Postingan sebelumnya bisa dibaca disini
Siapapun pasti sepakat bahwa mendaki gunung atau hanya sebuah bukit bukanlah hal yang mudah. Itu juga yang aku dan teman-teman alami saat kami harus membujuk kaki-kaki kami menaiki jalanan terjal menuju puncak bukit Sikunir. Namun dari awal, aku telah mensugestikan alam fikirku bahwa bukit Sikunir, yang terletak di desa Sembungan dan diklaim sebagai desa tertinggi di pulau Jawa, dengan ketinggian sekitar 2400 mdpl itu, tidaklah akan setinggi mendaki gunung Sibayak, Brastagi, yang pernah aku taklukkan dulu.
Namun sobs, sugesti tinggallah sugesti, sungguh tak berdaya diri ini. haha. Baru sepuluh menitan melangkah, di tengah udara dingin yang menyergap tubuh dan desahan napas yang mengepulkan asap putih/kabut, helaan napas ini kok semakin memburu. Ngos-ngosan. Dada terasa sesak. Duh, sudah demikian menurunkah staminaku di usia 40an ini? Ih, ga banget deh Al! Malu-maluin! Kucoba mengatur napas seteratur mungkin, malu donk sama Rie, Una dan Idah. Masak baru sebentar mendaki napasku sudah seperti ini?
Eits, tunggu dulu. Nampaknya aku tidak sendiri lho sobs. Rie dan Idah juga mengalami hal serupa. [Asyik, ada temen! Haha...] Kuperhatikan mereka yang juga ngos-ngosan, dengan tenggorokan terasa mengering. Padahal udara sekitar jelas dingin banget! Tak salah lagi, ini pasti karena kami tak pernah berolah raga! [bukan kurang, tapi ga pernah, bukan begitu Rie? hehe].
Salutnya, si kriwil Una, dengan bobotnya yang lumayan kok malah bisa melaju kencang dan gesit. Meninggalkan kami [aku, Rie dan Idah] jauh di belakang. Biarinlah, aku maklum, si kriwil tentu tak ingin melepaskan sang mentari beranjak pergi sebelum dia mengabadikan proses pembagian cahaya pagi oleh sang matahari ke segala penjuru bukit. Sunrise! Bukankah itu yang sedang kami kejar?
Menyadari itu, kulangkahkan kaki agak lebih cepat. Kurasa Ririe juga berfikir serupa, hingga langkah kami selalu bersisian. Berbaur dengan orang-orang lainnya, yang datang dari berbagai tempat, dengan aneka latar belakang untuk tujuan yang sama. Menyaksikan indahnya sunrise di punggung bukit Sikunir yang telah begitu tersohor itu. Maafkan kami ya Dah karena terpaksa meninggalkanmu bersama orang-orang lainnya. :D
Maka, tak pedulikan lelah yang hendak menghambat langkah, kami pun terapkan keep moving mode on, untuk tetap berjalan. Mencoba ngobrol dan bercanda dengan orang-orang sekitar kami hingga tak terasa cahaya indah itu terpampang di depan mata. Masyaallah..... Indahnya.... [walau kami tak sempat melihat keindahan yang jauh lebih indah, yang Una sempat saksikan karena dia lebih dahulu tiba di puncak bukit ini].
Bagiku, menyaksikan pemandangan seindah ini, sudah lebih dari cukup untuk serta merta menghapus lelah akibat pendakian tadi. Sungguh indah kreasimu ya Rabbi. Beruntung aku dan teman-teman diberikan kesempatan dan kekuatan untuk mencapai puncak bukit ini. Alhamdulillah. Dan selanjutnya sobs... Mungkin biarkan foto-foto dibawah ini mewakili riangnya hati berada di puncak bukit, yang terletak di sebuah desa tertinggi di pulau Jawa. Yes. Bukit Sikunir, di desa Sembungan, Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Taraaaaa.....
Siapapun pasti sepakat bahwa mendaki gunung atau hanya sebuah bukit bukanlah hal yang mudah. Itu juga yang aku dan teman-teman alami saat kami harus membujuk kaki-kaki kami menaiki jalanan terjal menuju puncak bukit Sikunir. Namun dari awal, aku telah mensugestikan alam fikirku bahwa bukit Sikunir, yang terletak di desa Sembungan dan diklaim sebagai desa tertinggi di pulau Jawa, dengan ketinggian sekitar 2400 mdpl itu, tidaklah akan setinggi mendaki gunung Sibayak, Brastagi, yang pernah aku taklukkan dulu.
Namun sobs, sugesti tinggallah sugesti, sungguh tak berdaya diri ini. haha. Baru sepuluh menitan melangkah, di tengah udara dingin yang menyergap tubuh dan desahan napas yang mengepulkan asap putih/kabut, helaan napas ini kok semakin memburu. Ngos-ngosan. Dada terasa sesak. Duh, sudah demikian menurunkah staminaku di usia 40an ini? Ih, ga banget deh Al! Malu-maluin! Kucoba mengatur napas seteratur mungkin, malu donk sama Rie, Una dan Idah. Masak baru sebentar mendaki napasku sudah seperti ini?
