Kejadian itu terjadi dengan begitu saja, tak ada tanda-2 sama sekali. Kulajukan si abu-2 kesayangan yang telah kinclong dari debu dan kotoran akibat perjalanan panjang sejak Jumat pagi hingga Minggu malam tadi dengan santai.
Feelingku sedamai sebelumnya saat kulirik kaca spions dan memutar arah kendaraanku. Namun suara gedubrak yang begitu keras, jelas adalah suatu benturan maha keras yang sungguh membuatku kaget dan merubah feelingku menjadi kacau balau.
Jelas suara benturan keras itu adalah sesuatu yang membentur belakang mobilku. Refleks kuhentikan kendaraan yang memang sedang pelan melaju, karena kan aku sedang hendak memutar arah. Tak ada apa2, kendaraan yang lalu lalang di jalur ku itu juga tak seberapa, dan tetap melaju normal. Feelingku masih kacau, pasti ada sesuatu yang menghantam dan merusak belakang mobilku. Kulajukan si abu-abu menyempurnakan putaran, lalu kuparkir ke pinggir jalan, yang telah berdiri beberapa bapak-bapak yang baru keluar dari restoran di depan parkiranku.
"Ibu ga papa?" serempak mereka bertanya. Aku heran.
Kugelengkan kepala seraya bergegas ke belakang si abu-abu kesayanganku.
"Masyaallah!" Hanya itu yang sanggup kuucapkan. Kualihkan pandangan ke arah suara keras tadi, di belokan. Sebuah kendaraan yang juga kelihatan patah sayapnya melaju ke arah mobilku. Seorang anak muda, belum sempat turun dari motornya itu sudah memarahiku.
"Ibu ini gimana? belok kok pelan-pelan banget?" bentaknya, membuat emosiku langsung melonjak. Ini dia rupanya yang telah menubruk mobilku dan membuatnya benyok begini.
"Heh, sejak kapan belok itu harus kencang2? Apa kamu ga pernah belajar? Apa kamu ga lihat saya udah ngasih sign sejak dari sana, sebelum belok?" tinggi suaraku, gemetar meredam amarah. Kuyakin, kalo ga ingat akan peraturan dan hukum, sudah ke tampar mukanya itu.
"Ibu harus ganti motor saya ini!" sentaknya lagi. Cukup sudah kesabaranku. Kuseret dia,
"Ayo sini, lihat kerusakan yang kamu buat dimobilku." Mana berani dia turun, tapi posisi dia memang sudah di bagian belakang mobilku. kulanjutkan kemarahanku.
"Kamu bisa bayangkan berapa juta harus saya keluarkan untuk memperbaikinya? ini kamu yang harus ganti, saya akan telp polisi!"
Bapak2 yang disana juga mulai kasak kusuk. Membelaku. Ada juga yang membujuk anak muda itu agar jangan seemosi itu, karena mereka juga melihat bahwa dia yang salah. Tapi si anak muda malah balik menggertak.
"Silahkan panggil polisi, saya juga akan panggil polisi!"
Tak menunggu lama, kutekan beberapa angka di HPku dan tersambung. Aku tidak menelphone polisi, tapi kepala keamanan kantorku, selaku staf di lembaga PBB, ada baiknya aku melaporkan dulu kejadian yang kualami ini pada kepala keamanan kami, sehingga mereka tau keberadaan dan situasiku, karena begitulah peraturannya.
Begitu telefon tersambung dan mendengar pembicaraanku, sianak muda yang memang belum turun dari motornya, langsung tancap gas, walau sempat ditahan oleh dua bapak yang dengan sekuat tenaga menarik belakang motornya agar tidak melaju. Namun apa daya, pacuan gas yang semakin keras tentu membuat daya tahan tangan Bapak-bapak ini lepas juga.
Larilah dia dan hanya nomor plat kendaraannya yang berhasil aku peroleh, itupun dari Bapak-bapak yang baik hati itu. Kemudian mereka memintaku parkir ke tempat yang lebih baik, jika aku menunggu staf keamanan kami yang sedang dikirim ke tempatku. Tapi kemudian, aku pikir, tak ada gunanya lagi menunggu disitu. Kuucapkan terima kasih atas perhatian mereka, lalu aku telefon kepala keamanan kami bahwa aku tidak menunggu lagi disitu, melainkan meluncur balik ke kantor. Aku masih bingung, harus ngapain dan kemana? Bengkel? sendirian? aku ga mengerti.
