Hm… judul kali ini terkesan serius ya? Hehe… ide ini bermula dari obrolan santai dengan misua tadi malam. Sedang asyik-2nya bahas tentang perkembangan teknologi, eh tiba-tiba doi bicara serius sambil mengambil sebuah majalah favoritnya, “Gatra”.
“Vi, kamu harus baca artikel ini lho!” katanya sambil mencari-cari artikel yang dimaksud.
Penasaran hatiku mulai menebak-nebak. “Pasti sesuatu yang lucu ya mas?” tebakku.
“Nope, serius kok, bagus banget jika kita komit untuk menerapkannya.”
Makin penasaran deh akunya. Daaan akhirnya, terpampanglah sebuah artikel yang dimaksud. Mulailah aku membaca dengan serius.
Memang selama ini sedikit terjadi perbedaan prinsip dalam hal pemenuhan keuangan untuk Intan. Menurut misua, aku terlalu memanjakan Intan dalam hal materi, dan itu jelas tidak baik bagi perkembangan Intan ke depannya. Anak harus dilatih sejak dini agar kelak mandiri dan terlatih dalam mengelola keuangannya sendiri. Apalagi mengingat yang namanya ajal tiada satu manusiapun yang tau. Jika saja kita tidak mempersiapkan si anak sedini mungkin, malah memanjakannya dengan menuruti segala keinginannya, maka jika saja kita yang dipanggil duluan oleh sang Kuasa, maka dapat dipastikan si anak yang kita tinggalkan akan terpuruk seorang diri, kebingungan dan kehilangan arah.
Bener sih, bener banget malah. Aku seluruhnya setuju tentang prinsip ini. Dan dalam banyak hal aku berusaha menerapkannya dalam pengasuhan Intan. Tapi terkadang, banyak juga hal yang membuatku akhirnya menuruti saja keinginan Intan, lebih dikarenakan sebagai kompensasi atas ketidakberadaanku di sisinya dalam beberapa selang waktu. Misalnya saat aku begitu sering ditugaskan keluar daerah, sehingga Intanku terpaksa hanya tinggal dengan si mba. Anaknya sendiri sih tidak protes, malah enjoy-enjoy saja. Tapi rasa bersalah akan ketidakberadaanku di sisinya, membuat hatiku ingin menebusnya dalam bentuk pemberian materi yang mungkin belum pada saatnya.
Beberapa contoh misalnya:
Saat bertugas selama 5 hari di luar kota (ke Nias), akhirnya sepulang dari sana, aku mempergunakan sebagian dari uang perjalanan dinasku untuk menghadiahkannya sebuah BB Onyx yang pada masa itu masih bernilai tinggi, sekitar 5 juta. Sama persis dengan yang aku punyai dan bahkan belinya juga sekaligus.
Dan terpaksa aku harus sembunyi dari misua, ga berani bilang bahwa aku baru saja membelikan Intan sebuah benda mahal yang pada saat itu (kelas 2 SMP) belum saatnya dimiliki Intan. Jika pun Intan benar-benar ingin punya BB, mungkin type Gemini saja cukuplah. Karena selain harganya yang mahal (sampe 5 juta), juga Intan masih belum mampu menjaga barang-barang yang bernilai tinggi.
Terbukti, seminggu kemudian, Onyx yang baru kubelikan dari hasil perjalanan dinas itu, hilang dengan sempurna, di sekolah. Aku hanya gigit jari. Dan sama sekali tak mampu bercerita pada misua.
Harusnya aku belajar dari kejadian itu, dan komit pada janjiku untuk lebih selektif dalam mengabulkan keinginan Intan. Eh, janji tinggal janji, sebulan kemudian, kulewatkan lagi 5 juta rupiah untuk sebuah BB pengganti, bagi Intan. Juga dengan sembunyi-sembunyi dari misua. Takut dibilang tidak bijaksana. Hati kecilku sih jelas-jelas bilang bahwa tindakanku itu tidak bijak. Sangat tidak bijak.
Tapi gimana ya sobs, rasanya aku ingin banget memenuhi segala kebutuhan (kayaknya ini bukan kebutuhan deh, tapi keinginan) Intan.
Berusaha keras sih sebenarnya sudah, untuk mencoba belajar ketat dan disiplin dalam hal ini, agar dapat membekali Intan in how to manage her financial matter in the next days. Tapi ujung-ujungnya terkalahkan oleh rasa sayangku yang (mungkin) berlebiihan?
