk mengurangi resiko bencana jika si bencana berkunjung kembali.
Maka, atas prakarsa berbagai pihak, sebuah museum megah pun didirikan untuk mengenang tragedi dasyat ini dan menjadi arena pembelajaran/studi juga sebagai tempat perlindungan dari tsunami  (jika terulang kembali).
Museum itu bernama Museum Tsunami Aceh.
Rancangan bangunan nya pun tak main-main. Sebuah sayembara desain diselenggarakan untuk mencari desain terbaik yang akhirnya dimenangkan oleh seorang arsitek anak negeri, bernama Ridwan Kamil. 

Gedung megah ini didesain dengan konsep rumah tradisional masyarakat Aceh berupa rumah panggung (rumoh Aceh) diambil sebagai analogi dasar massa bangunan. Dengan konsep rumah panggung, bangunan ini juga dapat berfungsi sebagai escape hill (bukit penyelamatan), sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai salah satu antisipasi lokasi penyelamatan/evakuasi jika terjadinya banjir dan bencana tsunami di masa datang.  
Kemudian juga ada the hill of light, selain taman untuk evakuasi yang dipenuhi ratusan tiang, para pengunjung dapat meletakkan karangan bunga, semacam personal space dan juga ada memorial hall di ruang bawah tanah serta dilengkapi ruang pameran. Desain ini sarat dengan konten lokal.
Tarian saman sebagai cerminan Hablumminannas (konsep hubungan antar manusia dalam Islam) distilasi kedalam pola fasade bangunan. Tampilan eksterior yang luar biasa yang mengekspresikan keberagaman budaya Aceh melalui pemakaian ornamen dekoratif unsur transparansi elemen kulit luar bangunan.
Sungguh sebuah desain yang unik dan luar biasa. Bila diperhatikan dari atas, museum ini merefleksikan gelombang tsunami, tapi kalo dilihat dari samping (bawah) nampak seperti kapal penyelamat dengan geladak yang luas sebagai escape building, lengkap dengan cerobong asap yang sebenarnya adalah ruangan silinder bernama Sumur Doa.



Ketiga gambar di atas diculik dari sini, sini dan sini

Gedung megah yang memakan biaya sekitar Rp. 70 miliar ini berlokasi di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh, dan dibuka setiap hari  (kecuali Jumat), mulai pukul 10.00 -12.00 dan 14.00 – 17.00 wib. Museum ini terbagi atas dua bagian utama yaitu, bagian luar/eksterior dan bagian dalam/interior museum. Bagian dalam dirancang dalam tiga spaces utama yaitu spaces of memory; spaces of hopes dan spaces of relief.
Untuk lebih jelasnya yuk kita langsung do the tour aja yuk sobs.

Bagian Dalam/Interior Museum
Nah, ini adalah sayap kanan museum, dan pintu masuk ke dalamnya adalah dari sini sobs! Yuk aku bukain pintunya.... 


* Spaces of Memory *

Dua orang security guard menyambut kedatangan kami (aku dan Wina, temanku) dengan ramah.
“Selamat datang di museum tsunami cut kak, berani masuk atau perlu diantar?”
Sungguh sebuah pertanyaan yang membuat kami mengernyitkan kening. Memang sih, hari itu, Kamis (tanggalnya aku lupa), museum terasa lengang. Sepi dari pengunjung yang memasuki museum. Ada sih beberapa puluh yang duduk-duduk di ruang terbuka, menikmati angin semilir seraya menyaksikan ikan-ikan yang menari di kolam di bawah tangga.
Kenapa pertanyaannya seperti itu ya? Curiga aku bertanya, “Hm… Insyaallah berani pak, emang ada apa di dalam sana?”
Petugas tersenyum dan menjawab, “biasanya ada beberapa tamu, terutama wanita, yang takut masuk ke terowongan sih kak…”
“Oh begitu?” aku dan Wina saling bertatapan, dan membulatkan tekad.
“Insyaallah berani pak.” Lalu kami pun melangkah. Oh ya, sebelum masuk ke entry room ini, kita diwajibkan menitipkan tas di tempat penitipan, hanya boleh membawa kamera dan HP, dan dompet tentu saja (mana tau mau beli souvenir kan?).
Di pintu masuk tertulis pesan bahwa kita tidak diperkenankan mempergunakan blitz yang berlebihan selama berada dalam gedung bagian bawah, yang memang temaram, karena akan mempengaruhi kinerja CCTV, begitu katanya.
1. Lorong/koridor Sempit nan temaram (Tsunami Passage)
Aku dan Wina melangkah menuju lorong sempit yang temaram. Pertanyaan sambutan dari petugas sekuriti tadi, mau tak mau telah menyumbangkan rasa deg-degan di hatiku dan Wina, didukung oleh temaramnya lorong sempit ini, yang membuat mata otomatis memicing untuk membiasakan diri. Kiri kanan dinding lorong didesain sedemikian rupa, dikucuri air yang bergemuruh, kadang bergemericik perlahan terkadang bergememuruh kencang, ditambah dengan percikan/tempiasan air yang menerpa wajah dan kepala kita, membuat perasaan seakan kita sedang memasuki gelombang gelap tsunami yang dasyat itu lho!
Aku dan Wina berdecak kagum. Kagum dengan konsep yang dirancang dan ditawarkan oleh sang perancang, Bapak Ridwan Kamil. Kok terpikir sampai begini ya konsepnya? Ini baru pada terowongan masuk lho. Sayangnya tanpa blitz, kamera BBku hanya mampu menyumbangkan gambar seperti ini. 
Percikan air yang menerpa wajah serta suara gericik air yang kadang pelan tapi kadang bergemuruh, bikin kita gimanaaaa gitu sobs!

