Kebahagiaan Intan terlihat sempurna. Memelukku erat dan bergegas ganti pakaian sekolahnya dan bergabung denganku di tempat tidur. Hari masih sore, kemarin. Bibirnya lancar berceloteh, mengupdate segala info tentang perkembangan sekolahnya, dan bergegas bangkit mengambil sebuah file plastik berisi berkas jawaban ujian semesternya. Dengan bangga memperlihatkan nilai-nilainya yang memang sungguh memuaskan. Tak hanya itu, kami berbagi cerita tentang berbagai hal, hingga perbincangan itu tak berhenti hanya disitu saja, masih dilanjut setelah shalat Magrib, makan malam dan shalat Isya, topik perbincangan masih mengalir bebas.
Namun batinku sebagai seorang ibu, menangkap selapis kesenduan, yang dicoba sembunyikan oleh ananda tercinta. Aku curiga, pasti ada apa-apa nih. Teringat lagi aku akan status Intan dua hari lalu. "JNE oh JNE, kok lama banget sampaimu?"
Hm... itukah yang jadi persoalan? Dengan perlahan kutanyakan padanya.
"Nak, BB Torchnya dah sampai belum?"
Dan apa yang disembunyikan itu kini tersingkap sudah. Mata itu berkaca-kaca. Oh My God. Kejadian deh! Seperti yang sudah aku duga. Ya Allah... kasian anakku.
"Belum mi... katanya sih udah dikirim. Tapi Dila minta resi pengirimannya, ga ada katanya."
Sendu dan sedih sekali nada suaranya. Sebenarnya aku sudah ingin sekali memarahinya. Dari awal sudah kuingatkan, ketika Intan minta ijin padaku untuk menggunakan uangnya sendiri, hasil jerih payahnya jualan online selama ini, untuk beli sebuah BB Torch. Aku sih tidak keberatan jika dia ingin mengupgrade BBnya, apalagi dia akan gunakan uang hasil jerih payahnya sendiri. Apalagi planningnya untuk BB lamanya juga cukup bagus, akan dibeli oleh seorang temannya.
Tapi yang aku kurang sreg adalah dia akan beli online di salah satu toko online di BB.
Kuberi masukan padanya, bahwa berbelanja online dewasa ini adalah hal yang lazim, tapi cermati dulu situs atau toko penjualnya. Cukup kredibel kah? Atau hanya abal-abal. Kita harus hati-hati. Baik ayah, adik maupun aku sendiri memang sering berbelanja online, tapi banyakan juga di situs terpercaya. Intan meyakinkan aku bahwa ini adalah toko yang bisa dipercaya. Dan aku, setelah berusaha memberinya masukan, menyerahkan keputusan padanya. Karena menurutku, sudah tidak zamannya lagi menjadi ibu yang diktator. Apalagi aku juga sedang dalam tahap melatihnya untuk belajar mengambil keputusan.
Maka, tiga hari lalu, Intan mengabariku bahwa dia sudah jadi membeli online si BB Torch idamannya itu, dengan nilai 3,1 juta rupiah. Uang hasil jerih payahnya sendiri. Terus terang, ada sedikit rasa was-was yang hinggap di hatiku, namun aku mencoba untuk berprasangka baik saja, sambil berdoa, semoga BB Torch itu adalah rezeki anakku.
Namun berita dari Intan barusan? Sungguh memancing darahku menggelegak. Namun aku berusaha penuh menekan amarah itu. Tidak pada tempatnya aku memarahinya. Yang sedang terpuruk dalam kecewa berat.
"Itulah sayang, kan umi pernah bilang kan ke Dila, belanja online itu kita harus benar-benar teliti. Harus cek and ricek dulu kredibilitas si toko online itu nak. Juga Umi kan udah bilang, mending kita beli di Bandung aja, toh lusa kita akan ke Bandung. Bisa pilih, lihat, teliti dan komplain langsung jika ada apa-apa. Tapi Dila sih... ga sabaran!"
