Seorang sahabat blogger, sedang mengadakan sebuah Giveaway dengan tema yang cukup menarik. "Pengalaman Pertama tentang apa saja". Wuih! Menarik banget ini. Tapi pengalaman pertama apa yang mau diposting ya? Yang unik, konyol, bikin emosi atau bikin deg-degan. #MikirSambilNgelusDagu.
Aha! Aku kan punya sebuah pengalaman konyol yang bikin naik darah, tapi berhasil diatasi dengan baik tuh. Yes, itu aja deh yang akan ikut dalam Giveawaynya
Una. Yuk kita mulai yuk, Sobs!
Saat itu, tepatnya Kamis, 15 April 2010, aku dan 4 kolega dari UNHabitat harus berangkat ke Gunung Sitoli untuk sebuah acara Dialog Interaktif bertajuk ‘
The Importance of Improving Solid Waste Management'. Acaranya sendiri diadakan pada keesokan harinya, 16 April 2010. Namun selaku panitia penyelenggara, tentunya kami harus berangkat lebih awal untuk setting tempat dan koordinasi dengan mitra kerja setempat. Btw udah pada tau ga ya dimana Gunung Sitoli itu? Jangan-jangan ada yang belum
ngeh deh di kepulauan mana Gunung Sitoli itu berada?
Well, bagi yang belum tau letak kepulauan unik yang satu ini, yuk lihat peta dibawah ini yaaa….
Nah, udah tau kan kalo Gunung Sitoli ini termasuk salah satu kepulauan yang terletak di Pulau Sumatera, tepatnya Sumatera Utara. Gunung Sitoli ini adalah salah satu kota hasil pemekaran dari Kabupaten Nias Induk, dan ke sini lah kami harus terbang pada Kamis itu. Dimulai pada jam 6 pagi hari, penerbangan dari Banda Aceh - Medan, transit di Medan selama 2 jam lalu lanjut dengan penerbangan dari Medan - Gunungsitoli. Tak ada kendala berarti sama sekali hingga kami mendarat dengan selamat di Binaka Airport, Gunung Sitoli.
Sebenarnya ini bukan kali pertama aku bertugas ke pulau indah ini, makanya feelingku tuh baik-baik saja saat mendarat dan menunggu bagasi. Seperti biasa, tak banyak barang yang aku bawa jika hanya bertugas satu dua hari saja. Hanya sebuah koper serta 1 tas laptop yang menemani perjalananku kali itu. Tas laptop ikut ke kabin sementara koper masuk bagasi.
Penumpang penerbangan ini, kala itu memang sedang ramai, full passengers. Sehingga kami harus bersabar antre di pengambilan bagasi. Dan tentu saja kami menunggu dengan senyuman dunk, apalagi bagiku, menginjakkan kaki di pulau ini, lagi dan lagi selalu memberi kebahagiaan tersendiri deh. (Maklum sobs, pertama kali ketemu dan berkenalan dengan misua tuh ya di pulau ini, hehe).
Namun, lama ditunggu kok ya bagasiku ga muncul-muncul, juga beberapa ibu-ibu (inang-inang) udah mulai protes. Ternyata bagasi mereka tidak ikut turun. Aku masih bersabar, menunggu para inang protes ke petugas bagasi. Baru mulai ikutan curiga ketika sekian lama ditunggu koperku kok ya ga muncul juga. Duh, jangan-jangan ikut ketinggalan nih. Mulai deh kuatir, kan semua pakaianku ada di situ, dan yang ada di pundakku ini hanya laptop dan alat tulis. Oh My God!!
Benar saja, Sobs, koperku itu dengan indahnya ikut diturunkan oleh pihak penerbangan yang kami tumpangi di Polonia Medan sana tanpa konfirmasi. Tanpa pemberitauan. Hadeuh! Aku ikutan marah donk. Gimana enggak coba, Sobs, kan aku butuh pakaian itu untuk ganti dan juga untuk keperluan buka acara besok. Masak mau pake baju ini untuk berdiri dan berbicara di hadapan para pemangku kebijakan alias decision makers [Bupati dan Walikota serta anggota legislatif daerah ini?]
Kucoba bicara baik-baik dengan petugas bagasi yang mencoba meminta maaf karena kru mereka di Medan telah menurunkan sebagian bagasi para penumpang pesawat ini tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Bahwa mereka terpaksa menurunkan setengah bagasi karena bagasi yang begitu penuh. Sebelum sempat aku menjawab, para ibu-ibu bersanggul dan berkebaya itu sudah duluan protes.