Lalu kuparkir kendaraan setelah melajukannya beberapa ratus meter dari TKP. I am really blue. Seperti yang seringkali kuungkapkan, kendaraanku ini adalah benda kesayangan yang benar-benar sangat kusayangi. Kubeli dia dengan hasil keringatku sendiri, tanpa kuijinkan sepeserpun uang dari sumber lain untuk mewujudkan kehadirannya. Dan seperti kata ayah, apapun yang kita beli dengan hasil keringat kita sendiri, murni, rasa sayang kita terhadapnya akan sangat berbeda dibanding terhadap benda-benda lainnya yang sumber pendanaannya tidak berasal dari kantong kita sendiri. Dan aku benar-benar merasakannya. Benda beroda empat itu, sungguh kukasihi, kusayangi, bahkan Intan sendiri tak berani mengotori kursi-kursinya, asesorisnya, karena tau persis betapa Uminya begitu menyayangi benda yang satu ini.
Kurawat dia sepenuh hati, kuelus stirnya setiap pagi sambil kuajak ngobrol, seakan dia paham akan pembicaraanku. Kemarin, saat melaju ke Medan bersama ayah dan Umi, kupacu dia dengan penuh perhitungan agar selamat sampai tujuan. Tapi hari ini? Siang ini? Baru saja kumandikan dia di sebuah car wash, saat dia baru kinclong lagi setelah penuh debu dan lumpur oleh hujan yang mengguyur sepanjang perjalanan kami kemarin, eh, seenaknya pemuda itu menubruk Grand Livinaku dari belakang. Membuat beberapa kerusakan pada bagian belakangnya.
Pedih hatiku. Sedih dan pilu tiba-tiba menyeruak. Jika tadi aku sanggup berperang dengan suara lantang memerangi pemuda itu, kini ibarat awan kelabu yang penuh oleh uap air, air mata tak mampu lagi tertahankan di pelupuk mataku. Kuraih BBku dan begitu suaraku tersambung ke suamiku diujung sana, air mata ini segera berhamburan.
"Mas, mobil kita ditubruk orang!" dan aku langsung tersedu. Tentu suamiku kaget, apalagi mendengar suara tangisku yang tersedu sedan. Aku memang bener-bener sedih. Terbayang beberapa juta akan keluar dari kantong untuk memperbaiki si abu-abu kesayangan. Asuransi mobil ini baru saja expired 8 hari yang lalu, dan rencanaku akan pindah ke asuransi lainnya (Senin depan), yang katanya uang kembali jika tidak ada claim. Sebelumnya aku asuransikan di Jasindo, dan alhamdulillah tidak ada musibah yang mengharuskan aku mengajukan claim. Eh ga taunya, disaat asuransi expired, kok malah musibah menghadang. Innalillahi wainna ilaihi rajiun...
"Lho, kok bisa, gimana ceritanya? tadi baik-baik aja, kamu gimana? ga papakan? udah selesai dari car wash?" (tadinya sambil menunggu mobil dicuci, suamiku memang menemaniku via chat di skype, jadi update akan keberadaanku).
Aku ceritakan kejadiannya sambil terus tersedu-sedu. Sedih banget rasanya, mana si penabrak juga udah lari. Otomatis harus dibiayai sendiri dan ga murah lagi...
Suamiku akhirnya berhasil membujuk dan juga mungkin karena semua kepiluan telah tersalurkan, berhasil juga kehentikan tangis ini, dan oleh saran suamiku, begitu sampai di pelataran parkiran kantorku, ku telefon adikku, Edo, yang pastinya sedang di kantornya.
Beruntung aku memiliki adik2 yang sigap dan penuh perhatian, tak sampai 10 menit dia telah hadir di depanku. Prihatin jika ada apa2 denganku. Lalu dilihatnya kondisi mobilku.
"Lumayan parah, tapi ga papa kak, masih bisa ditangani kok... nanti sore coba Edo tanya di bengkel langganan, tenang aja. Paling 2-3 juta ini...".
Aku hanya mengangguk, dalam hati aku merintih pilu, 3 juta? aku baru saja menghabiskan 4 jutaan ke Medan Jumat kemarin.
"Ya udah, yang penting kakak ga papa, dan mobilnya masih prima, semua masih berfungsi dengan baik, hanya perlu ketok, dempul, dan ganti lampu ini...., kalo perlu kakak pake mobilku aja dulu, tapi nanti sore ya...".
Adikku ini memang pendiam, tapi perhatiannya itu, sungguh membuat hatiku adem. Tak lama kemudian dia pamit kembali ke kantornya. Nanti sore akan menelphone update tentang rencana perbaikan si abu-abu ku.