Wajah itu semakin sendu. Air mata mulai menetes.
"Umi sedih banget jadinya. Kalo itu adalah uang umi, umi ga akan terlalu sedih, tapi ini uang jerih payah Dila sendiri, yang dila kumpulkan dengan sangat hati-hati. Eh kok malah digondol si penipu. Tapi sayang..... kita harus sabar ya nak...."
Kurangkul dia dan kupeluk erat.
"Kita harus percaya bahwa jika rezeki, ga akan kemana. Dan jika belum rezeki kita? Maka walau sudah kita genggam sekalipun, dengan caranya tersendiri, duit tadi akan keluar lagi dari genggaman kita. Seperti duit Dila itu."
Intan menatapku, masih dengan air mata berlinang.
"Mungkin Allah sedang menguji kesabaran Dila. Allah ingin lihat, nih si Dila ini, kalo dikasih cobaan seperti ini akan sabar apa ga? Dan juga nih Dila harus diberi pelajaran, supaya tau persis bahwa mencari duit itu tidak mudah. Dan juga supaya si Dila ini bisa lebih teliti, lebih waspada, dan penuh pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan. Jadi untuk menjadi seorang anak yang sabar, teliti dan tekun, dia harus diuji dulu, dengan cobaan seperti ini."
"Iya juga ya mi, tapi Dila rasanya sedih kali. Kita harus gimana ini mi? Dila udah coba kontak si resellernya, minta pertanggung jawaban, tapi dia minta maaf dan mengakui bahwa dia juga sudah tertipu. Katanya, si pemilik toko telah mendelete contact dirinya mi. Dan dia janji akan coba bertanggung jawab, mengembalikan separuh uang dila. Itu juga setelah Dila marah-marahi dan sumpahi dia. Ini coba Umi lihat conversation kami."
Dan aku terpaksa mengambil kaca mataku, membaca kalimat demi kalimat yang menggunakan huruf keciiiiiil banget di BBnya Intan. Dan, memang Intan dengan penuh kemarahan mendesak dan menyudutkan si reseller untuk mengganti uangnya. Hingga si reseller akhirnya terdesak dan berjanji untuk mengembalikan separuhnya. Tapi aku ga yakin dia akan melakukannya. Balasan percakapan si reseller juga terlihat masih seperti seorang anak-anak, sebaya Intan. Hadeuh! Nasibmu lah sayang, Uang itu sepertinya tak akan kembali.
"Ya sudahlah nak, sekarang gini aja, jangan lagi mendesak atau menyudutkannya, karena dia sudah berjanji, walau pun setengah aja, patut disyukuri ya, mari kita berdoa dia akan mewujudkan niat baiknya itu. Tapi jika pun tidak, apa boleh buat. Terkadang untuk belajar sesuatu, kita harus membayarnya dengan harga yang mahal. Dila mengerti maksud Umi kan? Dila bisa tangkap hikmah dari kejadian ini?"
Anandaku tercinta mengangguk.
"Jika belum rezeki, kita harus ikhlas, mari kita berdoa semoga Allah menggantinya dengan yang lebih baik, lebih banyak, ok sayang?"
"Iya mi, Umi ga marah sama Dila kan mi?"
Aku menggeleng, 'Ga donk sayang, Dila kan mendapatkan pelajaran dari Allah, mana berani Umi marah?" Dan kami pun tersenyum, berpelukan.
"Thanks mi, glad to have you here, kalo ga, Dila pasti sedih dan kalut."
Setiap kejadian adalah pembelajaran, mengandung hikmah walau terasa pahit dan menyedihkan. :)
Namun batinku sebagai seorang ibu, menangkap selapis kesenduan, yang dicoba sembunyikan oleh ananda tercinta. Aku curiga, pasti ada apa-apa nih. Teringat lagi aku akan status Intan dua hari lalu. "JNE oh JNE, kok lama banget sampaimu?"
Hm... itukah yang jadi persoalan? Dengan perlahan kutanyakan padanya.
