gambar dari sini |
Lebih detil lagi, aku coba
merumuskan bahwa teman
adalah seseorang yang kita kenal/kita tau namanya, kita lihat berulang kali,
yang mungkin memiliki persamaan dengan kita dan juga membuat kita nyaman berada
di dekatnya, yang kita undang ke acara kita untuk berbagi kebahagiaan, namun
kita tidak membawanya dalam banyak sisi kehidupan kita.
Sementara sahabat adalah: seseorang yang
kita sayangi, kita cintai, kita peduli akannya. Yang mengenal kita dengan baik,
peduli akan kita, bersedia berkorban untuk kita, setia menemani dan menerima
kesedihan, kemarahan, kegalauan mau pun kegembiraan/kebahagiaan kita. Yang akan dengan caranya sendiri menunjukkan salah jika kita melakukan kesalahan, dan membantu kita membenahi kesalahan itu.
Sahabat adalah seseorang yang dengannya membuat kita begitu percaya akannya, yang membuat kita damai, yang tidak akan menertawakan atau menyakiti kita, ataupun jika mereka tanpa sengaja menyakiti kita, maka sekuat daya upaya mereka akan segera memperbaikinya dan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi.
Sahabat adalah seseorang yang dengannya membuat kita begitu percaya akannya, yang membuat kita damai, yang tidak akan menertawakan atau menyakiti kita, ataupun jika mereka tanpa sengaja menyakiti kita, maka sekuat daya upaya mereka akan segera memperbaikinya dan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi.
Nah, berpijak pada
kesimpulan di atas, tentu Sobats semua dapat dengan gamblang donk menghitung
berapa ratus, puluh atau satuan temans yang Sobats miliki? Pasti banyak deh.
Aku yakin banget akan hal itu. Aku sendiri juga punya banyak sekali temans.
Lalu, saat Sobats diminta
untuk menghitung berapa jumlah sahabat yang Sobats miliki? Sahabat dalam dunia
nyata lho ya, bukan yang di dunia maya, nah tentu kini angkanya akan sangat
kecil ya, Sobs?
J Ternyata hampir setiap orang hanya memiliki
sedikit sekali sahabat.
Bicara tentang sahabat, hari ini aku merasa rindu sekali akan seorang sahabat, yang telah sekian hari aku tinggal nun jauh di penghujung pulau Sumatera. Mengingatnya saja, membuat hatiku bergelombang, mata beriak karena ingin meneteskan tangisan kerinduan. Namanya Intan Faradila Caesaria. Berbintang Virgo nan lembut selembut sifatnya yang begitu penyayang. Namun sifat sensitive dan mudah tersinggung juga berhasil bersemayam sempurna di lubuk sanubarinya.
Aku yakin Sobats yang
sering bersilaturrahmi ke rumah sederhanaku ini, paham benar siapa Intan yang
aku maksud ini. J
Yup, dia adalah putri semata wayang, yang menyempurnakan statusku sebagai wanita,
dengan menyematkan status ibu untukku pada tanggal 1 September 1996.
Kehadirannya adalah anugerah terindah yang mencerahkan warna kehidupanku dan
ayahnya Intan. Kehadirannya membuat senyumku selalu terukir selelah apa pun
pekerjaan kantor yang harus aku hadapi. Kehadirannya selalu mampu melunakkan
dan melelehkan emosi yang melanda jiwa.
Jika di postingan
sebelumnya, Mr. Kerbau menyuruhku memintaku untuk pulang ke Aceh, tinggal
dan mendampingi Intan, karena menurutnya sudah saatnya aku bersama Intan, maka ingin aku tegaskan bahwa Intan
memiliki aku selamanya untuknya (sepanjang hayatku dikandung badan.)
Kami menghabiskan waktu
indah dan unik bersama, waktu yang tak akan pernah bisa diulang walau dengan
mempertaruhkan seluruh harta paling berharga sekali pun. Waktu-waktu istimewa
di mana setiap pagi menjelang aku harus bangun lebih cepat, mempersiapkan diri
sendiri dan juga bayi merahku yang masih berusia dua bulanan untuk ikut
bersamaku ke kantor. (Intan aku titipkan pada istri salah satu teman kerjaku
yang rumahnya dekat kantor, sehingga aku bisa leluasa untuk memberikan Intan
ASI exclusive, sambil merajut ikatan batin yang erat antara aku dan putriku
melalui tatapan mata kami yang beradu pandang saat dia menikmati ASI).
