Pagi ini, sambil menanti seorang teman, iseng aku ngubek-2 list of renungan, yang memang tersimpan 'forever' di Alaika's BB Group. Renungan yang sebenarnya aku sendiri belum membacanya bahkan sejak dikirimkan. Tak panjang kalimat yang tertuliskan disana, hanya seperti ini saja sobs...
Pembelajaran berharga bagi para orang tua dan anda yang akan menjadi orang tua... Silahkan baca kisah ini...
Lalu dengan sekali klik pada link yang dimaksud, maka diriku pun langsung dibawa ke sebuah kisah yang ringkasannya adalah seperti ini sobs...
Tersebutlah sepasang suami istri yang dikaruniai seorang putri cantik berumur 3,5 tahun. Memiliki seorang pembantu setia bernama mbok Nah. Memiliki sebuah mobil hitam keren, yang cicilannya masih dua tahun lagi.
Suami istri ini adalah ayah ibu yang seharian bekerja, sehingga otomatis pengurusan anak sehari-hari menjadi tugas mbok Nah.
Namun karena fungsi utamanya sebagai pembantu, maka wajar jika sebagian besar waktu mbok Nah habis untuk urusan, dapur dan sumur, sementara hanya sebagian kecil saja waktunya menjadi baby sitter, mencurahkan waktu bagi si putri cantik yang sedang bertumbuh bijak.
Nadia, si putri cantik pun tumbuh lincah, gesit, cerdas dan kreatif. Jarang sekali menangis, apalagi mengganggu pekerjaan utama mbok Nah. (Tentu saja Nadia jauh dari sifat cengeng, wong mbok Nah selalu menuruti keinginannya.. Mau main di teras silahkan, di. Garasi silahkan, di tempat tidur monggo..., dimana saja, ayo.. Asal jangan ganggu mbok..).
Suatu hari, mendung yang menggelayuti bumi, membuat ayah dan ibu Nadia, memutuskan untuk menggunakan motor saja ke kantor. Mobil biar aman di rumah saja. Siapa sangka justru keputusan inilah yang menjadi biang keladi penyesalan tak bertepi...
Seperti biasa, sepasang pasangan beda generasi, Nadia dan mbok Nah, sibuk dengan mainannya masing-2. Mbok Nah asyik dengan urusan dapur dan Nadia bermain di garasi. Mata cantiknya menemukan sebuah paku besar, berkarat, otak kanannya pun segera bereaksi.
'Wah, bisa untuk menggambar nih! Nadia mau bikin gambar mama dan papa ah...' Batinnya.
Lalu mulailah dia mencorat-coret pada lantai, tapi karena keramik adalah material yang sangat keras, tentu goresannya sama sekali tak berbekas.
Nadia pun pindah haluan, mobil hitam keren milik ayahnya menjadi perhatiannya. Didekatinya, dan mulai menarik satu garis. 'Yeay!! Bisa" Kegirangan, dia melanjutkan. Mengembangkan imaji kreatifitasnya. Garis demi garis ditariknya dengan bebas, hingga beberapa bentuk gambar, yang menurutnya adalah gambar mama, papa, Nadia, mbok Nah, kucing, bunga, pohon dan beberapa gambar lainnya pun berjejer memenuhi dinding mobil yang tadinya licin sempurna.
Tak ada satupun yang tau perubahan yang telah tterjadi pada mobil itu, apalagi ketika Nadia lelap dibuai Mbok Nah. Hingga di sore harinya, tak lama setelah si ayah dan ibu pulang dari kantor, usai memarkir sepeda motornya. Jeritan si ayah menggelegar memecah kesenyapan dan ketenangan di rumah itu.
"Ya ampun!!! Siapa yang melakukan ini? Kurang ajar! Mbok...!!!"
Tergopoh mbok Nah mendekati sang tuan, dan keterpanaan menatap hasil kreasi Nadia berubah menjadi kepucatan luar biasa di wajahnya. Kecut hatinya.
Belum lagi dirinya menjawab, suara manja bocah cilik menjawab, "pa... Itu Nadia yang gambar lho! Cantikkan?" Didekatinya ayahnya seraya memeluk paha ayahnya manja, seperti hari-2 lainnya saat sang ayah bunda pulang kerja.