Back to the topic, ternyata artikel yang diperlihatkan oleh misua tadi benar-benar mengena bagiku deh sobs. Artikel ini ditulis oleh Aidil Akbar Madjid, seorang independent Financial Planner dan Ketua Asosiasi Perencana Keuangan Indonesia, dimuat di salah satu halaman majalah Gatra edisi 10-16 November 2011.
Berikut cuplikan artikelnya:
Judul: Mengajarkan Anak Tentang Uang
Pengetahuan dalam mengelola keuangan adalah salah satu pengetahuan penting wajib dimiliki oleh para orang tua, mengingat pengetahuan ini tidak diajarkan secara khusus di sekolah-sekolah ataupun pendidikan formal lainnya. Sementara di era kemajuan teknologi canggih masa kini, banyak sekali informasi dan produk yang menyasar ke para kaum muda (anak-anak kita), yang membuat mereka sulit untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan.
Terkait dengan masalah umur atau ajal, setiap orang tua adalah wajib mengajarkan anaknya bagaimana mangelola keuangan mereka dengan bijak, sehingga jika saja orang tua yang mendahului mereka, maka si anak sudah mempunyai bekal pengetahuan tentang pengelolaan keuangan mereka nantinya.
Keterbatasan waktu dengan sang anak karena kita sibuk bekerja mencari uang kerapkali menjadi alasan utama bagi orangtua untuk membiasakan memberikan uang dalam jumlah besar kepada anaknya. Uang tadi dianggapnya bisa menjadi pengganti waktu orangtua kepada anak-anak mereka. Akibatnya, banyak dari anak-anak yang cenderung menjadi manja dan memboroskan uang jajan karena mengetahui bahwa berapa pun uang jajan yang mereka minta pasti akan mereka dapatkan.
Beberapa hal utama yang dapat dilakukan untuk mengajarkan anak-anak tentang uang adalah sebagai berikut;
Pertama adalah komitmen bahwa mengajarkan tentang uang haruslah dilakukan dengan cara bersamaan oleh kedua orang tua. Percuma apabila ibu menerapkan disiplin ketat dalam mengatur dan memberikan uang, tetapi si anak bisa mendapatkannya dengan mudah dari ayahnya.
Kedua adalah memberi contoh. Sebagai orangtua, kita memberikan pelajaran tentang cara menilai uang kepada anak-anak kita dengan cara memberikan contoh yang baik. Anak-anak akan mencontoh apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Sehingga, jika seorang ibu misalnya, berbelanja sepatu baru di sebuah mal dengan lima warna yang berbeda, maka sudah dapat dibayangkan bagaimana bentuk dari financial management skill yang akan tercipta pada diri si anak nantinya.
Ketiga adalah masalah komunikasi. Selalu camkan dalam ingatan kita bahwa uang dan barang tidak dapat menggantikan waktu serta komunikasi kita dengan anak kita. Selalu ingat untuk tidak memanjakan anak-anak dengan uang dan barang karena kesibukan bekerja.
Tetapi mengatakan TIDAK pada anak ketika anak meminta dibelikan sesuatu juga bukan hal yang baik untuk dilakukan. Ajarkan anak untuk membuat target dan perencanaan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Ajarkan juga kepada anak arti saling berbagi dan member kepada orang lain. Harapannya, mereka bisa menghargai nilai suatu barang. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan baju milik mereka yang sudah tidak terpakai karena kekecilan untuk disumbangkan kepada yayasan yatim piatu atau korban bencana. Ajak serta anak ketika menyumbangkan barang tersebut. Anak akan mendapatkan pelajaran penting bahwa sekecil apapun barang atau selama apapun barang yang telah dibeli dengan uang akan tetap berharga bagi orang lain.
Pelajaran mengenai tata kelola keuangan dan nilai suatu uang bukanlah suatu proses instan. Diperlukan komitmen dan contoh nyata yang dilakukan oleh orangtua. Bersabarlah, suatu hari nanti anak akan merasakan kegunaan dari apa yang telah kita ajarkan sejak kecil mengenai keuangan.
Hm…. Very good article as my hubby said. Makanya tulisan ini kini terekam dengan baik dalam postingan ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi diri saya sendiri. Amin.