Setauku sih, ikatan batin
yang terjalin kuat itu paling subur adalah saat-saat menyusui. Tatapan penuh
kasih dari mata sang ibu yang tertuju langsung ke mata si bayi, akan
menimbulkan binar-binar lembut penuh kasih yang akan dirasakan sempurna oleh si
bayi, dan percayalah, tatapan ini adalah perekat utama yang tak pupus sepanjang
masa. So, enjoy your feeding time dan tatap penuh kasih mata bayi mungilmu. J Biarkan gelombang electromagnetic kasih sayang
mengalir dan bertumbuh subur menjalin kedekatan hubungan kalian.
Barulah setelah lepas dari
masa-masa ASI exclusive, Intan dijaga oleh si mba, di rumah, agar Intan dapat
menikmati tidurnya dengan nyaman di pagi hari, tak terganggu oleh perjalanan
yang tidak mudah, karena kami hanya mampu menggunakan jasa angkutan umum,
mengingat perekonomian rumah tangga kami yang masih jauh dari makmur kala itu.
Well sobs, kembali pada
Intan…,
Memiliki ibu bekerja, aku lihat tidak membuat Intan jauh dariku. Terbukti setiap pulang kerja, putri mungilku sudah menanti di teras rumah, berlari tak sabar menantiku masuk, memeluk dan menciumnya penuh kerinduan. Pelukan tangan mungilnya yang balas memelukku erat adalah tetesan embun di tengah dahaga bagiku, yang aku yakin jika sobats adalah ibu yang bekerja, maka rasa yang sama adalah juga milik kalian.. Aku yakin ini adalah momen-momen paling membahagiakan bagi seorang ibu ya, Sobs? I am sure you, the moms, enjoyed it well! J
Memiliki ibu bekerja, aku lihat tidak membuat Intan jauh dariku. Terbukti setiap pulang kerja, putri mungilku sudah menanti di teras rumah, berlari tak sabar menantiku masuk, memeluk dan menciumnya penuh kerinduan. Pelukan tangan mungilnya yang balas memelukku erat adalah tetesan embun di tengah dahaga bagiku, yang aku yakin jika sobats adalah ibu yang bekerja, maka rasa yang sama adalah juga milik kalian.. Aku yakin ini adalah momen-momen paling membahagiakan bagi seorang ibu ya, Sobs? I am sure you, the moms, enjoyed it well!
Waktu berlalu begitu cepat, menumbuhkan Intan menjadi seorang anak yang smart dan bisa berkompromi. Penuh pengertian di usianya yang masih balita. Contoh kasus adalah saat aku dan Intan main ke sebuah mall di kota kami, Medan. Intan kecilku terlihat begitu kagum dengan baju cantik nan lucu berwarna biru kesukaannya. Berhenti dengan takjub, di hadapan baju yang digantung itu dan aku tau persis dia menginginkannya. Dan, Sobs? Aku tidak punya uang saat itu. Gajiku dan ayah Intan sangat pas-pasan. Hiks..hiks..
Kuajak Intan melanjutkan
jalan-jalan kami. Tapi Intan enggan beranjak. Digenggamnya jemariku kuat.
“Umi, Intan suka baju itu. Cantik kali ya mi?”
Kalimat itu aku paham benar
maknanya. Lalu kutahan nyeri di hati karena apa pun jawabku tentu akan membuat
mata itu redup.
“Sayang, anak Umi mau baju itu ya, Nak?” (dalam pembicaraan yang cenderung membujuk, aku
terbiasa menggunakan kata anak Umi
untuk menyebut Intan).
Dia mengangguk kuat,
tersenyum cerah yang sukses menyayat hatiku.
“Nak, anak Umi pilih mana, kita beli baju itu sekarang, tapi kita
pulangnya harus jalan kaki, dan Anak Umi taukan kalo rumah kita jauuuh? Atau……. Kita bisa pulang naik angkot, dan nanti begitu Umi gajian,
kita beli baju ini…, gimana?”