Sabar ya sayang, mudah-mudahan kamu bisa segera cantik lagi ya....
Feelingku sedamai sebelumnya saat kulirik kaca spions dan memutar arah kendaraanku. Namun suara gedubrak yang begitu keras, jelas adalah suatu benturan maha keras yang sungguh membuatku kaget dan merubah feelingku menjadi kacau balau.
Jelas suara benturan keras itu adalah sesuatu yang membentur belakang mobilku. Refleks kuhentikan kendaraan yang memang sedang pelan melaju, karena kan aku sedang hendak memutar arah. Tak ada apa2, kendaraan yang lalu lalang di jalur ku itu juga tak seberapa, dan tetap melaju normal. Feelingku masih kacau, pasti ada sesuatu yang menghantam dan merusak belakang mobilku. Kulajukan si abu-abu menyempurnakan putaran, lalu kuparkir ke pinggir jalan, yang telah berdiri beberapa bapak-bapak yang baru keluar dari restoran di depan parkiranku.
"Ibu ga papa?" serempak mereka bertanya. Aku heran.
Kugelengkan kepala seraya bergegas ke belakang si abu-abu kesayanganku.
"Masyaallah!" Hanya itu yang sanggup kuucapkan. Kualihkan pandangan ke arah suara keras tadi, di belokan. Sebuah kendaraan yang juga kelihatan patah sayapnya melaju ke arah mobilku. Seorang anak muda, belum sempat turun dari motornya itu sudah memarahiku.
"Ibu ini gimana? belok kok pelan-pelan banget?" bentaknya, membuat emosiku langsung melonjak. Ini dia rupanya yang telah menubruk mobilku dan membuatnya benyok begini.
"Heh, sejak kapan belok itu harus kencang2? Apa kamu ga pernah belajar? Apa kamu ga lihat saya udah ngasih sign sejak dari sana, sebelum belok?" tinggi suaraku, gemetar meredam amarah. Kuyakin, kalo ga ingat akan peraturan dan hukum, sudah ke tampar mukanya itu.
"Ibu harus ganti motor saya ini!" sentaknya lagi. Cukup sudah kesabaranku. Kuseret dia,
"Ayo sini, lihat kerusakan yang kamu buat dimobilku." Mana berani dia turun, tapi posisi dia memang sudah di bagian belakang mobilku. kulanjutkan kemarahanku.
"Kamu bisa bayangkan berapa juta harus saya keluarkan untuk memperbaikinya? ini kamu yang harus ganti, saya akan telp polisi!"
Bapak2 yang disana juga mulai kasak kusuk. Membelaku. Ada juga yang membujuk anak muda itu agar jangan seemosi itu, karena mereka juga melihat bahwa dia yang salah. Tapi si anak muda malah balik menggertak.
"Silahkan panggil polisi, saya juga akan panggil polisi!"
Tak menunggu lama, kutekan beberapa angka di HPku dan tersambung. Aku tidak menelphone polisi, tapi kepala keamanan kantorku, selaku staf di lembaga PBB, ada baiknya aku melaporkan dulu kejadian yang kualami ini pada kepala keamanan kami, sehingga mereka tau keberadaan dan situasiku, karena begitulah peraturannya.
Begitu telefon tersambung dan mendengar pembicaraanku, sianak muda yang memang belum turun dari motornya, langsung tancap gas, walau sempat ditahan oleh dua bapak yang dengan sekuat tenaga menarik belakang motornya agar tidak melaju. Namun apa daya, pacuan gas yang semakin keras tentu membuat daya tahan tangan Bapak-bapak ini lepas juga.
Larilah dia dan hanya nomor plat kendaraannya yang berhasil aku peroleh, itupun dari Bapak-bapak yang baik hati itu. Kemudian mereka memintaku parkir ke tempat yang lebih baik, jika aku menunggu staf keamanan kami yang sedang dikirim ke tempatku. Tapi kemudian, aku pikir, tak ada gunanya lagi menunggu disitu. Kuucapkan terima kasih atas perhatian mereka, lalu aku telefon kepala keamanan kami bahwa aku tidak menunggu lagi disitu, melainkan meluncur balik ke kantor. Aku masih bingung, harus ngapain dan kemana? Bengkel? sendirian? aku ga mengerti.
