Sejenak Hening Bersama Adjie Silarus. Pernah mendengar nama lelaki yang satu ini, Sobs? Siapa dia? Aih, belum pernah dengar? Oh, sering bahkan pernah ikut kelasnya? Waah! Asyik dunk kalo sudah pernah ikutan kelas meditasinya!
Yes, Adjie Silarus, tak salah lagi. Cowok ganteng berpembawaan kalem ini, cocok banget dengan profesi yang dilakoninya kini, deh! Psikolog yang juga meditator ini, bener-bener mampu menularkan ketenangan bagi orang-orang di sekitarnya, deh!
Terbukti, kami, emak-emak anggota Learning Forever grup, yang menang tantangan menulis dengan hadiah 'bertemu dan ngobrol asyik bareng Adjie Silarus', langsung terkesima dan seakan terhipnotis untuk ikutan 'hening' bersamanya.
Suara riuh para emak, yang tadinya seakan tak mampu direndahkan volumenya, langsung ketularan gaya lembut dan 'hening'nya Mas Adjie. Wew! Amazing!
Sebagai pengagum sosok yang satu ini, sebenarnya sudah lama aku ingin punya kesempatan bertemu dengannya. Pernah terlintas di dalam hati, kapan ya bisa ngobrol-ngobrol dengan Mas Adjie secara gratis? Iya dunk, kalo dengan cara bayar, pasti mahal kan ya? Dan Alhamdulillahnya, Teh Ani Berta tiba-tiba bawa jalan keren. Bikin tantangan dengan hadiah tak terduga. Hadiah yang tadinya 'ngobrol asyik dengan Rachel Maryam, eh malah berganti dengan 'ngobrol bareng Adjie Silarus!' Wew, superb! Ini mah namanya rezeki!
Dan, di sinilah kami pada hari Minggu, 15 Februari 2015 kemarin. Sesuai janji, kami berkunjung ke tempat pelatihan, dan boleh bertemu langsung untuk ngobrol santai, bahkan berlatih sejenak dua jenak bagaimana bermeditasi. Asyik!
Yes, Adjie Silarus, tak salah lagi. Cowok ganteng berpembawaan kalem ini, cocok banget dengan profesi yang dilakoninya kini, deh! Psikolog yang juga meditator ini, bener-bener mampu menularkan ketenangan bagi orang-orang di sekitarnya, deh!
Terbukti, kami, emak-emak anggota Learning Forever grup, yang menang tantangan menulis dengan hadiah 'bertemu dan ngobrol asyik bareng Adjie Silarus', langsung terkesima dan seakan terhipnotis untuk ikutan 'hening' bersamanya.
Suara riuh para emak, yang tadinya seakan tak mampu direndahkan volumenya, langsung ketularan gaya lembut dan 'hening'nya Mas Adjie. Wew! Amazing!
Sebagai pengagum sosok yang satu ini, sebenarnya sudah lama aku ingin punya kesempatan bertemu dengannya. Pernah terlintas di dalam hati, kapan ya bisa ngobrol-ngobrol dengan Mas Adjie secara gratis? Iya dunk, kalo dengan cara bayar, pasti mahal kan ya? Dan Alhamdulillahnya, Teh Ani Berta tiba-tiba bawa jalan keren. Bikin tantangan dengan hadiah tak terduga. Hadiah yang tadinya 'ngobrol asyik dengan Rachel Maryam, eh malah berganti dengan 'ngobrol bareng Adjie Silarus!' Wew, superb! Ini mah namanya rezeki!
Dan, di sinilah kami pada hari Minggu, 15 Februari 2015 kemarin. Sesuai janji, kami berkunjung ke tempat pelatihan, dan boleh bertemu langsung untuk ngobrol santai, bahkan berlatih sejenak dua jenak bagaimana bermeditasi. Asyik!