My smart Intan answered
setelah terdiam, dengan bola matanya yang sedikit meredup.
“Yaaaa, kalo jalan kaki pasti kita akan capek dong, Mi. Teyus kalo
kita tunggu Umi gajian, nanti bajunya dibeli olang, ga ada lagi untuk Intan.”
“Sayang, percaya deh, pasti untuk anak Umi, baju ini akan menunggu, atau
siapa tau nanti waktu gajian malah muncul lagi baju biru lain yang lebih
cantik?”
“Oh, iya ya Mi, boleh juga, tapi benel ya Mi, janji nanti beli baju ini
ya Mi.”
Dan aku mengangguk. Sebuah janji terikrar dalam hati, untuk menebus baju ini atau yang serupa dengannya begitu gajian nanti, membungkusnya dengan bungkusan kado terindah.
Dan aku mengangguk. Sebuah janji terikrar dalam hati, untuk menebus baju ini atau yang serupa dengannya begitu gajian nanti, membungkusnya dengan bungkusan kado terindah.
Kini Intan ku telah
beranjak Remaja. Telah duduk di bangku SMU. Banyak hal yang telah kami
lalui bersama. Bahagia, ceria, duka lara, tertawa dan menangis bersama, adalah
hal yang akrab kami hadapi berdua. Dua tahun lebih beberapa bulan, pernah
membuat kami hidup terpisah. Terbukanya pintu hati kedua orang tuaku, menerima
kembali aku, Intan dan ayahnya serta rezeki yang mengalir deras di Aceh paska
tsunami, membuat aku kembali ke tanah kelahiran, dan terpaksa meninggalkan
putri terkasih sementara waktu di tempat kakak kandung ayahnya.
Tekadku bulat kala itu, kesempatan emas tak akan datang dua kali. Aku inginkan masa depan cerah bagi putri tercinta, dan mewujudkan masa depan indah dan bersinar butuh dana yang tidak kecil. Untuk itu, aku dan ayahnya perlu memanfaatkan kesempatan emas yang terbuka lebar di tanah Serambi Mekkah ini. Maka hijrahlah kami sementara waktu. Mendulang rupiah yang begitu berlimpah oleh masuknya dunia international via LSM-LSM (International NGO) yang bergerak cepat dan konsisten membangun kembali Aceh yang lebih baik.
Tekadku bulat kala itu, kesempatan emas tak akan datang dua kali. Aku inginkan masa depan cerah bagi putri tercinta, dan mewujudkan masa depan indah dan bersinar butuh dana yang tidak kecil. Untuk itu, aku dan ayahnya perlu memanfaatkan kesempatan emas yang terbuka lebar di tanah Serambi Mekkah ini. Maka hijrahlah kami sementara waktu. Mendulang rupiah yang begitu berlimpah oleh masuknya dunia international via LSM-LSM (International NGO) yang bergerak cepat dan konsisten membangun kembali Aceh yang lebih baik.
Hidup terpisah, tak berarti
membuat hubunganku dan Intan menjadi renggang, karena putri semata wayang yang
memang sangat pengertian itu begitu mudah aku ajak mengerti. Bahwa ibunya ingin
mempersiapkan masa depan yang indah bagi dirinya nanti. Bahwa ibunya ingin
menyediakan materi yang lebih dari cukup untuk dirinya nanti saat mulai butuh
ini itu. Contoh sederhana, ibunya ingin agar Intan bisa memiliki apa yang Intan
butuhkan tanpa harus menunda dalam waktu yang terlalu lama, karena alasan belum
punya uang, seperti yang selama ini Intan harus alami. Intan tentu ingin
seperti anak lain yang punya tas bagus, peralatan sekolah yang cantik dan baik,
tanpa harus menunggu Umi gajian segala.
