Dan beberapa 'apa benar' lainnya, maka, yuk, langsung kita ikuti kisah perjalanan kami di hari kedua keberadaan kami di Iran, yuk, Sobs!
Ah iya, yang paling penting untuk diingat adalah, artikel ini ditulis murni sebagai sharing/reportase ala Alaika Abdullah, terkait kunjungan langsung ke negeri Syiah (Iran), bukan untuk mendiskusikan tentang kelebihan dan kekurangan mazhab yang satu ini, karena SEJUJUR-nya, I am not the expert in that case. :)
Jadi, mohon untuk tidak menjadikan kolom komentar artikel ini sebagai tempat untuk saling menuding, menghujat apalagi menghakimi. Mari saling menjaga agar damai ini tetap terasa indah.
Ok, Sobs?
Hari kedua, 5 Agustus 2013, seorang guide tampan Irani beserta seorang supir profesional plus sebuah minibus yang lumayan besar [berkapasitas 15 orang] telah menanti tepat pada jam 9 pagi. Pertemuan pertama di lobby hotel, langsung lanjut memasuki mini bus dan mulus melaju ke arah kota Qom.
Percakapan menarik langsung terjadi dengan mas guide yang bahasa Inggrisnya cas cis cus. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan ayah, secara bergantian antara aku dan Andri [adikku] diubah ke dalam bahasa Inggris dan memforwardnya ke si mas guide untuk mendapatkan jawaban.
Pertanyaaan-pertanyaan sensitive tentu saja dengan terlebih dahulu memohon maaf dan pengertian darinya, tetap meluncur dan meminta jawaban. Dan si mas guidenya yang open minded, menjawabnya dengan upaya maksimal dan senang hati. Sempat juga dia bercanda kepada supirnya, bahwa sepulang dari mengantarkan kami, dia sudah bisa menggunakan sorban di kepalanya, perlambang telah jitu ilmu agamanya. Haha.
Memang tak banyak dari wisatawan yang ditemaninya selama ini, yang meminta untuk diajak wisata religi seperti yang kami lakukan ini. Biasanya yang suka begini, kalo bukan orang-orang Sunni, ya orang-orang non muslim Eropah yang penasaran untuk mengetahui praktek Syiah secara langsung dari sumbernya [kota suci yang ada di Iran, seperti kota Qom ini].
Kota Qom, yang merupakan ibukota dari provinsi Qom terletak sekitar 156 km barat daya Tehran, berpenduduk sekitar 1.042.309 jiwa pada sensus 2005, dan berada di tepi sungai Qom. Kota ini dinobatkan menjadi kota suci bagi penganut Islam Syiah, di mana di kota ini terdapat makam dari Fatimah al-Ma'sum, saudari dari Imam Ali ar-Ridha, dan menjadi kota pendidikan Syiah terbesar di dunia.
~sumber [http://id.wikipedia.org/wiki/Qom].
Perjalanan ke kota ini membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam dari kota Tehran, melalui jalanan keren menakjubkan. Yup, salut dengan pembangunan di Iran, walau diembargo tapi tetap melaju pembangunannya, terutama jalannya yang lebar, mulus dan bagus.
Pemandangan kiri kanan jalan, dipenuhi oleh padang gurun yang coklat tandus dan panas. Untungnya kita menumpang minibus yang full AC dan luas, jadi panasnya udara di luar sama sekali tidak menyentuh tubuh. Alhamdulillah. Namun, walau panas, pemandangan sepanjang perjalanan ini tetap tersaji ciamik!
Teriknya mentari di musim panas, bahkan membuat danau garam berhasil menyajikan 'lautan' garam yang menghampar putih menakjubkan, yang sayangnya terlupa untuk di-capture oleh kamera saking terpesonanya aku menyaksikan keindahan kreasi Sang Maha Pencipta. :).