“Kami ga mau tau, kenapa kalian lebih memilih mengangkut barang berbayar dari pada bagasi kami. Kan setiap penumpang punya hak untuk diangkut juga bagasinya? Bagasi kami tidak berlebih. Kalian harus ganti rugi!!”
Amarah itu begitu kentara. Aku menangkap emosi yang meluap dari para ibu itu, ditambah beberapa bapak yang juga telah tersulut amarah.
Beruntung ke 4 kolegaku yang lainnya, yang membawa serta koper/backpack mereka ke kabin, sehingga tidak mengalami masalah ini. Mereka ikutan kesal dan sangat prihatin dengan keadaanku yang langsung jadi badmood. Gimana ga coba sobs? Besok aku harus pake apa? Bahkan pakaian dalam pengganti saja udah ga ada nih. Okelah underware bisa dicari, tapi kalo baju pengganti? Aku ga yakin bisa menemukannya di pulau ini deh, [bukan under estimate Sobs, tapi memang berdasarkan pengalaman yang sudah pernah beberapa kali melihat-lihat pasar dan dagangan di pulau ini, dan aku belum menemukan pakaian yang sesuai. Hiks.].
Percuma juga mau ngamuk, Sobs, si petugas udah minta maaf duluan malah sebelum aku marah, dan menjelaskan bahwa maskapai hanya bisa memberi dana seharga satu set underware saja.
Bah! Kuhanya bisa menjawab, “Bapak, saya bukan hanya butuh underware, tapi saya butuh pakaian pengganti yang pantas untuk membuka acara besok pagi, di depan Bupati dan walikota pulau ini, Pak.”
Lagi-lagi si petugas hanya dapat meminta maaf, dan aku hanya bisa tanyakan kepastian kapan koperku bisa kembali, yang ternyata dijawab dengan jawaban yang 'sangat indah dan menjanjikan', langsung mengoyak harapanku untuk tampil meyakinkan besok harinya, karena diperkirakan koperku itu akan sampai besok sore, jam 4! AMPUUUN DEH! Artinya, tak ada alternatif lain selain cari baju pengganti. Waktu terus berlalu dan tidak ada gunanya kami berlama-lama lagi di bandara ini. Agenda lain sudah menunggu yaitu mengunjungi lokasi landfill yang baru di Teluk Belukar, baru setelah itu check in di hotel.
Tiada guna memperpanjang amarah dan menahan emosi di dada kan, Sobs? Makanya kucoba untuk tetap enjoy melebur diri dengan acara selanjutnya, yaitu masuk hutan meninjau lokasi baru untuk pembangunan landfill. Btw, udah pada ngeh belum ya dengan yang namanya landfill?
Well,
landfill itu, bahasa kitanya adalah Tempat Pengelolaan Akhir atau dulunya disebut Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Nah, pasti udah pada
ngeh kan yaaa?
Kantorku [UNDP] tuh, bekerjasama dengan Dinas Kebersihan di 13 kabupaten kota, termasuk Kota Gunung Sitoli ini, dan salah satu
project yang akan segera dilaksanakan adalah menutup TPA lama yang di Miga Hill dan pindah ke lokasi baru yang akan kami tinjau ini, yaitu Teluk Belukar.
Nah, Sobats, lihat kan pakaianku satu-satunya itu? Tak ada pilihan lain, sepulang dari Teluk Belukar ini, ditemani oleh seorang kolega yang
base in Nias, mulailah kami
searching for appropriate clothes untuk bisa kupakai besok. Ya iyalah Sobs, masak acara formal esok hari, dihadiri 3 Bupati dan 1 Walikota, para Sekda dan juga anggota DPR Kota Gunung Sitoli, Kabupaten Nias dan Nias Selatan, aku harus pake baju satu-satunya ini? Rasanya ga sopan dunk.
Menjelajahlah kami di belantara pasar yang tidak seberapa luas ini. Hehe, wong namanya juga sebuah kota kecil yang memang kecil. Sayangnya, kami tidak berhasil mendapatkan sebuah pakaian pun yang kiranya fit untuk aku kenakan esok hari. Sediiiih rasanya, Sobs, dan juga prihatin membayangkan bagaimana besok? Aku harus tampil dan berinteraksi dalam acara ini, mengingat partisipannya juga para petinggi pemerintahan, masak iya pakai baju ini lagi? Dengan celana jeans? Kalo masuk hutan tadi wajar dan pantaslah, tapi kalo besok pagi, di depan forum? Olala! Hiks.