Menemukan pelaku pengrusakan mobilnya, sang ayah murka. Disentaknya Nadia, sebilah kayu yang tergeletak di lantaipun menjadi senjatanya, menghajar Nadia. Bagai kesetanan, tangan kekarnya mengayunkan bilah kayu, memukulkannya berkali-kali ke tangan mungil darah dagingnya. Nadia menangis sambil minta ampun, mbok Nah mengusap airmatanya, perih, sementara sang ibu malah merestui perbuatan itu. Biar jadi pelajaran, pikirnya.
Tak henti melembamkan kedua telapak tangan, yang malah telah menorehkan luka, dibalikkannya kedua tangan putri kecilnya itu, dan dihantamnya lagi bilah kayu itu di atas punggung tangan Nadia. Perbuatan itu baru terhenti saat beberapa tetes darah Nadia mengucur dari sela jemari mungilnya.
Ayah dan ibu beranjak memasuki kamar, masih dengan emosi yang tak kunjung reda. Mbok Nah menggendong putri asuhannya, membersihkan luka2nya seraya ikut menangis, merasakan perih yang dirasakan putri mungil yang masih Balita itu.
Tengah malam, Mbok Nah terjaga saat putri asuhan yang tidur bersamanya malam itu mengigau. Dirabanya dahi Nadia yang memanas. Dicobanya kompres dengan air sejuk. Pagi harinya, mbok Nah melaporkan keadaan Nadia pada majikannya, yang hanya ditanggapi dengan menyuruh mbok Nah meminumkan paracetamol saja untuk Nadia...
Malam harinya, kembali Nadia tidur dengan Mbok Nah. Si ayah sama sekali tak menjenguk putri mungilnya. Sementara sang ibu, mengeraskan hati untuk tetap memberikan pelajaran pada putri tercinta. Hanya dilihat dari jendela saja, mengintip dari jauh untuk memastikan putri cantiknya hanya demam biasa.
Hari keempat, keadaan Nadia bertambah parah. Demam tinggi dan kedua tangannya yang luka serta lembam mulai bernanah. Mungkin karat pada paku telah beraksi sempurna dengan luka yang ditimbulkan oleh lecutan kayu. Tetanus? Bisa jadi.
Ayah dan ibu akhirnya membawa Nadia ke klinik dan oleh dokter di klinik diarahkan agar dibawa ke rumah sakit karena keadaannya sudah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil ayah dan ibu anak itu.
"Tidak ada pilihan.." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah.
"Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu.
Si ayah dan ibu bagaikan disambar petir mendengar kata-kata itu. Dunia seakan runtuh tak bersisa.. , tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, bergetar tangan sang ayah menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah mbok Nah.
Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.
"Papa.. Mama… Nadia tidak akan melakukannya lagi…. Nadia tak mau lagi papa pukul. Nadia tak mau jahat lagi… Nadia sayang papa.. sayang mama.", katanya berulang kali membuat si ibu gagal menahan tangisnya.
"Nadia juga sayang Mbok Nah.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
"Papa.. kembalikan tangan Nadia Untuk apa diambil.. Nadia janji tidak akan mengulanginya lagi! Gimana mau makan? Gimana Nadia main kalo ga punya tangan? Nadia janji tidak akan mencoret2 mobil lagi, " katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf.
Untuk kita yang telah menjadi orang tua dan atau calon orang tua. Ingatlah….semarah apapun kita, janganlah bertindak berlebihan. Sebagai orang tua, kita patut untuk saling menjaga perbuatan kita especially pada anak2 yg masih kecil karena mereka masih belum tahu apa2. dan ingatlah, anak adalah anugrah dan amanah yang dititipkan oleh TUHAN untuk kita.
Selamat malam sahabat, semoga kisah ini bermanfaat bagi kita sekalian. Good nite dear friends, good rest and nice dream yaa...
Sumber inspirasi- link:
http://m.facebook.com/photo.php?fbid=277426622343596&id=177903475629245&set=a.177910638961862.46368.177903475629245&refid=17&_ft_=fbid.277426652343593
Saleum,
Alaika
Sent from my SmartBerry®