Berbicara tentang Syiah, memang tidaklah gampang. Setiap keyakinan [paham/sekte] tentu didasarkan pada keyakinan dan kepercayaan masing-masing kaum atau kelompok. Tak dapat dipungkiri, bahwa banyak sekali teman-temanku yang langsung mencibir bahkan menghakimi seseorang yang diketahui sebagai penganut Syiah.
Di mata mereka, Syiah adalah sebuah aliran yang tidak benar dan harus dijauhi.
Pendapat ini tentu saja bukan hal yang timbul dengan sendirinya, melainkan dipicu oleh berita-berita yang begitu marak tentang paham/sekte ini, yang semakin diklaim sebagai sebuah aliran yang menyesatkan. Syiah adalah aliran sesat yang harus diwaspadai bahkan dijauhi dan dimusuhi. Begitu tulisan yang santer di media massa juga layar kaca, terkait berita tentang Islam Syiah yang sedang marak di negeri ini.
Tak cuma di layar kaca dan media massa, namun di jagad virtual pun, kita menemukan seabrek artikel terkait topik Syiah. Pro dan kontra, saling mendominasi, saling menghakimi dan bahkan saling menyakiti.
Semua seakan 'lupa' bahwa sebenarnya kedua belah pihak adalah berasal dari mata air yang sama, yaitu Islam. Sekali lagi, artikel ini sendiri, murni tak bermaksud untuk membela atau pun untuk menjatuhkan paham yang satu ini.
So far, aku berusaha untuk berada di pihak yang netral. Tidak ingin terpengaruh oleh berita heboh bin santer tanpa aku mengerti secara menyeluruh.
Aliran Syiah itu bagaimana secara detil saja, aku tidak begitu ngeh, yang kutahu adalah mengenai hal-hal yang menjadi pertanyaaan kami di atas. Tentang sisi jahat/buruk lainnya, yang dihebohkan itu, aku pun tak paham. :)
Jadi, alih-alih menyalahkan, mending aku no comment dan tetap pada keyakinanku sendiri, menjalankan Islam yang aku dan keluarga besarku yakini [Sunni] dengan baik dan berharap ridha dari Allah untuk senantiasa melindungi kami dari sentuhan-sentuhan aliran yang tidak benar. Aamiin.
Well, back to the topic, berikut adalah tanya jawab kami dengan si mas guide [Iranian Shiah] dan beberapa narasumber lainnya, baik teman Indonesia - Sunni, yang sudah lama berdomisili di kota Qom, Tehran dan teman Syiah asli Iran. Blue font adalah pertanyaan yang kami ajukan, dan black font adalah jawaban si mas guide dan nara sumber lainnya.
Benarkah kaum Syiah melaksanakan shalat tiga kali sehari? Azan hanya terdengar tiga kali sehari? Dan mesjid telah dikunci rapat usai mereka laksanakan shalat Maghrib?
Mas guide menjawab pertanyaan demi pertanyaan sensitif yang kami ajukan dengan baik dan terbuka. Jawaban yang walau telah kami duga benar adanya, tetap saja membuat kening kami sedikit bertaut.
Ternyata memang benar, mostly kaum Syiah ini melaksanakan shalatnya tiga kali sehari.
Yaitu pada pagi hari [Subuh], pada siang hari [Zuhur dan Ashar] dan pada malam hari [Maghrib dan Isya]. Namun jumlah rakaatnya, tetap 2, 4, 4, 3 dan 4, seperti yang kaum Sunni juga lakukan [tentang jumlah rakaat].
Mas guide menyatakan bahwa sebenarnya mereka tetap melaksanakan shalat lima kali sehari, tapi di dalam tiga waktu, yaitu pagi, siang dan malam. Namun, tambahnya, ada juga kaum Syiah Iran, yang taat shalat lima kali sehari sebagaimana layaknya dilakukan oleh kaum Sunni, tapi tidak secara berjemaah di mesjid-mesjid, melainkan secara personal. Mengapa ada yang demikian?