2. Memorial Hall
Sesuai namanya, ruangan ini menyanyikan aneka foto-foto tsunami yang menimpa aneka daerah di Aceh, juga Nias. Foto-foto ini ditampilkan dalam bentuk slide show pada standing displays yang seperti terlihat pada gambar.
gambar pinjem dari sini dan juga dari my BB


* Space of Hopes *
Merasa cukup dengan tampilan yang ditayangkan slide show pada memorial hall, kami pun menuruti keinginan hati untuk beralih ke zona berikutnya, yaitu Zona of Hopes.
Oh ya sobs, satu hal yang paling aku sukai pada museum tsunami ini adalah pertanda yang dipakai menunjukkan arah. Tidak berupa anak panah, melainkan jejak telapak kaki. Lihat deh.
Keren ya Sobs penuntun langkah/penunjuk arahnya... 


Sumur Doa (Blessing of Chamber)
Jejak kaki itu membawa aku dan Wina ke sebuah ruang silinder dengan dinding tinggi menjulang. Cahaya temaramnya semakin membuat bulu kuduk berdiri sobs! Papan nama di luar ruang ini, “Sumur Doa”, benar-benar sesuai dengan bentuk dan kesan yang kita peroleh begitu kita berada di dalamnya. Cahaya nan temaram, membuat kita seperti terdampar di dalam sebuah sumur yang begitu dalam. Keberadaan kami yang hanya berdua, terus terang membuat rasa takut itu menggeliat. Apalagi ‘sumur’ ini pernah dipakai untuk acaranya Tukul Jalan-jalan dan aku sendiri masih ingat tayangan acaranya waktu itu, dimana sang paranormal yang entah siapa namanya itu, berhasil mengadakan kontak batin dengan salah satu roh yang namanya tertera di dinding sumur ini. Hiiii….
Anehnya, dibalik rasa takut dan merinding, ada rasa sedih yang menyeruak di dada, saat mata kita menatap nama-nama para korban tsunami yang ditempel dengan rapi pada dinding ‘sumur’ itu sobs. Ditambah dengan lantunan ayat suci Al-Quran yang diperdengarkan, sungguh membuat hati tersayat, sedih, deg-degan, dan takut! Bahkan sempat membuat Intanku tak berani berlama-lama di ruangan ini lho sobs! Putri tercinta itu (pada kunjunganku berikutnya, adalah bersama Intan), langsung ngiprit, looking for the exit gate. Tak betah berlama-lama di ruang temaram itu. Tapi aku dan Wina? Tentu tidak. Jiwa pemberani (cieeee….), membuat kami bertahan dan tak ingin cepat-cepat kabur dari keindahan dan kekaguman yang sedang kami rasakan. 
Sumur Doa/Blessing Chamber

Dan puncak kekaguman luar biasa yang kami rasakan di sumur doa ini adalah kala pandangan kami merambat ke atas, Subhanallah! Kita memang seakan berada di dasar sebuah sumur! Dan yang lebih bikin takjub adalah, lafadz ALLAH tertulis indah meng-atapi mulut ‘sumur’! Subhanallah, amazing. Temaramnya cahaya di dalam sumur doa ini, memberi kesan seolah kita sedang berada di dalam sebuah sumur yang begitu dalam, dan kala mendongak ke atas, terlihatlah mulut sumur yang menyerupai bulan purnama dengan tulisan ALLAH. Filosofinya adalah bahwa gelombang tsunami (lorong temaram tadi) menghantam, dan membuat para korban tak berdaya, terhempas dan kandas di dalam sumur ini, ditandai dengan nama-nama para syuhada yang tertempel abadi di dinding sumur, sementara the survivor, berkat pertolongan Ilahi Rabbi, pada akhirnya, setelah melewati jalanan yang berliku (lorong dan jembatan harapan), akan berhasil keluar dari bencana. 


Lafadz Allah tersemat indah menutup mulut sumur begitu kita tengadah ke atas.


Atrium of hope
Setelah puas mengagumi keindahan unik di sumur doa, kami pun melangkah keluar, membawa langkah kaki menyusuri ramp/lorong unik menuju ke bagian ruangan lainnya, yang dinamakan atrium of hope, berupa ruang atrium yang besar sebagai symbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Untuk mencapai ruangan ini, yang ada di lantai dua, kita akan melintasi sebuah lorong berliku yang perlahan mulai terang oleh cahaya dari luar yang mulai terbuka, serta sebuah jembatan bernama jembatan harapan. Lorong ini benar-benar unik dan memberi kesan lega. Berbeda jauh dari perasaan kita saat awal masuk ke lorong temaram. Lorong ini juga akan melintasi kolam ikan yang begitu indah dan melegakan hati. 


Pada langit-langit atrium ini terlihat berbagai bendera dari Negara-negara donor, sebagai penghargaan atas bantuan mereka dalam proses rehab rekon Aceh dan Nias paska tsunami. 