Between Yin and Yang, between Being and Doing
Suaranya yang lembut, kalem, di ruangan nyaman penuh kaca sepanjang dinding ruangan, sungguh bikin kita semua seakan berada di sebuah tempat yang gimanaaa gitu. Jujur, aku suka banget dengan ruangan ini. Bisa untuk yoga, bisa untuk meditasi, dan bisa pula untuk berlatih aerobik seraya melihat indahnya pantulan tubuh saat beraksi. *aih, kok malah ngayal!
Jika para tokoh lainnya, secara mainstream mengelukan untuk bertindak cepat, tangkas dan beberapa langkah berlari ke depan, maka sebaliknya dengan Mas Adjie. Lelaki ini malah anti mainstreaming, dengan gebrakannya yang mengajak orang-orang di sekitarnya untuk diam, hening sejenak! Yup, karena menurutnya, manusia-manusia di jaman moderen ini, seakan berada dalam keadaan rush. Terburu-buru, bergerak terus seakan tiada henti, demi mengejar atau menggapai sesuatu/goal. Sudah tak lagi seimbang antara Yin and Yang, Being and Doingnya. Padahal jika direnungkan sejenak, bahkan tubuh kita ini pun membutuhkan istirahat. Tak hanya tubuh, bahkan pikiran juga butuh 'diam dan hening' agar bisa berfikir jernih, agar mampu memikirkan tindak lanjut demi mencapai tujuan itu sendiri.
Yin dan Yang, tentu kita sering mendengar tentang filosofi Timur ini, yang menurut filosofi Barat lebih dikenal dengan istilah Being and Doing.
Sementara Yang/Doing, adalah lebih kepada obsesi yang menguasai diri kita, lebih kepada misi, tujuan dan aksi yang harus dan segera ingin kita lakukan dalam mencapai misi atau tujuan/cita-cita kita.
Nah, aku yakin bahwa kita juga sependapat dengan Mas Adjie ya, Sobs? Bahwa insan dunia saat ini, di tengah canggihnya technology, sudah semakin tenggelam di dalam 'Yang/Doing'-nya, sehingga tak lagi seimbang dengan Yin/Beingnya. Aku sendiri sempat tercenung lalu mengiyakan. Bener juga. Aku, selama ini begitu getol mengejar impian, obsesi, bergerak cepat seakan takut terkalahkan oleh gerakan cepat orang-orang di sekelilingku. Seolah-olah rezeki akan habis jika aku berhenti sejenak.
Memang tak salah sama sekali sih, mengejar impian, bergerak cepat dalam upaya menggapainya. Namun, tentunya jika segala sesuatunya dilakukan dengan seimbang, maka hasilnya pun tentu akan maksimal. Mas Adjie memberi contoh, untuk bisa melompat jauh tinggi ke atas, tentu kita perlu menjejak tanah terlebih dahulu sebagai landasan lompatan, bukan? Makanya, di dalam aksi, tentu ada reaksi. Di dalam Yin, harus balance dengan Yang. Balancing your Being and Doing to get optimum result!
Obrolan santai dan menarik ini, tentu saja membuahkan pertanyaan ini itu dari kami semua untuk sang meditator, yang tetap kalem dalam memberikan jawaban. Kalem, tapi tak berarti tiada tawa ceria di dalamnya lho, Sobs! Namanya juga emak-emak udah berkumpul, tetap saja celotehannya [walo dalam volume rendah] mampu menghasilkan gerai tawa di seluruh ruangan hening itu. *Hidup emak2!
Belajar hening atau diam itu memang bukan perkara sekali-dua klik. Perlu proses memang. Perlu latihan. Memulainya dengan niat dan keberanian mengambil keputusan. Karena, untuk berubah, kita butuh keberanian prima dalam mengambil keputusan, karena akan ada konsekuensi terhadap apa yang kita putuskan itu. Misalnya, jika kita merasa, bahwa pekerjaan yang kita lakoni saat ini, sudah tak lagi nyaman bagi diri. Sudah membuat kita terlalu tergesa-gesa, terlalu larut di dalam Yang/Doing, maka bukanlah perkara mudah saat kita ingin menghentikannya dan beralih ke pekerjaan lain. Tidak mudah memang, bahkan butuh keberanian untuk beralih dan meninggalkan zona nyaman. Di sinilah kita perlu melatih 'hening/diam' sejenak itu, sehingga kita tak panik, dan mampu berfikir jernih di dalam menyesuaikan diri dengan keadaan, atau merubah dan membenarkan situasi yang mungkin melenceng dari yang kita harapkan.