Karena, mereka mencontoh Rasulullah yang pernah menjamak shalat dalam situasi tidak sedang musafir, atau tidak sedang dalam situasi ketakutan atau hujan, atau situasi darurat lainnya. Alasan Rasulullah melakukan penjamakan itu adalah untuk tidak menyulitkan umatnya.
Namun, Rasulullah sendiri senantiasa berusaha untuk mengutamakan shalat lima waktu ketimbang menjamaknya.
Begitu katanya, hm..., twing-twing deh!
Jawaban mas guide, langsung mengingatkan kami pada kejadian malam sebelumnya, di mana kami mencari mesjid untuk shalat Isya [rencananya ingin sekalian menjamak Magrib di Isya], eh ternyata si mesjid telah dikunci rapat.
Dan si mas guide membenarkan, bahwa memang kebiasaan di sana, mesjid langsung dikunci rapat setelah usai shalat Maghrib, karena tidak ada shalat Isya, sudah dikerjakan usai shalat Maghrib. O, begitu toh, Mas! :)
Namun beberapa teman yang tinggal di kota Qom justru menjelaskan bahwa di sana kenyataannya berbeda, bahwa beberapa mesjid atau tempat ibadah malah buka 24 jam, misalnya seperti Hazrat Fatimah al Ma'sum, malah terbuka lebar selama 24 jam.
Karena tempat ini tak hanya dipakai untuk shalat, namun juga untuk konsultasi keagamaan, belajar mengaji, dan kegiatan religius lainnya. Bahkan mesjid-mesjid ini menyediakan beberapa kursi untuk jemaah yang berkebutuhan khusus, beberapa bantalan untuk sandaran para orang tua agar rileks punggungnya saat mendengar ceramah, dan semacamnya.
Benarkah kaum Syiah (Iran) itu kalo shalat senantiasa meletakkan Turbah/batu kecil (yang terbuat dari tanah Karbala) di bagian kepala sajadah untuk disujudi?
Benar, itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat Syiah Iran, yang senantiasa meletakkan batu tersebut [turbah] untuk menyentuh dahi mereka pada saat mereka bersujud.
Mengapa?
Bukankah itu seakan-akan kaum Syiah sedang menyembah turbah?"
Tanyaku sangat hati-hati, karena ini bersifat sensitif.
Mas guide dan beberapa sumber lainnya yang sempat kami tanyai di Hazrat Fatima al-Ma'sum [Fatime Mesume Shrine] di kota Qom, menjawab seperti ini:
Dalam hal aqidah, kami sama dengan Sunni dan umat muslim lainnya, hanya menyembah Allah SWT, tidak menyembah makhluk-Nya, apalagi menyembah batu atau tanah.
Jika kaum Sunni dan muslim lainnya bersujud kepada Allah di atas kain sajadah, maka kami bersujud kepada Allah di atas turbah, di atas tanah. Di situ saja perbedaannya. Persamaan keduanya adalah sama-sama menggunakan suatu media untuk alas bersujud, begitu kan? :)
Mengapa turbah?
Karena turbah dianggap sebagai pengganti tanah, karena bagi kami sujud harus benar benar dilakukan di atas tanah murni atau apa yang tumbuh diatas tanah tersebut, asalkan tidak dimakan atau dipakai.
Jadi, jika kami sedang berada di luar negeri, di mana turbah tidak tersedia atau terlupa untuk kami bawa, maka kami menggunakan benda lainnya yang berbahan dasar/terbuat dari alam, seperti tissue, kertas, dan lain-lainnya sebagai alas.
Oh, begitu ya, Mas? #Manggut-manggut. Ingin mengejar dengan pertanyaan lainnya, seperti apa dasar hukumnya, dan lain sebagainya, namun kami kehilangan kata-kata. Namun si mas guide, dengan bijak dan bagai mengerti tanda tanya yang ada di hati kami, menambah penjelasannya.