Dan Intanku yang pengertian
sangat mengerti dan mendukung langkahku. Apalagi walau terpisah jarak, hubungan
kami tetap terjalin baik, karena didukung oleh canggihnya dunia komunikasi masa
kini. Bersyukur aku dengan teknologi selluler yang kini telah dapat dijangkau
dan diakses masyarakat luas. Berterimakasih aku akan kecanggihan dunia maya
sehingga setiap malam aku dan Intan bisa ber-web-cam ria, saling melihat,
bercerita (aku membiasakan mengantar Intan tidur dengan sebuah cerita pengantar
tidur, baru menutupnya dengan membaca doa bersama). Dan kebiasaan ini masih
terjadi sampai hari ini, saat aku menulis artikel ini, walaupun Intan telah
duduk di bangku SMA, tapi membaca doa bersama itu adalah wajib hukumnya.
Baik aku sedang di pulau terpencil sekali pun, ‘baca doa bobok’ bersama tetap
sebuah kewajiban. Tak mampu via web cam (karena net yang tidak available), maka
tulisan doa sebelum tidur beserta ‘good nite darling, have a good rest, nice
dream’ tetap harus di hantarkan, walau via sms.
Tak kupungkiri,
perpisahanku dengan ayahnya Intan, tentu menggores luka besar di hati terdalam
putri tercinta. Namun apa yang harus kulakukan? Aku bukan termasuk wanita yang tabu
akan perceraian. Aku tak akan bertahan dalam sebuah rumah tangga yang telah
bobrok dan tak dapat diselamatkan dari bara api hanya karena alasan ‘kasian
anaknya’. Justru dengan bercerai lah si anak akan dapat diselamatkan dari
penyakit perlahan terhadap mental, pikiran dan perasaannya. Anak perlu sebuah
rumah tangga yang damai, walau tidak utuh. Anak perlu kasih sayang penuh dari
ayah ibunya, walau tidak tinggal se atap. Anak perlu perhatian dan kasih sayang
dari keluarga dekatnya. Anak perlu materi yang mendukung pencapaian
cita-citanya. Semua saling berkaitan dan itu yang harus diprioritaskan. (#halah
kok malah melantur jauh dari jalur yaaa…, hehe).
Membangun hubungan dan komunikasi yang erat dan akrab dengan ananda tercinta, adalah prioritasku, apalagi mengingat hubungan kami terpisah terhubung oleh rentang jarak yang tidak menentu. Terkadang aku di rumah bersamanya, terkadang aku malah harus terbang ke berbagai pelosok untuk waktu tertentu. Kuupayakan
agar aku mampu menjadi orang pertama yang dipercaya Intan untuk tempat
pencurahan hati dan pikirannya. Aku ingin dia curhat ke aku pertama kali, sebelum ke teman lainnya.
Karena sebagai orang tua, tentu kita akan mencari solusi sebisa mungkin akan
problema yang dihadapi sang anak. Sementara jika curhatan tadi mendarat di
teman mainnya, belum tentu nasehat atau solusi terbaik yang akan diberikan,
bisa saja justru terkadang malah menjerumuskan karena keterbatasan wawasan dan
pengalaman dalam menghadapi pahit getir kehidupan.
Berjalan
bersama adalah hal yang kerap kali kami lakukan. Hang out di café sambil ngenet
berdua. Shopping berdua atau hanya sekedar makan jagung bakar di pantai
Uleelheu sembari menyambut sang senja muncul dari kaki langit. Indah dan
sungguh meneduhkan hati.
Keakraban yang terjalin tentu membuatnya easy to share her feeling about everything. Bahkan tentang cinta kala sang cinta monyet menghampiri. J Hal ini tentu membuatku tenang, karena tau persis what is going on with my daughter, and how to guide her being safe in her life and friendship.
Alhamdulillah,
Intan memang menjadikan aku sebagai tempat curhatnya. Baginya, aku adalah ibu,
kakak, tapi juga sahabat terbaiknya. Beberapa status di facebooknya,
jelas-jelas mengisyaratkan itu. Dan aku bahagia dan bangga akannya.
Alhamdulillah ya Allah, Engkau kabulkan pintaku, agar aku dan Intan tetap
dekat, saling percaya dan saling menyayangi. Saling menghargai dan menghormati
pada posisi masing-masing.
Sobats,
Itulah
sekelumit kisahku dan Intan, sang sahabat karib, juga putri tersayang.
Sudahkah
putra atau putri Sobats menjadi sahabat karibmu? Rasanya indah banget lho.
Hehe….
Tunggu
saja. You will enjoy this moment some day, I hope. J