Dan tetap saja, belajar hening atau diam itu tidak mudah. Butuh niat, latihan dan komitmen untuk melaksanakannya. Butuh kemampuan 'mendengar'kan [Yin] secara utuh, dan ikhlas untuk mengurangi keinginan berbicara [Yang] yang terlalu banyak. Menarik banget ya, Sobs? Jadi pengen ih, berlatih meditasi hening sejenak ini, dan juga berkemampuan untuk bisa 'mendengarkan' dengan lebih baik. Karena ternyata, mendengarkan itu jauh lebih baik daripada berbicara banyak lho! Karena sesungguhnya, dengan menyediakan diri untuk mendengarkan keluh kesah orang lain, utamanya orang yang kita cintai, sebenarnya kita sedang membantu orang tersebut berfikir lebih jernih, bahkan sedang membuka jalan bagi orang itu dalam menemukan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapinya.
Dalam buku keduanya, 'Sadar Penuh Hadir Utuh', Mas Adjie menuliskan bahwa;
Jika para tokoh lainnya, secara mainstream mengelukan untuk bertindak cepat, tangkas dan beberapa langkah berlari ke depan, maka sebaliknya dengan Mas Adjie. Lelaki ini malah anti mainstreaming, dengan gebrakannya yang mengajak orang-orang di sekitarnya untuk diam, hening sejenak! Yup, karena menurutnya, manusia-manusia di jaman moderen ini, seakan berada dalam keadaan rush. Terburu-buru, bergerak terus seakan tiada henti, demi mengejar atau menggapai sesuatu/goal. Sudah tak lagi seimbang antara Yin and Yang, Being and Doingnya. Padahal jika direnungkan sejenak, bahkan tubuh kita ini pun membutuhkan istirahat. Tak hanya tubuh, bahkan pikiran juga butuh 'diam dan hening' agar bisa berfikir jernih, agar mampu memikirkan tindak lanjut demi mencapai tujuan itu sendiri.
Yin dan Yang, tentu kita sering mendengar tentang filosofi Timur ini, yang menurut filosofi Barat lebih dikenal dengan istilah Being and Doing.
Pada dasarnya, Yin/Being, adalah kemampuan untuk menerima [nerimo] atau mengikhlaskan setiap kejadian yang menimpa diri kita. Kemampuan untuk mendengar, berdiam sejenak seraya merenungkan, di mana di dalamnya nanti akan muncul ketenangan diri, sehingga pikiran akan punya space untuk berfikir lebih jernih.
Sementara Yang/Doing, adalah lebih kepada obsesi yang menguasai diri kita, lebih kepada misi, tujuan dan aksi yang harus dan segera ingin kita lakukan dalam mencapai misi atau tujuan/cita-cita kita.
Nah, aku yakin bahwa kita juga sependapat dengan Mas Adjie ya, Sobs? Bahwa insan dunia saat ini, di tengah canggihnya technology, sudah semakin tenggelam di dalam 'Yang/Doing'-nya, sehingga tak lagi seimbang dengan Yin/Beingnya. Aku sendiri sempat tercenung lalu mengiyakan. Bener juga. Aku, selama ini begitu getol mengejar impian, obsesi, bergerak cepat seakan takut terkalahkan oleh gerakan cepat orang-orang di sekelilingku. Seolah-olah rezeki akan habis jika aku berhenti sejenak.