Bahwa yang mendasari kaum Syiah bersujud di atas tanah adalah karena Rasullullah juga melakukan hal serupa. Rasulullah selalu bersujud di atas tanah, tikar atau alas lain yang terbuat dari bahan alami. Si mas guide menambahkan agar kami juga mencari referensi tentang hal ini di internet mau pun sumber lainnya, jika berminat, karena beliau sendiri sih, tidak senantiasa bersujud di atas turbah, terutama jika sedang berada di area yang tidak tersedia turbah.
Tak urung, penjelasan ini, menyisakan rasa penasaran di hati kami, sehingga malamnya, aku dan ayah browsing dan main ke rumahnya mbah Google untuk mencari informasi tentang pro dan kontra penggunaan turbah ini, dan hasilnya?
Ampuuun deh, perang antar paham begitu mengerikan. Saling menyalahkan, saling tuding memenuhi jagad maya melalui artikel yang ditulis oleh penulis yang pro dan kontra.
Mungkin, Sobats sendiri juga sering menemukan artikel-artikel pro dan kontra ini kan? Bagi yang belum dan mungkin semakin penasaran akan hal ini, bisa langsung meluncur dan search sendiri deh di rumahnya si Mbah [Google], karena aku sendiri kurang berminat bahkan bingung untuk mengulasnya di sini.
Jadi, mari kita kembali pada penilaian dan keyakinan masing-masing aja , yuk. :)
Bagaimana pandangan kaum Syiah [Iran] terhadap shalat Jumat? Apa benar kaum Syiah Iran menganggap shalat Jumat itu tidak wajib dilaksanakan? Dan jika pun melaksanakan shalat Jumat, maka tetap harus melaksanakan shalat Zuhur?
Hm, this question required a long answer! Jawabnya seraya tersenyum, tapi kemudian si Mas guide malah diam sejenak. Mungkin sedang mencoba menjawab dengan bijak. :)
Lalu, si mas yang tampan ini mulai menjelaskan, bahwa memang banyak sekali yang menuding demikian. Dan pada kenyataannya, banyak sih lelaki-lelaki Iran yang tidak ke mesjid untuk shalat Jumat. Tapi itu bukan berarti bahwa shalat Jumat itu tidak wajib. Namun, pelaksanaan shalat Jumat di Iran memang unik.
Tidak seperti di negeri-negeri muslim lainnya, di mana shalat Jumat di laksanakan di mesjid-mesjid desa, kota atau di mana pun. Nah, kalo di Iran, setiap kota hanya menyediakan satu tempat untuk ibadah shalat Jumat.
Misalnya, untuk di Tehran, pemusatan shalat Jumat adalah dilakukan di Universitas Tehran.
Lebih uniknya lagi, jemaah shalat Jumat ini, tidak terbatas pada kaum pria saja, namun juga diramaikan oleh kaum wanita.
Jadi bisa dibayangkan, betapa ramainya arena shalat Jumat yang hanya terpusat di satu tempat [Universitas Tehran] ini, menampung penduduk kota Tehran yang populasinya mencapai 12 juta jiwa, dan hari Jumat adalah hari libur di sana, sehingga kesempatan untuk bersiap-siap untuk shalat Jumat menjadi lebih besar bagi orang-orang yang meyakini keutamaan shalat Jumat.
Apalagi, pemerintah Iran, menyediakan angkutan-angkutan umum/bus jemputan untuk menjemput jemaah yang berada jauh dari tempat ibadah. Jadi kalo dikatakan bahwa tidak wajib shalat Jumat di Iran, rasanya kurang tepat. Begitu jawaban diplomatis dari mas guide. :)
Mengapa dipusatkan di satu tempat saja untuk masing-masing kota?
