Pagi-pagi udah disapa oleh seorang teman baik. Ucapan selamat pagi yang penuh oleh derai air mata. Sebagai teman yang baik dan dipercaya untuk menampung keluh kesahnya, tentu aku langsung 'menyediakan telinga'. Kunci utama dari konseling adalah 'mendengarkan', itu yang selalu terpatri rapi di benakku, sebagai pelajaran pertama pada kelas konseling dahulu, saat aku dan beberapa staff lainnya, dipersiapkan untuk membantu para konseler asing, yang sedang bertugas membantu program trauma healing bagi para korban bencana tsunami di Aceh, era 2004 - 2006 pertengahan, yang lalu. Dan Alhamdulillah, banyak manfaat yang aku peroleh dari kelas tersebut, hingga, walo ber-
background Chemical Engineer, tapi banyak teman yang mempercayai 'keluh kesahnya' padaku. Setidaknya, walo ga banyak solusi yang aku tawarkan, tapi mampu membuat hati mereka menjadi lebih tentram. Alhamdulillah again.
Well, back to the topic dan
curcol sang teman, sesuai judul di atas,
Ketika Hidup Tak lagi Berarti, memang rasanya gimanaaa gitu ya, Sobs? Air mata dan sengau suara, jelas menggambarkan secara sempurna betapa kegalauan sedang melanda. Hingga beberapa detik, aku terdiam, terpana dan turut tersedot suasana. Amboi... Kenapa kehidupan ini begitu sering menghadirkan duka? Begitu banyak mempersembahkan suasana hati yang gundah gulana? Dan bahkan sering menjerumuskan 'penderita'nya ke arah pemikiran untuk mengakhiri kehidupan?
Hidup ini terkadang memang tidak indah. Banyak sekali masalah. Tapi haruskah kita terus menerus larut di dalam duka? Berontak, marah, menangis, bahkan menghancurkan barang-barang atau bahkan langsung mengamuk kepada pelaku atau penyebab penderitaan, adalah reaksi awal dan normal dari setiap individu. Tidak ada yang salah dengan semua tindakan itu, asaaaaal, jangan berlebihan.
Mbokya jangan menghancurkan barang2-barang mahal, janganlah sampai melukai apalagi membunuh si pelaku, hehe. Bisa berabe kan ujung-ujungnya? Janganlah sampai bunuh diri. Bisa gawat ituh! Masak udah sedih susah dan menderita di dunia, menuju akhirat pun langsung disambut oleh terbukanya pintu neraka? Ga mau donk ah!
Nah, si teman, curcol tentang hidupnya yang mendadak tak lagi berarti. Sang suami tertangkap basah berselingkuh. Aih, sakit banget donk pastinya. Tapi, haruskah kita menangis berhari-hari karenanya? Apalagi sampai mogok makan dan lupa pada anak-anak hingga mereka terlantar? Menangis boleh saja, tapi saranku sih, cukup tiga hari saja. Karena menangis untuk seorang suami yang tidak setia, lebih dari tiga hari, adalah sama dengan memberinya kehormatan dan level yang mulia. Ya iyalah, emang begitu hebatnya dia hingga harus kita tangisi berhari-hari? Bukankah laki-laki seperti itu layaknya disingkirkan saja dari kehidupan? Hehe. Itu menurutku sih. Ya, walaupun tidak disingkirkan, tapi membebaskan rasa sakit dengan menangis, cukup lah tiga hari, maksimal. Karena, kita harus segera bangkit menata kembali kehidupan kita.
Kukatakan padanya, jika aku yang berada pada posisinya, maka aku akan ikuti
flowchart ini deh. :)
Ketika Hidup Tak Lagi Berarti
1. Ekspresikan Rasa
Menghadapi situasi menyakitkan, siapa pun tak akan mampu terbebas dari rasa galau, sedih, kacau. Meng-ekspresi-kan rasa, adalah solusi awal dan sangat baik untuk dilakukan. Caranya? Ya bisa dengan menangis, marah-marah, mencorat coret
dinding di kertas, mukulin
muka orang yang menyakiti guling/bantal, dan lain-lain, asalkan tidak berbahaya dan membahayakan jiwa. Batasi waktu untuk mengekspresikan rasa ini, maksimalnya hanya tiga hari saja. :)
2. Bangkit
Biasanya, setelah semua rasa dikeluarkan, pikiran akan sedikit terbuka, dan inilah saatnya kita bangkit. Bangkit dalam artian, berusaha memupuk rasa percaya diri, tanamkan di dalam diri kita bahwa kita adalah manusia-manusia yang masih berguna, masih memiliki nilai lebih, bahwa kita adalah masih mutiara yang berharga.
3. Atur Langkah
Buatlah perencanaan [tentukan] langkah-langkah yang akan diambil dalam melanjutkan kehidupan kita.
4. Terapkan Langkah
Konsistenlah dalam melaksanakan apa-apa yang telah kita rencanakan dalam melanjutkan kehidupan kita.
The show must go on kan? :)
5. Monitoring dan Evaluasi.
Setiap kegiatan tentu butuh monitoring dan evaluasi. Untuk apa? Untuk memantau dan memastikan agar rencana yang telah disusun itu dapat diterapkan sesuai dengan yang direncanakan, dan beroleh output yang sesuai target. Lalu apa yang harus dilakukan jika pelaksanaan atau output yang dicapai belum sesuai dengan target?
Ya, tentu kita harus dengan legowo melakukan perbaikan/penyesuaian, agar kelanjutan pelaksanaan langkah itu dapat kembali berjalan dengan baik, sehingga beroleh hasil yang sesuai dengan harapan.
Lima langkah di atas adalah solusi *halah bahasanya ituh* yang aku tawarkan untuk sang teman baik, tentu saja disamping penjelasan yang jauh lebih panjang lebar agar dirinya terhibur sih. :D Dan Alhamdulillah, masukan tadi cukup mampu membuat si teman terdiam, meresapi dan mendapat suntikan semangat. Terlebih lagi, mampu membuat rasa percaya dirinya bangkit.
Ho oh, siapa doi sampai harus aku tangisi bahkan pengen bunuh diri segala ya, Al? Emoh eikeh!
Nah, gitu donk! Ayo
atuh, hidup ini masih indah lho!
Keep fighting and take action well!
Sekedar sharing,
Al, Bandung, 22 Februari 2014