Dialog dengan sang Hujan

Membaca judul di atas, tentu kita semua mudah banget kan menggambarkannya? Langsung deh tergambar di benak kita betapa butiran-butiran H2O itu, meluncur kompak menghunjam bumi, atau menerpa dedaunan, atap-atap gedung, rumah atau apapun yang menghalanginya basahi bumi. Luncurannya bisa saja berkekuatan lemah (rintik-rintik berirama selow) atau malah bagaikan guruh yang siap menerjang, atau bagaikan jarum-jarum kecil yang walau halus namun teteup..., bikin wajah perih dan mata pedih saat kita tengadah menantang butiran-butirannya.



Yes. Hujan. Banyak yang bilang adalah anugerah terindah, penyubur yang ditunggu oleh hamparan padi di persawahan, namun jangan salah, butiran bening H2O ini juga akan menjadi musuh paling mengerikan yang sanggup mengubah debit airnya menjadi berkekuatan luar biasa dan mampu merendam rumah, gedung sekolahan atau gedung-gedung lainnya, serta kerusakan dan kebinasaan manakala manusia tak peduli dalam merawat alam.

Hujan. Bagiku sendiri, adalah momen-momen indah yang seringkali mampu hadirkan bias romantisme. Bikin rindu akan kekasih hati nun jauh di seberang. Ah, hujan, kamu tuh selalu mampu ciptakan kerinduan! Seperti sore ini, duduk sendirian di hadapan laptop, di puncak gedung klinik kesayangan, Lineation Centre, melanjutkan beberapa pekerjaan yang tertunda. Eh, tiba-tiba angin kencang bertiup tanpa aba-aba, hempaskan helaian gorden coklat tua yang melambai kian kemari. Tak hanya sang bayu yang tiba-tiba berhembus kencang, rintik hujan turut serta. Langit berubah warna seketika.

hujan


Ah, hujan, kamu! Adakah sang awan tak lagi mampu memeluk jarum-jarum kecilmu yang berubah tajam? Hingga lepas dari pelukan dan meluncur tajam menghunjam? Tapi kenapa engkau ajak serta gemuruh dan badai?

Al, Bandung, 2 April 2019
Ditulis sembari menanti hujan mereda.



1 comments