Menurutnya, dan juga beberapa teman Sunni dan Syiah di sana [Iran], alasan utama pemerintah melakukan ini adalah untuk menunjukkan 'kebesaran, kebersatuan, kekompakan, kekuatan' umat muslim, sehingga 'musuh' [Amerika, Yahudi dan bangsa Eropa] akan berfikir dua kali untuk mencoba mengganggu/menghancurkan mereka. Jadi tujuan pemusatan di satu tempat ini, menurut mereka lho ya, adalah lebih ke tujuan politik seperti itu.
Namun, saat ini, di beberapa kota seperti Qom, sudah mulai ada beberapa mesjid yang dibuka untuk tempat lakukan shalat Jumat. Karena pada dasarnya, kaum Syiah juga menganut paham bahwa Shalat Jumat memang boleh dilaksanakan di mesjid mana pun dengan berjarak sekitar 5 km antar satu dengan lainnya.
Benerkah setelah shalat Jumat, lalu kaum Syiah melaksanakan lagi shalat Zuhur, lalu Ashar?
Tidak benar. Shalat Jumat telah menggantikan shalat Zhuhur, sehingga tak perlu lagi melakukan shalat Zhuhur. Setelah membaca doa-doa dan ibadah sunnah lainnya, barulah mereka laksanakan shalat Ashar [Jamak], seperti biasanya.
Apa benar Syiah/Iran menggunakan kitab suci yang berbeda dari kaum Sunni mau pun kaum muslim lainnya?
Mas guide malah tertawa lebar.
Kata siapa? Tukang fitnah!
Oops. Eikeh jadi ga enak hati deh. :( melihat raut wajah tampan itu mengeruh.
Kami memiliki kitab suci yang sama dengan yang kaum Sunni miliki. Al Quran yang sama. Tidak ada perubahan ayat atau revisi seperti yang didesas-desuskan! Silahkan go to internet dan download e-Al-quran Irani untuk cek and ricek. Atau silahkan beli Al-quran asli Iran untuk dapat kalian lihat langsung.
Maaf, jika suara saya terkesan meninggi, habis saya suka geram dengan desas desus fitnah itu. Baik Syiah mau pun Sunni, mempunyai al-Quran yang sama. Buktinya, kami sering menyelenggarakan Musabaqah Tilawatil Quran, baik national mau pun international, dan terbuka bagi seluruh muslim, baik Sunni mau pun Syiah. Jika kitab suci kami berbeda, mana mungkin kami disambut baik oleh muslim lainnya? Mana mungkin ada peserta di luar kaum Syiah?
Hm, Ok mas guide, jangan esmosi dunk ah! :)
Iran adalah negara Islam Republik, setau saya, saat ini hanya ada dua negara Islam di dunia, yaitu Iran dan Afghanistan. Yang menarik adalah, tentang cara berpakaian para wanita di negeri ini. Tadinya saya membayangkan bahwa wanita-wanita di sini, seperti layaknya wanita-wanita Arabia, yang membungkus dirinya dengan jubah muslimah [chador]. Namun kenyataannya, terutama di kota Tehran, kami melihat banyak sekali wanita yang berpakaian kurang muslimah. Misalnya dalam hal cara memakai hijab; hanya mengenakan selendang yang menutupi setengah rambutnya, sementara setengah lagi rambutnya [poni] terlihat menjuntai keluar. Apakah memang demikian? Adakah daerah-daereah yang masih memberlakukan regulasi berpakaian secara syariah?
Mas guide kembali tersenyum manis. Aduhai senyummu itu, Mas! Haha.
Begitulah, mungkin juga, kalian sendiri menemukan banyak fakta bahwa wanita-wanita Iran, yang tidak taat menutup aurat. Saya sendiri, sering menyaksikan para wanita yang meninggalkan Iran [via pesawat terbang], yang langsung menanggalkan jubahnya, melepaskan selendang yang menutup rambutnya, dan tampil trendy dan seksi menuju negara lain, baik yang dalam rangka berwisata, atau apa pun.