Kemudian kita akan sampai pada lantai berikutnya yang (biasanya sih) menyajikan pemutaran film tsunami selama 15 menit dari gempa terjadi, saat tsunami terjadi hingga saat pertolongan datang. Sayangnya pada saat kunjunganku dan Wina kesana, ruang audio visual ini sedang dalam perbaikan.
Beberapa ruang lainnya yang tak kalah menarik adalah ruangan yang berisi media-media pembelajaran berupa perpustakaan, ruang alat peraga yang menampilkan rekam jejak proses tanggap darurat, rehab rekon, rancangan bangunan yang tahan gempa, model diagram patahan bumi, diorama. Beberapa diorama yang begitu menarik minat adalah diorama kapal nelayan yang diterjang gelombang tsunami.
Sobats, perjalanan panjang dan berliku ini tentu saja melelahkan sih. Tapi rasa yang didapat ini luar biasa lho. Apalagi ketika petualangan ini kami akhiri di perpustakaannya yang begitu nyaman dan sejuk. Hm… bener-bener bikin betah deh.
Tapi bagi pengunjung yang tak ingin berlama-lama di perpustakaan, tenang saja, souvenir shop yang berada di samping perpustakaan, sangat menjanjikan untuk disinggahi, dan dijamin akan membuat anda pulang tidak dengan tangan kosong. Aneka kue khas Aceh, atau souvenir berupa kaos, bros, dan aneka pernak pernik khas Aceh lainnya tersedia di sana sobs.
Haus dan lelah? Tenang, sebuah kafe juga tersedia di sana untuk memberi anda tenaga baru menuruni anak tangga demi anak tangga menuju pintu keluar. J
Lalu selesaikah sampai disitu saja? Belum lho!
Anda juga masih bisa bersantai di pinggir kolam Jembatan Harapan sambil melihat ikan-ikan hias yang berenang wara wiri, atau berfoto ria di geladak museum.
Laper? Ingin shalat atau malah ingin ke toilet? Semua sarana ini juga tersedia pada bagian bawah sebelah timur gedung. J
Okd sobs, sekian dulu liputan kali ini yaaa… let me show you some more pictures dari bagian Luar Gedung/Exterior Side yuks..
Kiri atas: Intan dan Wina, rehat di atas bola2 bertuliskan nama negara, disamping kolam ikan.
Kanan atas: tau dunk siapa itu? hehe
Kanan bawah: daku bersama putri tercinta
Kiri bawah: kolam ikan yang di atasnya adalah jembatan harapan yang di ujung sana adalah sumur doa berbentuk silinder yang dari luar terlihat seperti cerobong asap sebuah kapal.
Berdua Intan di atas jembatan Harapan

Bersama Wina, rehat sejenak di pinggir kolam ikan. Nah yang di atas kolam itu adalah jembatan harapan dan silinder itu adalah sumur doa sobs!

Note:
Filosofi dari alur kunjungan :
Pengunjung diajak untuk merasakan bagaimana suasana tsunami itu melalui sebuah lorong sempit nan temaram, dimana kemudian, para korban dihanyutkan ke dalam sebuah sumur. Para korban yang tak berhasil selamat, maka akan abadi di dalam sumur tersebut (dg ditempelkannya nama-nama mereka), tapi bagi yang masih bernasib baik, dan mampu berusaha keras untuk survive, dengan bantuan Ilahi (cahaya dan kaligrafi Allah pada mulut sumur nun di atas sana), akhirnya berhasil keluar dari musibah itu, melalui lorong berliku (berjuang) hingga akhirnya sampai di jembatan harapan. Di ujung jembatan harapan (terlihat nama2 bendera berbagai negara donor), bantuan telah menanti untuk membantu para survivors melanjutkan kehidupannya. (ditandai dengan space of relief. 


