Hello, besties! Membaca judul di atas, pasti akan membawa ingatan kita ke kasus kekerasan dalam rumah tangga yang masih hangat diperbincangkan itu gak, sih? Iya, kisah KDRT yang dialami oleh Lesti Kejora. Dan pasti masih ingat banget donk tentang kisah perjalanan dan tindak lanjut hingga ujung dari KDRT yang dilakukan sang suami, Rizky Billar, terhadap sang istri yang imut kecil mungil itu?
But..., dalam artikel ini, aku tak hendak mengajak teman-teman untuk membahas kisah dan kasus mereka sih. Selain karena sudah banyak yang membahasnya, juga pasti lah kita sudah harus move on donk dari huru-hara berita seputaran mereka terus?
Etapi, bicara tentang kekerasan dalam rumah tangga alias KDRT, masih banyak orang yang beranggapan bahwa suatu tindakan baru digolongkan ke dalam KDRT, apabila sudah menyangkut penganiayaan fisik. Padahal..., ada beberapa tahapan yang seharusnya sedari dini sudah kita pahami dan waspadai agar kita tidak memberi space/ruang bagi terjadinya kekerasan fisik itu sendiri.
Lah, emang ada tahapannya, Al?
Ada, donk. Dan dalam artikel ini, aku ingin mengulas beberapa tahapan KDRT agar kita waspada dan tidak memberi kesempatan untuk berlanjut ke hal-hal yang mengerikan dan membahayakan jiwa, ok?
Namun sebelum membahas tentang tahapan KDRT ini, aku ingin mengingatkan kembali bahwa yang namanya KDRT ini bukan saja terjadi antara suami istri, namun bisa juga terjadi oleh orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua, kakak terhadap adik, atau justru adik terhadap kakak, atau pun anggota keluarga lainnya, ya, bestie?
Tiga Tahapan KDRT: Mulai dari Kekerasan Verbal, Ekonomi, hingga ke Kekerasan Fisik
1. Kekerasan Verbal
Bicara tentang kekerasan, kekerasan yang satu ini sering TIDAK dianggap sebagai bentuk kekerasan, dan sering ditoleransi sebagai sikap yang sudah menjadi karakter sang pelaku. Bahkan masih banyak para korban yang mencoba untuk 'nerimo' sambil 'mengelus dada' terhadap prilaku ini.
Padahal kekerasan verbal ini memiliki dampak signifikan di dalam menjatuhkan mental/psikis si korban., baik itu dilakukan dengan tanpa disadari oleh pelaku atau memang dilakukan dengan sengaja. Membuat korban menjadi rendah diri, kurang kepercayaan diri, bersedih hati, kehilangan semangat hidup, bahkan ada yang sampai berniat untuk mengakhiri kehidupannya atau bunuh diri.
Bentuk-bentuk kekerasan verbal dapat berupa ucapan atau bahasa tubuh yang disadari atau tidak, disengaja atau tidak, membuat pasangan, anak, atau anggota keluarga yang dituju menjadi rendah diri.
Contoh:
- Ucapan/kata-kata kasar (hamburan jenis hewan yang ada di kebun binatang, sumpah serapah, ejekan, pelecehan sikap/kata, dan lain sebagainya).
- Bahasa tubuh yang merendahkan orang yang dituju/korban.
- Menuduh/menyalahkan korban
- Berdebat tanpa ujung
- Manipulasi
- Dan lain sebagainya.
Kekerasan dalam bentuk ini disebut juga sebagai penelantaran ekonomi keluarga, dan secara umum korban dari kekerasan ini adalah perempuan dan anak-anak. Tidak hanya terhadap rumah tangga yang mengalami perceraian/perpisahan, namun banyak juga terjadi di mana seorang suami/ayah menelantarkan perekonomian keluarganya.
Lalu pertanyaannya adalah, apakah tindakan ini bisa dilaporkan sebagai tindakan KDRT atau tindakan yang melanggar hukum?