Lalu kuparkir kendaraan setelah melajukannya beberapa ratus meter dari TKP. I am really blue. Seperti yang seringkali kuungkapkan, kendaraanku ini adalah benda kesayangan yang benar-benar sangat kusayangi. Kubeli dia dengan hasil keringatku sendiri, tanpa kuijinkan sepeserpun uang dari sumber lain untuk mewujudkan kehadirannya. Dan seperti kata ayah, apapun yang kita beli dengan hasil keringat kita sendiri, murni, rasa sayang kita terhadapnya akan sangat berbeda dibanding terhadap benda-benda lainnya yang sumber pendanaannya tidak berasal dari kantong kita sendiri. Dan aku benar-benar merasakannya. Benda beroda empat itu, sungguh kukasihi, kusayangi, bahkan Intan sendiri tak berani mengotori kursi-kursinya, asesorisnya, karena tau persis betapa Uminya begitu menyayangi benda yang satu ini.
Kurawat dia sepenuh hati, kuelus stirnya setiap pagi sambil kuajak ngobrol, seakan dia paham akan pembicaraanku. Kemarin, saat melaju ke Medan bersama ayah dan Umi, kupacu dia dengan penuh perhitungan agar selamat sampai tujuan. Tapi hari ini? Siang ini? Baru saja kumandikan dia di sebuah car wash, saat dia baru kinclong lagi setelah penuh debu dan lumpur oleh hujan yang mengguyur sepanjang perjalanan kami kemarin, eh, seenaknya pemuda itu menubruk Grand Livinaku dari belakang. Membuat beberapa kerusakan pada bagian belakangnya.
Pedih hatiku. Sedih dan pilu tiba-tiba menyeruak. Jika tadi aku sanggup berperang dengan suara lantang memerangi pemuda itu, kini ibarat awan kelabu yang penuh oleh uap air, air mata tak mampu lagi tertahankan di pelupuk mataku. Kuraih BBku dan begitu suaraku tersambung ke suamiku diujung sana, air mata ini segera berhamburan.
"Mas, mobil kita ditubruk orang!" dan aku langsung tersedu. Tentu suamiku kaget, apalagi mendengar suara tangisku yang tersedu sedan. Aku memang bener-bener sedih. Terbayang beberapa juta akan keluar dari kantong untuk memperbaiki si abu-abu kesayangan. Asuransi mobil ini baru saja expired 8 hari yang lalu, dan rencanaku akan pindah ke asuransi lainnya (Senin depan), yang katanya uang kembali jika tidak ada claim. Sebelumnya aku asuransikan di Jasindo, dan alhamdulillah tidak ada musibah yang mengharuskan aku mengajukan claim. Eh ga taunya, disaat asuransi expired, kok malah musibah menghadang. Innalillahi wainna ilaihi rajiun...
"Lho, kok bisa, gimana ceritanya? tadi baik-baik aja, kamu gimana? ga papakan? udah selesai dari car wash?" (tadinya sambil menunggu mobil dicuci, suamiku memang menemaniku via chat di skype, jadi update akan keberadaanku).
Aku ceritakan kejadiannya sambil terus tersedu-sedu. Sedih banget rasanya, mana si penabrak juga udah lari. Otomatis harus dibiayai sendiri dan ga murah lagi...
Suamiku akhirnya berhasil membujuk dan juga mungkin karena semua kepiluan telah tersalurkan, berhasil juga kehentikan tangis ini, dan oleh saran suamiku, begitu sampai di pelataran parkiran kantorku, ku telefon adikku, Edo, yang pastinya sedang di kantornya.
Beruntung aku memiliki adik2 yang sigap dan penuh perhatian, tak sampai 10 menit dia telah hadir di depanku. Prihatin jika ada apa2 denganku. Lalu dilihatnya kondisi mobilku.
"Lumayan parah, tapi ga papa kak, masih bisa ditangani kok... nanti sore coba Edo tanya di bengkel langganan, tenang aja. Paling 2-3 juta ini...".
Aku hanya mengangguk, dalam hati aku merintih pilu, 3 juta? aku baru saja menghabiskan 4 jutaan ke Medan Jumat kemarin.
"Ya udah, yang penting kakak ga papa, dan mobilnya masih prima, semua masih berfungsi dengan baik, hanya perlu ketok, dempul, dan ganti lampu ini...., kalo perlu kakak pake mobilku aja dulu, tapi nanti sore ya...".
Adikku ini memang pendiam, tapi perhatiannya itu, sungguh membuat hatiku adem. Tak lama kemudian dia pamit kembali ke kantornya. Nanti sore akan menelphone update tentang rencana perbaikan si abu-abu ku.
Sabar ya sayang, mudah-mudahan kamu bisa segera cantik lagi ya....