Teman-teman mencoba memberi semangat, dan aku juga tidak ingin membiarkan diriku
down hanya karena ketidak-tersediaan pakaian (betul ga nih gaya bahasanya?). Apa pun lah, akhirnya malam pertama di Nias island itu kami habiskan dengan menyantap sea food di salah satu restoran favorit, ngobrol sebentar dengan para kolega dan juga teman-2 yang
duty station-nya di Nias, terus kembali ke hotel. Kegiatan berlanjut dengan menyiapkan kata-kata sambutan untuk esok harinya. Ini adalah kali pertama aku memberikan kata-kata sambutan di depan Bupati/Walikota dan anggota DPR di Nias island ini. Dan karena daerah ini sangat unik, maka kucoba untuk menyusun kalimat-kalimat sesesuai mungkin untuk kondisi dan daerah ini. Berdiri di depan umum (baca: para pengambil kebijakan di suatu daerah) sih udah sering aku lakukan, tapi dengan pakaian seadanya seperti ini sungguh pengalaman pertama bagiku, dan sungguh bikin ga nyaman. Tidak ada pilihan lain, yang bisa aku gunakan untuk besok adalah hanya memakai terusan abu-abu ini, tanpa celana panjang, (untung ini Nias, boleh pake pakaian seperti ini, kalo Aceh kan harus pakaian muslimah). Dan kerudung yang kemarin aku pakai di Meulaboh, Aceh Barat untuk buka acara yang serupa, aku sulap jadi syal deh. So jadi sedikit
fashionist lah.
Keesokan harinya....
Teman-teman takjub (cieeee) melihat penampilanku yang hm…, boleh dibilang tidak seperti yang mereka bayangkan [tampil dengan gaya seperti kemarin]. Hehe.
Sayangnya aku tidak berhasil menemukan foto saat sedang di podium membuka acara, tersimpan entah di folder yang mana. Namun setidaknya, foto-foto berikut, yang berhasil aku temukan, setidaknya mampu menunjukkan penampakanku pada hari bersejarah itu. Taraaaa!!
Alhamdulillah, akhirnya acaranya dapat berlangsung dengan sangat baik, dan aku berhasil mengundang kembali
my good mood sehingga dapat tampil baik pada hari itu. Walau pun penerbangan kemarin sempat membuat moodku jadi down dan tensi darah jadi naik, maskapai ini akhirnya menghantar koperku seperti yang mereka janjikan sebelumnya, jam 4 sore, koper itu tiba ke tempat acara, dan dapat aku pakai untuk menggantikan pakaian yang telah dua hari berturut-turut membungkus dan melindungi tubuhku, termasuk dipakai ke hutan Teluk Belukar. Hehe.
Malam harinya, kami makan malam sambil merayakan kesuksesan acara hari ini dengan bahagia. Lihat deh gambar dibawah ini, teteup sambil bekerja sih, daaaan, udah ganti baju lho, Sobs.. Hehe.
Well, Sobats maya, begitulah
kisahku tentang pengalaman pertama berdiri di depan umum dengan berpakaian alakadarnya, gara-gara kesalahan sang maskapai. Sejak itu, aku tidak pernah lagi membiarkan
luggage-ku dimasukkan ke bagasi, takut hal menyedihkan ini terulang kembali. Trauma gitu lho. Hehe.
Untuk
Una, trims banget lho atas event giveaway-nya yang secara tidak langsung telah mengingatkan aku pada pengalaman menyedihkan ini, sehingga
the story kini telah tertulis rapi, mudah-mudahan menarik untuk dibaca dan jadi pembelajaran bagi Sobats semuanya. Bahwa hal-hal seperti ini sangat sering terjadi, entah karena kesengajaan seperti yang dilakukan oleh maskapai yang aku tumpangi atau pun karena kelalaian petugas pencatat dan pengurus bagasi di daerah asal, seperti juga terjadi pada kolegaku saat kami bertugas ke Bali. Bagasi kolegaku ini dengan manisnya diterbangkan ke Semarang sementara kami semua terbang damai ke Bali. Tentu saja sang kolega terpaksa harus ber-
underware side B malam itu, mengingat waktu telah menunjukkan angka 1.25 dini hari saat kami mendarat di pulau dewata itu. Kompensasi apa yang kita dapatkan saat komplen ke pihak penerbangan? Hanya permintaan maaf.
Olala…
sebuah catatan pengalaman perjalanan, yang diikutsertakan pada giveaway ini
Al, Aceh, 26 Oktober 2011