Jawabannya; BISA. Hanya saja, banyak sekali kasus-kasus seperti ini yang tidak dilaporkan kepada polisi untuk ditindak sebagaimana mestinya, sehingga semakin sedikit yang diselididi, disidik, dan dituntut di depan pengadilan. Data yang tersedia baik di tingkat regional mau pun tentang kekerasan jenis ini pun sangat sedikit jika tak ingin kita sebut langka, padahal begitu dibutuhkan dalam menetapkan berbagai kebijakan untuk mencegah merajalelanya bentuk kekerasan ini.
3. Kekerasan Fisik
Nah, kekerasan yang satu ini seringkali merupakan KDRT pada wanita dan anak-anak, dimana seorang suami atau ayah, karena satu dan lain hal, dengan mudahnya melayangkan tangan, kaki, atau menggunakan benda-benda lainnya untuk menganiaya istri atau pun anak-anaknya. Ada banyak sekali kisah yang kita temukan di masyarakat, baik yang berada di sekitar kita secara langsung, atau yang kisahnya kita baca atau tonton dari media.
Namun, walau secara umum kekerasan fisik pelakunya sering didominasi oleh kaum laki-laki, tak berarti bahwa kaum perempuan tidak pernah menjadi pelakunya.
Ada banyak juga kasus kita temukan di mana ibu-ibu melakukan kekerasan atau KDRT terhadap anak-anak, atau malah terhadap suaminya.
Apakah bisa ditindak atau dipidanakan?
Tentu saja, SEJAUH ada laporan dari pihak korban, agar polisi bisa melakukan tindak lanjut.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghentikan/mengurangi tindakan KDRT
Untuk keluar dari kekerasan rumah tangga ini, apa pun bentuknya, tentu harus dimulai dengan keberanian diri untuk menghentikannya. Dimulai dengan mengambil sikap ini, nih, bestie.
1. Niat.
Katakan pada diri sendiri (jika kamu menjadi korban KDRT), "That's enough, atau cukup sudah. Aku tak akan membiarkan diriku menjadi korban kekerasan lebih lanjut di dalam rumah tanggaku. Aku harus membela diri dan harga diriku."
Kenapa niatnya harus seperti ini?
Karena kita perlu menanamkan prinsip ke alam bawah sadar bahwa kejadian KDRT ini tidak boleh berulang kembali.
2. Bicara Langsung Kepada Pelaku atau Cari Juru Bicara
Baik suami atau istri yang menjadi korban KDRT, maka sebaiknya langkah berikutnya adalah duduk dan bicara antar kedua belah pihak, suami dan istri, selaku orang dewasa. Jika ga berani, takut di-KDRT-kan lagi, maka cari penengah/facilitator, sebelum mengambil langkah membawa kasus ini ke yang berwajib. Karena jika sudah melapor, maka polisi akan menerima laporan dan menindaklanjuti. Jangan sampai ketika pihak yang berwajib sedang memproses kasusnya, eh kita malah mencabut laporan.
3. Melapor ke Pihak Berwajib
Yess, setelah duduk, berbicara, dan tegaskan sikap, maka lanjutkan ke pihak yang berwajib, jika dirasa itu adalah tindakan yang harus segera dilakukan. Selain memberi efek jera kepada pelakunya, juga agar semakin banyak data yang masuk, dan menjadi contoh bagi warga masyarakat lainnya agar bersikap lebih hati-hati.
4. Minta Bantuan Profesional
Meminta bantuan profesional dalam menghadapi kasus ini juga bisa menjadi jalan keluar yang baik dalam menghindari diri dari depresi selama proses berlangsung.
Nah, besties, semoga tulisan ini bisa menjadi soft reminder bagi kita semua ya, agar terhindar dari prilaku KDRT, ya!
Salam,
Alaika, Jakarta - 21 November 2021