Begitulah adanya. Juga di Tehran atau pun kota-kota besar lainnya di negeri ini. Kaum wanita kami, memang modis dan berani, walau sekali-sekali, terjaring juga oleh razia syariah yang diadakan oleh pihak terkait. Mereka akan menangis histeris saat terjaring, dan berjanji untuk berpakaian muslimah yang baik. :)
Baca juga:
Fenomena Operasi Plastik di Iran
Namun, tentu saja ini tidak berarti bahwa tak ada lagi muslimah yang benar-benar berpakaian muslimah. Ada, dan banyak juga. Terutama di pedesaan dan kota Suci. Nanti, sesampai di kota Qom, kalian akan melihat sendiri, betapa berbedanya wanita di Tehran dan wanita-wanita di kota Qom.
Hazrat Fatima Al-Ma'sum
Tak terasa, 2,5 jam perjalanan kami pun terpenuhi, dan tibalah kami di kota suci Qom.
Kota yang menurutku sangat unik. Pak supir menghentikan minibus yang dikendarainya tepat di seberang jalan, artinya kami harus menyeberang dengan berjalan kaki, karena minibus akan diparkirkan di tempat yang lebih jauh lagi.
Mas guide berpesan agar kami meninggalkan saja gadget dan camera DLSR di dalam minibus, daripada menitipkannya di tempat penitipan nanti. Ya, gadget bercamera [kecuali BB dan hape kecil lainnya], memang dilarang untuk ikut masuk ke dalam Hazrat Fatima al-Ma'sum [Fatime Mesume Shrine]. Apa sih Hazrat Fatima Al-Ma'sum itu?
Hazrat Fatima Al-Ma'sum sebenarnya adalah sebuah mesjid yang di dalamnya terdapat makam dari Fatima Al-Ma'sum, yaitu adik dari Imam Ali ar-Ridha, Imam ke delapan kaum Syiah. Mesjid ini luar biasa indahnya, terutama bagian dindingnya yang dipenuhi oleh serpihan cermin yang ditempel artistik, menimbulkaan kemilau luar biasa, yang tiada henti mendecak-kagumkan rasa setiap wisatawan yang hadir untuk beribadat atau sekedar menyaksikan dan mengagumi keindahannya.
Ada sensasi tersendiri yang hadir di hati, menyadari diriku berhasil masuk ke dalam gerombolan wanita-wanita berchador hitam pekat, yang menatap kami dengan tatapan mata layaknya menatap alien dari luar angkasa, karena pakaian kami yang tentu tak hitam seperti mereka.
Ya iyalah, kami kan hanya mengenakan chador cadangan yang disedikan oleh panitia Hazrat ini, agar bisa dan sah memasuki mesjid ini. Tapi sungguh deh, Sobs, sensasinya luar biasa, apalagi, selain bisa masuk dan berjalan-jalan di tempat para wanita berchador hitam ini beribadah, kami juga bisa melihat langsung makam Fatima al-Ma'sum yang 'disucikan' oleh kaum Syiah ini. Juga, berkesempatan untuk shalat zhuhur berjemaah dengan kaum Syiah, di dalam mesjid mereka, bahkan aku berkesempatan merekam suara kumandang azan mereka.
Yang lebih membahagiakan lagi adalah, Onyxberry mungilku berhasil mengabadikan keindahan-keindahan yang ada di mesjid/shrine ini. Rasanya Wow banget! Nantikan sensasi-sensasi itu, dalam ulasan berikutnya di artikel mendatang ya, Sobs! Juga tentang penambahan lafazd 'Ali waliyullah ...,' di dalam kumandang azannya, akan diulas di postingan berikutnya, ok?
Sepenggal catatan dan kenangan perjalanan ke Iran,
Al, Banda Aceh, 23 Agustus 2013
Related Post;
IRAN
Turkey