Memiliki tablet tersohor sekelas Samsung Galaxy Tab adalah hal yang tak terfikirkan olehku sebelumnya. Kedatangannya sebagai hadiah dari kompetisi blog yang diadakan oleh Falcon Pictures kini menambah koleksi gadget canggih yang ada di galleryku. Halah, kayak udah banyak ajaaa? Padahal juga baru punya sebuah Macbook Air, sebuah Blackberry dan pocket camera! Haha… sok gaya deh Alaika ini.
Nah, kehadiran gadget canggih ini tentu membuat aku terbengong-bengong sobs! Maklum deh, aku belum pernah berkenalan dengan OS android sih. Kok rasanya begitu asing bagiku. Beda banget dari ipad. Apalagi kehadirannya di tanganku adalah saat-saat menjelang aku berangkat ke Bandung kemarin. Jadi jelas ga punya banyak waktu untuk belajar dari adikku yang memang masternya android.
Samsung Galaxy Tabs yang kuberi nama Laxy ini langsung berada di tangan si adik begitu Laxy sampai. Yup, malam itu, adalah malam terakhir aku di Banda, besok pagi udah harus berangkat. So ga ada waktu lagi deh, jadi langsung aja aku berikan pada adikku untuk diupgrade OSnya. Oya, OS bawaannya sih masih ber OS android 4.0 (Ice Cream Sandwich). Nah saran adikku adalah agar di upgrade aja ke OS android 4.1 alias Jelly Bean. OS terbaru.
Antara mengerti dan tidak akan konsekuensinya, aku langsung iyakan. Terlebih setelah dijelaskan oleh adikku bahwa dia akan nge – root tabletku terlebih dahulu, baru di Jelly Bean kan, kira-kira begitulah yang kutangkap. Aku yang gaptek ini sih nggih2 wae. Yang penting Laxy ku makin canggih. Itu saja. Haha.
Besok paginya, Laxy sudah terduduk manis di meja makan. Lho, emangnya Laxy makan nasi? Hihi. Ya ga lah sobs, si Laxy sengaja diletakkan disitu agar aku melihatnya dengan segera begitu aku bangun pagi. Kuambil dan kunyalakan Laxy, yang sudah berpenampilan layar yang keren! Berbeda dari kemarin. Sempat was-was juga tadi malam, soalnya melakukan rooting berarti mendobrak system, dan menggugurkan garansi. Tapi Alhamdulillah, adikku berhasil melakukannya dengan baik, soalnya udah ahlinya sih. J
Lalu siangnya, berangkatlah aku ke bandara, diantar ayah bunda dan Intan tercinta. Di pesawat aku ditemani oleh Laxy, membaca e-novel. Enjoy deh pokoknya. Aku belum menemukan keanehan pada Laxy.
Nah, sesampai di Bandung, dan terkoneksi dengan internet, barulah aku terbengong2…. Kok browsernya ga friendly banget. Ada beberapa blog teman yang aku kunjungi, tak mampu dibuka, baru kebuka, eh si browser langsung ketutup alias balik ke menu home screen.
Aneh. Ga enak banget pake android. Itulah kesanku saat itu. Tapi aku berfikir lagi, bukan androidnya yang ga enak, tapi akunya yang gaptek. Itu baru benar!
Aku telephone adikku dan utarakan kendalanya. Eh dia dengan santai menjawab. Take it easy, you will be able to handle it easily, after browsing and read the solution. Go to android group and find out the way there. Kakak pasti bisa.
Huuuuuuuuu!!!!!! Sebel.
Ga ada cara lain. Aku ke BEC, langsung ke Samsung nya, tanya tanya, dan kecewa. Begitu mereka lihat Laxy, langsung ketahuan deh kalo Laxy ku seharusnya masih pake ice cream sandwich, ini sdh ketinggian, udah Jelly Bean.
Iyalah, Laxy kan amandel-an, jadi ga bisa banyak2 makan ice cream mas! Hehe.
Karena garansinya sudah gugur, mereka menyarankan agar aku ke tempat service yang biasa melakukan jail break. Hm…. Susah juga kalo seperti ini. Aku jadi repot deh, karena jauh dari adikku. Coba dekat dia, pasti beres urusan ini. Tak berhasil menemukan tukang service, aku putuskan pulang saja. Dan keesokan harinya, aku habiskan setengah hari untuk browsing.
Kata kunci yang kupakai adalah ‘browser terbaik untuk Jelly Bean’. Aku yakin bahwa kesalahannya terletak pada browser bawaan si Jelly Bean ini deh. Lalu beberapa group yang diberikan oleh Mbah Google memberi pengetahuan baru bagiku. Aku mencari yang terbaik dan mencobanya. Manually.
Disarankan untuk menggunakan Dolphine Browser. Kucoba, dan it works! Keren. Kini aku tak bermasalah dalam berkunjung ke situs manapun. Browsernya tetap setia terbuka sampai aku bosan sendiri. Hehe.
Satu solusi teratasi. Berarti aku harus set Dolphine as my default browser! Done.
Hari ini, aku berkunjung balasan ke blognya mas Aditya  yang sedang menayangkan postingan tentang cara menonton tv online. Menarik banget. Aku langsung ikuti panduannya. Kan asyik tuh bisa nonton TV atau film dari Laxy. Namun sayang seribu kali sayang sobs! Muncul pesan agar aku menginstall flash player pada device ku. 
Gampang, fikirku. Tinggal go to Play store dan unduh dari sana. Ternyata oh ternyata sobs. Flash Player sudah pecah kongsi dari Play store. Flash Player no more supported android device.
Penasaran, aku googling cari info. Ternyata benar sobs. Kudapatkan informasi senada seperti ini;
"Sebagaimana dikabarkan oleh google beberapa waktu lalu, google telah memisahkan ikatan dengan adobe flash dan mulai menawarkan teknologi web pada versi terbaru android, Jelly Bean. Meskipun banyak pengguna yang mungkin tidak bermasalah dengan platform multimedia tersebut, pastilah ada beberapa situs yang masih didukung flash."
Intinya adalah untuk Jelly Bean terutama, there is no more Flash Player! Oh No!
Tapi aku yakin, pasti akan ada solusi di group-group pengguna android deh. Dan benar saja sobs. Ini dia dia solusinya…. Kucoba berbagi in case sobats juga se gaptek aku ya… haha.
Sumber info dari sini :
 Download:
•  Adobe Flash Player 11.1.apk
•  Dolphin Browser HD 8.5.1.apk
Procedure:
•  Download the two files above and copy them in your internal or external SD; or you can just download them directly on your mobile phone.
•  Install the files using a file manager.
•  Open Dolphin Browser,go to settings and choose an option for Flash Player – Always On or On demand.
NOTE: It will only work on Dolphin Browser. Never update Dolphin Browser in Play Store. Latest version will not support Flash Player on Jelly Bean.
Tried and tested working on my Samsung Galaxy S II – GT-I9100 running Custom ROM Paranoidandroid Jelly Bean 1.95 and CM10.
Aku pun mengikuti langkah ini… termasuk mengganti versi Dophine Browserku (yang baru aku install kemarin) ke yang lebih lama, yaitu yang direkomendasikan di atas. Karena Dolphine versi baru telah meng-off kan opsi Flash Player nya. Jadi sebagai catatan nih sobs, JANGAN PERNAH MENGUPDATE Dolphine Browser nya yaaaa… tetap aja bertahan di versi lama itu. J
Dan….. Taraaaa…. It really really works lho sobs! 
Alhamdulillah.