Eits, tunggu dulu. Nampaknya aku tidak sendiri lho sobs. Rie dan Idah juga mengalami hal serupa. [Asyik, ada temen! Haha...] Kuperhatikan mereka yang juga ngos-ngosan, dengan tenggorokan terasa mengering. Padahal udara sekitar jelas dingin banget! Tak salah lagi, ini pasti karena kami tak pernah berolah raga! [bukan kurang, tapi ga pernah, bukan begitu Rie? hehe].
Salutnya, si kriwil Una, dengan bobotnya yang lumayan kok malah bisa melaju kencang dan gesit. Meninggalkan kami [aku, Rie dan Idah] jauh di belakang. Biarinlah, aku maklum, si kriwil tentu tak ingin melepaskan sang mentari beranjak pergi sebelum dia mengabadikan proses pembagian cahaya pagi oleh sang matahari ke segala penjuru bukit. Sunrise! Bukankah itu yang sedang kami kejar?
Menyadari itu, kulangkahkan kaki agak lebih cepat. Kurasa Ririe juga berfikir serupa, hingga langkah kami selalu bersisian. Berbaur dengan orang-orang lainnya, yang datang dari berbagai tempat, dengan aneka latar belakang untuk tujuan yang sama. Menyaksikan indahnya sunrise di punggung bukit Sikunir yang telah begitu tersohor itu. Maafkan kami ya Dah karena terpaksa meninggalkanmu bersama orang-orang lainnya. :D
Maka, tak pedulikan lelah yang hendak menghambat langkah, kami pun terapkan keep moving mode on, untuk tetap berjalan. Mencoba ngobrol dan bercanda dengan orang-orang sekitar kami hingga tak terasa cahaya indah itu terpampang di depan mata. Masyaallah..... Indahnya.... [walau kami tak sempat melihat keindahan yang jauh lebih indah, yang Una sempat saksikan karena dia lebih dahulu tiba di puncak bukit ini].
Bagiku, menyaksikan pemandangan seindah ini, sudah lebih dari cukup untuk serta merta menghapus lelah akibat pendakian tadi. Sungguh indah kreasimu ya Rabbi. Beruntung aku dan teman-teman diberikan kesempatan dan kekuatan untuk mencapai puncak bukit ini. Alhamdulillah. Dan selanjutnya sobs... Mungkin biarkan foto-foto dibawah ini mewakili riangnya hati berada di puncak bukit, yang terletak di sebuah desa tertinggi di pulau Jawa. Yes. Bukit Sikunir, di desa Sembungan, Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Taraaaaa.....
dan giliran narsis dewe-an
![]() |
Mencoba menampung cahaya... hehe |
Well sobs, masih banyak sih foto-foto lainnya, tapi harus tau diri donk aku, masak mau dipamerin semua, ntar ada yang iri lho! #lirik seseorang yang terbelenggu di belantara Kalimantan sonoh. Hihi...
Setelah menikmati indahnya pemandangan dan bersantai melepas lelah, eh iya, di atas bukit ini, ada penjual minuman lho. Ada milo, kopi, teh dan mie instant. Aku sih memilih teh manis panas seperti ini nih sobs.
![]() |
Hehe.... narsis lagi deh nih si Al! |
Setelah puas menikmati minuman dan beraksi di depan kamera, kami berempat pun memutuskan untuk mengakhiri petualangan di bukit Sikunir. Tanpa beban pastinya. Kan pekerjaan menurun tidak sesulit mendaki, iya toh sobs?
Etapi, sebelum itu, ada sebuah 'object' yang begitu menarik minat salah satu anggota tim [siapa hayooo? hihi] untuk berfoto bersama. Emang sih, 'object' yang satu ini ga bisa dibilang jelek. Bisa dibilang rabun lho mataku kalo aku bilang mereka jelek, terutama si yang satu itu tuh.... Penasaran 'object' apakah itu?
Yuuuk.....
Well sobs, catatan perjalanan ini rasanya udah panjang banget deh, mudah-mudahan sobats semua ga bosan mengikuti kisah pendakian ini ya... Satu hal yang perlu diingat, bahwa jika ingin mendaki, siapkan stamina yang prima. Dan jangan terlalu memaksakan diri bagi yang merasa udah ga kuat lagi. Ntar bisa pingsan seperti ibu-ibu itu lho! Idah sempat melihat seorang ibu yang jatuh pingsan karena kelelahan mendaki. Mungkin si ibu juga mengidap penyakit jantung sih. Harusnya daerah seperti ini menyediakan posko kesehatan sih, jadi bisa mengantisipasi jika ada hal-hal seperti ini.
Seperti biasa, kita tidak akan membutuhkan waktu yang lama untuk menuruni bukit. Cepat dan gampang, apalagi dengan hati yang puas dan dijalani sambil ngobrol santai. Sampai deh ke area parkir yang juga menyajikan pemandangan indah seperti ini nih.
Udah ah... asyik upload foto aja nih jadinya. Nantikan kisah petualangan berikutnya ke Candi Arjuna dan daerah wisata lainnya di dataran tinggi Dieng ya sobs! Dijamin seru lho!
Saleum,
Al, Bandung, 21 November 2012