Ya Allah, pantes saja aku merasa lelah. Jiwaku lelah. I need to balance my being and doing, nih! Hehe.
Memang tak salah sama sekali sih, mengejar impian, bergerak cepat dalam upaya menggapainya. Namun, tentunya jika segala sesuatunya dilakukan dengan seimbang, maka hasilnya pun tentu akan maksimal. Mas Adjie memberi contoh, untuk bisa melompat jauh tinggi ke atas, tentu kita perlu menjejak tanah terlebih dahulu sebagai landasan lompatan, bukan? Makanya, di dalam aksi, tentu ada reaksi. Di dalam Yin, harus balance dengan Yang. Balancing your Being and Doing to get optimum result!
Obrolan santai dan menarik ini, tentu saja membuahkan pertanyaan ini itu dari kami semua untuk sang meditator, yang tetap kalem dalam memberikan jawaban. Kalem, tapi tak berarti tiada tawa ceria di dalamnya lho, Sobs! Namanya juga emak-emak udah berkumpul, tetap saja celotehannya [walo dalam volume rendah] mampu menghasilkan gerai tawa di seluruh ruangan hening itu. *Hidup emak2!
Belajar hening atau diam itu memang bukan perkara sekali-dua klik. Perlu proses memang. Perlu latihan. Memulainya dengan niat dan keberanian mengambil keputusan. Karena, untuk berubah, kita butuh keberanian prima dalam mengambil keputusan, karena akan ada konsekuensi terhadap apa yang kita putuskan itu. Misalnya, jika kita merasa, bahwa pekerjaan yang kita lakoni saat ini, sudah tak lagi nyaman bagi diri. Sudah membuat kita terlalu tergesa-gesa, terlalu larut di dalam Yang/Doing, maka bukanlah perkara mudah saat kita ingin menghentikannya dan beralih ke pekerjaan lain. Tidak mudah memang, bahkan butuh keberanian untuk beralih dan meninggalkan zona nyaman. Di sinilah kita perlu melatih 'hening/diam' sejenak itu, sehingga kita tak panik, dan mampu berfikir jernih di dalam menyesuaikan diri dengan keadaan, atau merubah dan membenarkan situasi yang mungkin melenceng dari yang kita harapkan.
Dan tetap saja, belajar hening atau diam itu tidak mudah. Butuh niat, latihan dan komitmen untuk melaksanakannya. Butuh kemampuan 'mendengar'kan [Yin] secara utuh, dan ikhlas untuk mengurangi keinginan berbicara [Yang] yang terlalu banyak. Menarik banget ya, Sobs? Jadi pengen ih, berlatih meditasi hening sejenak ini, dan juga berkemampuan untuk bisa 'mendengarkan' dengan lebih baik. Karena ternyata, mendengarkan itu jauh lebih baik daripada berbicara banyak lho! Karena sesungguhnya, dengan menyediakan diri untuk mendengarkan keluh kesah orang lain, utamanya orang yang kita cintai, sebenarnya kita sedang membantu orang tersebut berfikir lebih jernih, bahkan sedang membuka jalan bagi orang itu dalam menemukan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapinya.
Dalam buku keduanya, 'Sadar Penuh Hadir Utuh', Mas Adjie menuliskan bahwa;
Untuk memberikan diri kita secara utuh kepada sesama, terutama kepada orang yang kita cinta, kita harus hadir utuh terlebih dahulu. Bukan hanya sebagian di sini, tapi sebagian di masa lalu atau pun di masa depan. Mindfullness! Sadar Penuh, Hadir Utuh, kini, pada saat ini.Sungguh sebuah buku yang menarik ya, Sobs? Penasaran akan buku yang berisi artikel sederhana tentang pengalaman sehari-hari manusia bersama sisi yin, being, dan bagaimana melatih sisi yin, being ini? Yuk pantengin informasi peluncurannya nanti ya, don't missed it!
catatan dari 'ngobrol asyik bersama Adjie Silarus
Al, Bandung, 17 Februari 2015