gambar pinjem dari buku ini
Dear sobs…
Postingan ini adalah lanjutan dari kisah rehab rekon Aceh – Nias pasca tsunami yang telah tayang pada postingan ini dan sesuai janji, kali ini aku akan coba untuk bercerita segamblang mungkin, tentang proses rehab rekon bidang perumahan, yang pastinya adalah merupakan topic yang sudah sobats tunggu-tunggu, iya kan? Hehe.
Data mencatat bahwa hasil kolaborasi antara gempa bumi berskala 9,1 SR dan gelombang tsunami setinggi pohon kelapa itu telah membuat wilayah ini porak poranda dan menjadikan masyarakat yang tersisa (para penyintas) harus hidup dalam derita. Kehilangan belahan jiwa dan orang-orang terkasih, handai tolan, tempat tinggal, dan lingkungan sekitar. Bencana ini juga sukses menjadikan mereka kehilangan mata pencaharian dan memusnahkan asa…
Tercatat 139.195 (seratus tiga puluh Sembilan ribu seratus Sembilan puluh lima) rumah yang hancur, rusak dan tidak layak lagi untuk ditempati. Yup, tentu ini bukan sebuah angka biasa. 139.195 buah rumah harus dibangun atau rehab!
Dan siapa yang berani bilang bahwa ini adalah hal yang gampang? TIDAK ADA! Semua orang tau bahwa urusan mencari  dan mempersiapkan tanah, mendata calon penerima manfaat, membangun rumah dan segala prasarana, termasuk tata ruang yang dibutuhkan untuk membangun permukiman dan menempatkan para korban bencana ke rumah-rumah tersebut, adalah merupakan pekerjaan maha berat.
Lalu darimana memulainya?
Tiada pilihan lain. Bumi yang porak poranda, kerusakan yang luar biasa dan kehilangan serta rasa sakit yang diderita, membuat insan-insan yang tersisa ini harus pasrah, kalo tidak boleh dibilang putus asa. Manut dan berterima kasih atas uluran tangan para penolong yang Tuhan kirimkan kepada mereka.
Sebagai tempat berlindung darurat, tenda-tenda pun didirikan sebagai tempat perlindungan sementara bagi para penyintas. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, bahan tenda jelas tidak berumur panjang dan cepat lapuk akibat hujan dan panas. Oleh karenanya, penting untuk mencarikan alternative tempat tinggal lain bagi para penyintas.
sumber gambar koleksi pribadi
Shelter dan Barak, kemudian menjadi alternative bagi para penyintas untuk beralih dari tenda. Departemen Pekerjaan Umum, juga beberapa NGO pun bergegas menyediakan dana serta membangun barak dan shelter, sementara pemerintah daerah (pemda) sigap mencarikan lokasi untuk lahan berdirinya barak dan shelter untuk para pengungsi.
Tentu kedua tempat berteduh ini adalah diniatkan untuk sementara waktu saja.  Sebagian barak dan shelter berdiri di atas tanah milik pemerintah, baik pemda, Tentara Nasional Indonesia atau pemerintah pusat, dan sebagian lagi di atas tanah milik warga atau yayasan pesantren.
Beberapa LSM ikut berpartisipasi dalam mendirikan sejumlah barak. Barak tidak hanya dilengkapi dengan fasilitas fisik seperti sanitasi, tetapi juga fasilitas sosial dan kemanusiaan. Pada Desember 2006, jumlah titik barak menjadi 190 titik.
Pengelolaan barak dan shelter berada di bawah manajemen pemerintah daerah. Tanggung jawab operasional barak secara khusus berada di bawah muspika masing-masing kecamatan yang terdiri atas camat, danramil dan kapolsek. Camat melaporkan kepada bupati atau walikota untuk hal-hal yang tidak mampu diatasi. Gubernur sebagai kepala daerah bertanggung jawab kepada Menteri Sosial terkait dengan penanganan barak secara keseluruhan.
Departemen Sosial mengalokasikan bantuan kehidupan yang kemudian familiar dengan istilah ‘jadup’ (jatah hidup) mencakup biaya beras, lauk pauk dan makanan tambahan. Bagi para pengungsi korban tsunami, hingga istilah ‘jadup’ menjadi begitu akrab di telinga dan mungkin kelak akan tetap setia menempel di benak  mereka..
Seringkali penghuni barak tidak sepenuhnya adalah warga yang sebelumnya tinggal di tempat barak tersebut berada. Lokasi barak tidak selalu mencerminkan lokasi asal penghuninya. Selain itu, terdapat barak-barak yang tidak terletak di daerah tsunami, jauh dari daerah bencana, seperti di Jantho, Samahani dan Sibreh di Aceh Besar yang dihuni sebagian besar oleh pengungsi dari Aceh Jaya.
gambar pinjem dari sini
Luasnya wilayah bencana, besarnya kerusakan infrastruktur, dan lumpuhnya aparat pemerintahan setempat, membuat penanganan barak pun berbeda-beda antara satu kecamatan dan kecamatan lain, masing-masing melakukan improvisasi. Sejumlah barak menerima banyak bantuan, sebagian lagi justru kekurangan. Kualitas kehidupan di barak menjadi sangat tergantung pada kemampuan ketua barak dalam berkoordinasi dengan camat dan berbagai upayanya dalam mencari bantuan dari berbagai pihak. Di sisi lain, sebagian barak menyuburkan sikap bergantung pada bantuan. Belakangan seiring berjalannya waktu, sanitasi, privasi, dan fasilitas anak di beberapa tenda maupun barak pun dinilai kurang layak huni.
gambar pinjem dari sini
Menyediakan ratusan ribu rumah bagi para korban tsunami bukanlah hal yang mudah. Apalagi tragedy ini bukanlah tragedy yang lazim terjadi, bahkan boleh dibilang sebagai hal yang sangat jarang terjadi, sehingga belum ada pembelajaran atau lesson learnt yang dipetik, yang dapat dijadikan guide atau petunjuk dalam rangka membangun kembali sekian banyak rumah bagi para korban bencana seperti ini. Singkat kata, para pelaksana rehab rekon harus bekerja tanpa panduan yang kongkrit!
Mereka harus bisa menyediakan ratusan ribu rumah bagi para korban dalam waktu 4 tahun! Menganut konsep ‘build back better’ atau membangun kembali yang lebih baik. Maka bidang perumahan dan permukiman pun harus menerapkan hal yang sama. Perumahan yang dibangun, tidak asal bangun, tapi harus rumah yang layak, lebih baik dan tahan gempa.
Darimana dan bagaimana memulainya? Siapa saja yang akan mendapat bantuan? Para korban yang rumah miliknya hancur atau rusak saja kah? Lalu bagaimana dengan para penyewa, yang rumahnya hancur juga? Bantuan seperti apa yang harus diberikan kepada mereka? Akankah si penyewa mendapatkan rumah juga? Lalu si pemilik rumah yang disewa itu bagaimana? Digantikah rumahnya? Dan berbagai pertanyaan yang saling susul menyusul.
Data yang tidak valid dan masih tumpang tindih, adalah kenyataan yang berada di depan mata, dan membutuhkan kerja keras untuk mengurut kembali sehingga data yang tersaji untuk pemenuhan jumlah rumah yang harus dibangun/rehabilitasi adalah sesuai dengan yang dibutuhkan. Agar para korban benar-benar mendapatkan haknya.
