Oops! SIM ku Ketinggalan!

Tak terasa, hampir setahun juga aku menjadi 'penduduk gelap' alias masih ber-KTP non Bandung. Harusnya, dalam waktu sekian, kemampuan mapping/menghapal jalanan di kota kembang ini sudah naik peringkat sih. Namun apa daya, kelemahan utamaku sejak dulu memang di bidang mapping/mengingat denah/alamat. Sehingga ga heran jika aku akhirnya lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan dalam rangka mencapai sebuah alamat. Hampir selalu saja dihiasi dengan 'nyasar' atau setidaknya kesulitan menjangkau alamat yang dituju tepat waktu. Hiks.

Syukurnya nih, selama hampir setahun me-warawiri-kan Gliv tercinta di kota ini, walau bernomor polisi Aceh [BL], tapi belum pernah terkena razia deh. Alhamdulillah. Hingga pada suatu hari, sedang ngajakin ayah bunda berkeliling kota, tiba-tiba seorang polisi dengan santun meminta aku untuk menghentikan Gliv. Oops! Apa kesalahanku ya? Perasaan ga ada rambu yang dilanggar deh. Ya sudah, dengan santun kuturunkan kaca jendela, dan memberikan senyum terindah untuk si pak Polisi yang menyapa dengan santun dan memintaku untuk turun dan mengikutinya ke pos polisi tak jauh dari sana. Duh, duit deh ini! Hiks.

"Ibu baru saja melanggar rambu lalu lintas, melanggar forbidden yang terpasang jelas di sana. Boleh saya lihat SIM dan STNKnya?" Katanya seraya menunjuk sebuah rambu yang tadi luput dari perhatianku dan meminta SIM dan STNK mobilku. Olala, ternyata aku melanggar larangan untuk berjalan terus. Harusnya belok kiri. Huft!

Kukeluarkan dompet penuh percaya diri. STNK is ready, but SIM A? Hadeuuuh! Baru ingat aku, ternyata SIM A ku masih tersimpan di dalam tas yang satu lagi. Kemarin setelah aku gunakan untuk identitas mengurus sesuatu, SIM A itu hanya aku masukkan ke dalam tas, tanpa menempatkannya kembali ke dalam dompet ini. Waduuuh, ganda deh kesalahanku.

"Waduh, Pak, saya ga lihat tadi rambunya. Dan mohon maaf, SIM A saya ketinggalan di dalam tas yang satunya lagi, Pak. Ya sudah, kalo begitu, saya mohon slip biru deh, Pak, biar bisa segera saya transfer saja ke kas negara untuk pelanggaran ini." Ucapku santun. Si Pak Polisi masih memegang nota, hendak menuliskan sesuatu di lembaran berwarna merah, seraya mengamati STNK mobilku.

Mendengar permintaanku, si Pak Polisi menengadah dan menjawab.

"Maaf, Bu, saya enggak tau nomor rekening tersebut. Ibu sebaiknya ikut sidang di pengadilan saja. Ibu bisa lihat di sini, berapa denda yang harus Ibu bayarkan untuk pelanggaran ini." Sambil membuka lembaran buku yang dipegangnya.

"Lha, bukankah sudah ada sosialisasi di media, bahwa setiap pelanggaran lalu lintas, si pelanggar dapat memilih opsi untuk menebus kesalahannya? Bisa ikut sidang atau langsung mengakui kesalahannya [slip biru] dan membayarkan dendanya ke kas negara tersebut? Masa' Bapak enggak tau nomor rekening yang dituju?"

Akhirnya, perdebatan 'kecil-kecilan' pun berlangsung sedikit alot. Aku berkeras meminta slip biru, sementara si Pak Polisi bersikukuh NO. Hingga akhirnya, ayahandaku muncul dan masuk ke dalam pos polisi tersebut. Aku pamit sejenak untuk mengambil henpon yang tertinggal di dalam mobil. Ingin menelfon seorang teman [Polisi] untuk meminta arahannya.

Namun ternyata, begitu aku balik ke dalam pos tersebut, eh si ayah telah menyelesaikan perkara! Oalah, ternyata ayahku malah mengajak 'berdamai' dengan si Pak Polisinya. Selembar uang kertas merah telah berpindah tempat, dari dompet ayahku ke dompet si bapak. Yaaaaah! Hiks.

"Ya sudah, Al. Jangan diperpanjang, capek urusannya sementara kita mau cepat. Besok kita mau ke Tasik, kamu kira bisa selesai hari ini urusannya jika ikut persidangan? Udah deh, relakan saja. Cuma untuk ke depannya, pastikan SIM dan berkas lainnya ready bersamamu. Ini mau debat panjang sama mereka sementara berkas kita ga lengkap. Lain kali aja deh kalo kamu mau debat. Tapi saran ayah, hindari having problem with them, lengkapi diri dengan berkas-berkas yang diperlukan!" Wejangan sang ayah dalam bahasa Aceh.