Pendataan calon penerima bantuan perumahan dilakukan melalui pendekatan berbasis masyarakat desa, karena merekalah pihak yang paling memahami dan tau persis siapa (korban) yang berhak menerima bantuan serta tempat tinggalnya sebelum terjadi bencana.
Setiap anggota masyarakat yang merasa sebagai korban bencana aktif mendaftarkan diri ke KP4D (Komite Percepatan Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Desa) untuk didata dan diverifikasi serta divalidasi. KP4D merupakan kelompok masyarakat korban di tingkat desa dengan anggota dari unsur2 perangkat desa dan tokoh masyarakat desa terkait. KP4D sendiri melakukan pendataan secara aktif terhadap korban dan kelayakannya untuk mendapatkan bantuan. Hasil akhir proses ini adalah berupa daftar korban yang berhak menerima bantuan perumahan.
Daftar ini kemudian diumumkan di tempat-tempat tertentu sebagai bentuk uji public dan selanjutnya dilaukan rembuk warga dengan melibatkan sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Dengan cara ini diharapkan bahwa para calon penerima rumah bantuan adalah benar-benar penyintas dari warga setempat yang dikenal oleh masyarakat luas di desa yang bersangkutan.
Proses ini kemudian diakhiri (jika sudah valid di tingkat desa) dengan finalisasi data yang disahkan oleh geuchik (kepala desa), tuha peut, KP4D dan camat masing-masing wilayah.
Data yang telah dihasilkan ini, kemudian akan diverifikasi lagi oleh petugas dari Komite Verifikasi dan Penertiban Penerima Manfaat Bantuan Perumahan (Komvertib). Komite ini bertugas untuk verifikasi ulang dan penertiban terhadap dugaan-dugaan adanya penyimpangan penerimaan bantuan.
BRR NAD – Nias, memang telah berupaya melakukan tahapan dan verifikasi berlapis, untuk melindungi para korban mendapatkan haknya, dan menghindarkan adanya orang-orang yang mendapatkan apa yang tidak menjadi haknya.
Namun…. Seperti yang telah kita ketahui bersama, banyak temuan mengungkapkan bahwa ada penduduk yang bahkan mendapatkan bantuan rumah yang berlebih! Bahkan ada penerima bantuan yang mendapatkan rumah, padahal dia sama sekali bukan korban tsunami!
How can it be? Siapa yang harus disalahkan? Para pelaku rehab rekon kah? Atau para pendata level desa? Sebagai orang-orang yang paling tau siapa yang korban dan siapa yang bukan?
Tentu sobats dapat menjawabnya sendiri dengan logika. Di tengah kesempitan yang begitu menjepit, masih ada penguasa di level bawah sana, yang tega mengambil kesempatan! Memanipulasi data. Masyaallah.
Lalu apakah BRR tinggal diam menemukan kecurangan-kecurangan ini? Tentu tidak. Para oknum yang terbukti menyalahi aturan (mendapatkan bantuan yang bukan haknya), telah dilaporkan ke kepolisian untuk tindakan lebih lanjut.
BRR dan para pelaku rehab rekon lainnya, tak hanya melibatkan masyarakat desa terkait dalam hal verifikasi data beneficiaries, tapi juga berusaha merangkul masyarakat untuk turut serta dalam berbagai aktifitas lainnya, seperti penataan ruang desa, perencanaan prasarana dan sarana dasar pada kawasan desa, penelusuran status kepemilikan lahan dan peruntukannya, dan aktifitas lainnya. 
Menggunakan pendekatan berbasis pada masyarakat setempat berarti menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam proses perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Dengan pendekatan seperti ini, masyarakat memegang peranan penting untuk membangun kembali desanya yang rusak bahakan hancur. Pendekatan seperti ini diyakini bisa memastikan agar warga punya rasa memiliki pada desanya dan merawat hasil-hasil pembangunan yang dihasilkan oleh desanya sendiri.
Oya sobs, untuk juga sobats ketahui, banyak sekali jenis bantuan yang diberikan dalam bidang perumahan permukiman ini lho. Bukan hanya bantuan pembangunan rumah bagi para korban yang rumahnya hancur oleh bencana ini, tapi bantuan juga diberikan bagi korban yang rumahnya mengalami kerusakan. Besarnya bantuan tentu dipertimbangkan sesuai dengan tingkat kerusakan si rumah itu sendiri. Lalu bentuk bantuan lainnya adalah bantuan yang diberikan bagi para korban, yang adalah pendatang dari luar daerah, yang berstatus sebagai penyewa rumah, yang rumah tersebut hancur atau rusak oleh tsunami. Untuk kasus seperti ini, bantuan diberikan berupa uang tunai (pada awalnya) bagi korban, yang dapat dipakai untuk menyewa rumah lainnya, atau dijadikan DP bagi cicilan rumah di tempat lain. Atau bantuan berupa akan dibangunkan rumah baginya, jika dia memiliki lahan (dimana pun lahan itu berada, sejauh masih di wilayah tersebut).
Berbicara tentang pembangunan perumahan dalam proses rehab rekon bukan perkara singkat. Banyak hal yang harus disampaikan, namun mengingat ini adalah sekilas info, maka aku rasa cukup sekian dulu aja postingan bidang perumahan ya sobs… untuk informasi lebih detil nya, sobats semua bisa membaca buku seri BRR bidang Perumahan yang bisa di akses disini. Informasinya lengkap banget deh sobs disana…. J
Para pelaksana rehab rekon telah berupaya semaksimal mungkin memenuhi komitmennya. Pada April 2009, BRR NAD Nias mengakhiri masa tugasnya, dan menyerah terima kan hasil pekerjaan beserta sisa pekerjaan yang masih harus dituntaskan (yang masih sedikit lagi) kepada pemerintah daerah. Selanjutnya adalah tugas Pemerintah Daerah untuk menuntaskan dan memoles apa-apa yang telah dihasilkan oleh para pelaku rehab rekon, termasuk meniadakan barak.
Sejauh ini, Aceh dan Nias telah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Khususnya Aceh, kita akan tercengang melihat gedung-gedung sekolah yang telah begitu indah dan berkualitas, termasuk mutu pendidikannya yang telah jauh meningkat. Kita akan tercengang melihat mulusnya jalanan hingga ke jalan desa, akan indahnya tata ruang desa, kecamatan dan kota. Kita akan berdecak kagum melihat kemajuan provinsi yang sempat kehilangan asa karena dihantam tsunami.
Namun, dibalik kesuksesan itu, tentu ada noda yang tak bisa dipungkiri. Seperti pemberitaan bahwa hingga kini, masih ada manusia yang tinggal di barak-barak pengungsi….  Benarkah itu? Berapa persen dibandingkan keberhasilan yang telah dicapai? Dan layakkah menyalahkan pelaku rehab rekon? Bukankah harusnya tugas pemerintah menindak lanjutinya? Menyelesaikan pekerjaan yang tinggal sedikit lagi menuju rampung kala itu? (2009?). Dan kini? 2012 telah tiga perempat terlalui, masih belum beres juga? Semoga Pemerintah Daerah berkenan untuk klarifikasi ya jika berita itu tidak benar, dan hendaknya menindak lanjuti hingga tuntas jika berita itu benar... 

Yah… semoga dengan pemerintah baru ini, Pemda Aceh dapat menuntaskan pekerjaan yang (sedikit) tersisa ini ya sobs…. Yuk sama-sama kita doa kan yuk…..

Newer Posts Older Posts Home

Author

I am a chemical engineer who is in love in humanity work, content creation, and women empowerment.

SUBSCRIBE & FOLLOW

Speaker

Speaker
I love to talk/share about Digital Literacy, Social Media Management, Content Creation, Personal Branding, Mindset Transformation

1st Winner

1st Winner
Click the picture to read more about this.

1st Winner

1st Winner
Pemenang Utama Blog Competition yang diselenggarakan oleh Falcon Pictures. Click the picture to read more about this.

1st Winner

1st Winner
Blogging Competition yang diselenggarakan oleh Balitbang PUPR

Podcast Winner

Podcast Winner
Pemenang Pilihan Dewan Juri - Podcast Hari Kemerdekaan RI ke 75 by KOMINFO

Winner

Winner
Lomba Menulis Tentang Kebencanaan 2014 - Diselenggarakan oleh Pemerintah Aceh

Winner

Winner
Juara Berbagai Blogging Competition

Featured Post

Yuk telusuri Selat Bosphorus yuk!

Yuk telusuri Selat Bosphorus yuk! Sesaat sebelum naik ke kapal verry Ki-ka: Adik ipar, Aku dan Ayah. Hai.... hai.... hai! In...