Kami pun pamit dan berterima kasih pada si Pak Polisi, yang membalasnya dengan santun, seraya mengingatkan kami untuk sebaiknya pulang dulu mengambil SIM, baru lanjut jalan-jalan lagi. Seraya si Bapak menutup kalimatnya dengan 'semoga betah di Bandung ya, Pak, Bu!' seraya tersenyum manis. Kami mengangguk santun dan melemparkan senyum manis juga dunk, padahal hatiku dongkol! Seratus ribu, kan lumayan untuk nambah-nambahin bensin! Hihi.

Sejak itu, aku selalu memastikan agar SIM A dan STNK Gliv ready di dompetku, sebelum berangkat dan wara-wiri di jalan raya. Sayang aja kan, jika karena hal itu, isi dompet harus berpindah tempat? Baik ke kas negara atau ke kantong si bapak, toh hasilnya adalah pengurangan budget! Ya kan, Sobs?

Artikel ini diikutsertakan dalam Giveaway Kinzhihana

Sekedar berpartisipasi untuk menyemarakkan sebuah kontes 
yang diselenggarakan oleh seorang sahabat maya.
Al, Bandung, 26 Juni 2013




15 comments

  1. Malam Mba... lg BW eeeh ketemu sama Blog Mba Alaika... :) Sebelumnya kita pernah ketemu di acara #Silaturahmi Komunitas bersama Langit Musik Mba, semoga masih ingat sama saya... hehehehe

    Pengalaman adalah guru terbaik ya Mba, semoga setelah kejadian itu tidak pernah ketilang lagi ya Mba... :)

    Sukses ya Mba Alaika untuk GA nya :)

    ReplyDelete
  2. Wah, melanggar kok pake nego..heuheuheu...

    ReplyDelete
  3. Hahaha akhirnya di razia juga ya...
    eh, btw pak polisinya cakep gak mba?

    ReplyDelete
  4. Naluri seorang ayah, dimanapun dan dlm kondisi apapun slalu ingin melindungi anaknya ya mbak.

    ReplyDelete
  5. Waaah..., Pak Polisi itu kok beralasan ga hafal nomor rekeningnya ya... apa di buku yang ia pegang ga tertulis ya? ato jangan-jangan di slip yang biru itu ada tertulis dengan jelas (ini logika saya saja karena saya belum pernah lihat sendiri slip biru itu, logikanya kalo pelanggar mengakui kesalahannya dan akan membayar langsung, mestinya di slip biru itu ada nomor rekeningnya)

    Semoga sukses di GA yang asyik ini ya, Mbak Al.
    Salam hangat dari Jogja.

    ReplyDelete
  6. Aku juga suka ketinggalan kalau ganti tas gitu. Tapi untungnya pas ga ada razia. Semoga lain kali nggak ngalamin lagi ya mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau ketinggalan SIM saya sih Alhamdulillah nda pernah. Yang sering malah ketinggalan dompet. Jadi isi Dompet mulai dari SIM, STNK, KTP, ATM dll ketinggalan semua. Eh malah pede aja di jalan. Begitu sampai di rumah baru kuaget kalau semuanya itu ada dalam dompet yang tertinggal. Jadi saya traveling atau keluar rumah tanpa bawa identitas sama sekali

      Delete
  7. hi hi pas ketinggalan kena razia pulaks ya mba...

    ReplyDelete
  8. hmmm... kok yo pas men SIM e ketinggalan ya, kayak pengalaman Abi... hehehe... etapi kalo damai bukannya biasanya polisinya seneng ya... xixixixi. Sukses bu GA nya :)

    ReplyDelete
  9. hayo...hayo... yang ketahuan ngga taat negara.... lebih cepat lebih baik ya mbak? hahaha

    ReplyDelete
  10. untung aku gak pernah ketinggalan bawa SIM ku, jd blm pernah ngalamin... emang bnr, debat ama "mereka" tuh kyknya percuma deh..

    ReplyDelete
  11. Nego halus dapet Merah lembaran :)

    ReplyDelete
  12. Saya mendapat pelajaran banyakkkk sekali dari GA yang saya adakan ini Mak, jadi tahu dan banyak mengerti . Semoga aja ya baik polisi atau rakyat bisa sama2 lebih baik kedepannya.

    Makasih sudah berpartisipasi y Mak.. salam buat Ayah dan keluarga hehe

    ReplyDelete
  13. paling mudah ya memang NEGO,,sudah tradisi!!hhehehe

    ReplyDelete