POPULAR POSTS

  • Pesan Google agar Aman nge-Job Review dan tetap Terindeks
  • Manusia Pertama, Manusia Purba atau Nabi Adam ya?
  • It's Me!
  • Laksamana Malahayati, Kartini Lain sebelum Kartini
  • Kiat Penting agar Warung Tetap Eksis & Laris Manis
  • Srikandi Blogger di mataku.
  • How To Write a Motivation/Cover Letter
  • Tantangan Para Pengrajin Lokal dan Solusi untuk Memasarkan Hasil Kerajinan Tangan
  • Solusi Bikin Paypal Tanpa Nama Belakang
  • Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak

Categories

  • about me 1
  • accessconsciousness 1
  • advertorial 10
  • Anak Lanang 1
  • awards 20
  • bali 1
  • banner 1
  • bars 1
  • Beauty Corner 29
  • belarus 5
  • bisnis 1
  • Blog Review 2
  • blogger perempuan 1
  • blogging tips 9
  • Budaya 1
  • Catatan 12
  • catatan spesial 19
  • catatan. 53
  • catatan. task 20
  • cryptocurrency 1
  • culinary 5
  • curahan hati 6
  • daftar isi blog 1
  • dailycolor 1
  • DF Clinic 12
  • disclosure 1
  • edisi duo 5
  • email post 10
  • embun pagi 1
  • episode kehidupan 1
  • event 4
  • fashion 3
  • financial 1
  • giveaway 48
  • Gratitude 1
  • health info 9
  • Healthy-Life 16
  • info 23
  • innerbeauty 9
  • iran 4
  • joke 4
  • kenangan masa kecil 3
  • kenangan terindah 12
  • keseharianku 2
  • kisah 14
  • kisah jenaka 7
  • knowledge 2
  • kompetisi blog 1
  • komunitas 2
  • KopDar 8
  • Korea 1
  • kuliner 7
  • Lawan TB 2
  • lesson learnt 7
  • life 2
  • lifestyle 4
  • lineation 32
  • lingkungan 1
  • Literasi Digital 2
  • motivation 9
  • museum tsunami aceh 1
  • New Year 2
  • order 1
  • oriflameku 2
  • parenting 4
  • perempuan tangguh 4
  • perjalanan tiga negara 1
  • personal 3
  • petualangan gaib 6
  • photography 1
  • picture 5
  • podcast 1
  • Profile 12
  • puisi 5
  • reflection 3
  • renungan 25
  • reportase 23
  • resensi 2
  • review 42
  • review aplikasi 1
  • rupa 1
  • Sahabat JKN 2
  • sakit 1
  • sea of life 17
  • sejarah 5
  • Sekedar 1
  • sekedar coretan 76
  • sekedar info 23
  • self-love 1
  • selingan semusim 9
  • seri BRR 4
  • snack asyik 1
  • Srikandi Blogger 2
  • Srikandi Blogger 2013 7
  • Srikandi Blogger 2014 4
  • SWAM 1
  • task 43
  • teknologi 1
  • tentang Intan 34
  • Test 1
  • testimoni 9
  • Tips 57
  • tradisi 1
  • tragedy 1
  • traveling 59
  • true story 7
  • tsunami 9
  • turkey 9
  • tutorial 7
  • visa 1
  • wisata tsunami 2

Followers


Blog Archive

  • December (1)
  • October (1)
  • March (1)
  • August (2)
  • May (1)
  • April (2)
  • March (6)
  • February (3)
  • January (1)
  • December (1)
  • November (5)
  • October (4)
  • September (3)
  • August (5)
  • July (3)
  • April (1)
  • January (1)
  • December (2)
  • November (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • June (1)
  • February (1)
  • December (1)
  • September (2)
  • August (2)
  • July (1)
  • June (1)
  • March (1)
  • February (1)
  • December (5)
  • September (2)
  • August (3)
  • July (1)
  • May (3)
  • April (2)
  • March (1)
  • February (1)
  • January (7)
  • December (1)
  • November (5)
  • September (3)
  • August (1)
  • July (4)
  • June (1)
  • May (1)
  • April (3)
  • March (6)
  • February (5)
  • January (7)
  • December (8)
  • November (4)
  • October (12)
  • September (4)
  • August (3)
  • July (2)
  • June (5)
  • May (5)
  • April (1)
  • March (5)
  • February (4)
  • January (6)
  • December (5)
  • November (4)
  • October (8)
  • September (5)
  • August (6)
  • July (3)
  • June (7)
  • May (6)
  • April (7)
  • March (4)
  • February (4)
  • January (17)
  • December (10)
  • November (10)
  • October (3)
  • September (2)
  • August (5)
  • July (7)
  • June (2)
  • May (8)
  • April (8)
  • March (8)
  • February (7)
  • January (9)
  • December (10)
  • November (7)
  • October (11)
  • September (13)
  • August (5)
  • July (9)
  • June (4)
  • May (1)
  • April (12)
  • March (25)
  • February (28)
  • January (31)
  • December (8)
  • November (3)
  • October (1)
  • September (12)
  • August (10)
  • July (5)
  • June (13)
  • May (12)
  • April (19)
  • March (15)
  • February (16)
  • January (9)
  • December (14)
  • November (16)
  • October (23)
  • September (19)
  • August (14)
  • July (22)
  • June (18)
  • May (18)
  • April (19)
  • March (21)
  • February (27)
  • January (17)
  • December (23)
  • November (20)
  • October (16)
  • September (5)
  • August (2)
  • March (1)
  • December (2)
  • April (1)
  • March (1)
  • February (6)
  • January (1)
  • December (1)
  • November (4)
  • September (4)
  • August (1)
  • July (8)
  • June (16)

Oddthemes

Flickr Images

Copyright © My Virtual Corner. Designed by OddThemes