"Nak, BB Torchnya dah sampai belum?"
Dan apa yang disembunyikan itu kini tersingkap sudah. Mata itu berkaca-kaca. Oh My God. Kejadian deh! Seperti yang sudah aku duga. Ya Allah... kasian anakku.
"Belum mi... katanya sih udah dikirim. Tapi Dila minta resi pengirimannya, ga ada katanya."
Sendu dan sedih sekali nada suaranya. Sebenarnya aku sudah ingin sekali memarahinya. Dari awal sudah kuingatkan, ketika Intan minta ijin padaku untuk menggunakan uangnya sendiri, hasil jerih payahnya jualan online selama ini, untuk beli sebuah BB Torch. Aku sih tidak keberatan jika dia ingin mengupgrade BBnya, apalagi dia akan gunakan uang hasil jerih payahnya sendiri. Apalagi planningnya untuk BB lamanya juga cukup bagus, akan dibeli oleh seorang temannya.
Tapi yang aku kurang sreg adalah dia akan beli online di salah satu toko online di BB.
Kuberi masukan padanya, bahwa berbelanja online dewasa ini adalah hal yang lazim, tapi cermati dulu situs atau toko penjualnya. Cukup kredibel kah? Atau hanya abal-abal. Kita harus hati-hati. Baik ayah, adik maupun aku sendiri memang sering berbelanja online, tapi banyakan juga di situs terpercaya. Intan meyakinkan aku bahwa ini adalah toko yang bisa dipercaya. Dan aku, setelah berusaha memberinya masukan, menyerahkan keputusan padanya. Karena menurutku, sudah tidak zamannya lagi menjadi ibu yang diktator. Apalagi aku juga sedang dalam tahap melatihnya untuk belajar mengambil keputusan.
Maka, tiga hari lalu, Intan mengabariku bahwa dia sudah jadi membeli online si BB Torch idamannya itu, dengan nilai 3,1 juta rupiah. Uang hasil jerih payahnya sendiri. Terus terang, ada sedikit rasa was-was yang hinggap di hatiku, namun aku mencoba untuk berprasangka baik saja, sambil berdoa, semoga BB Torch itu adalah rezeki anakku.
Namun berita dari Intan barusan? Sungguh memancing darahku menggelegak. Namun aku berusaha penuh menekan amarah itu. Tidak pada tempatnya aku memarahinya. Yang sedang terpuruk dalam kecewa berat.
"Itulah sayang, kan umi pernah bilang kan ke Dila, belanja online itu kita harus benar-benar teliti. Harus cek and ricek dulu kredibilitas si toko online itu nak. Juga Umi kan udah bilang, mending kita beli di Bandung aja, toh lusa kita akan ke Bandung. Bisa pilih, lihat, teliti dan komplain langsung jika ada apa-apa. Tapi Dila sih... ga sabaran!"
Wajah itu semakin sendu. Air mata mulai menetes.
"Umi sedih banget jadinya. Kalo itu adalah uang umi, umi ga akan terlalu sedih, tapi ini uang jerih payah Dila sendiri, yang dila kumpulkan dengan sangat hati-hati. Eh kok malah digondol si penipu. Tapi sayang..... kita harus sabar ya nak...."
Kurangkul dia dan kupeluk erat.
"Kita harus percaya bahwa jika rezeki, ga akan kemana. Dan jika belum rezeki kita? Maka walau sudah kita genggam sekalipun, dengan caranya tersendiri, duit tadi akan keluar lagi dari genggaman kita. Seperti duit Dila itu."
Intan menatapku, masih dengan air mata berlinang.
"Mungkin Allah sedang menguji kesabaran Dila. Allah ingin lihat, nih si Dila ini, kalo dikasih cobaan seperti ini akan sabar apa ga? Dan juga nih Dila harus diberi pelajaran, supaya tau persis bahwa mencari duit itu tidak mudah. Dan juga supaya si Dila ini bisa lebih teliti, lebih waspada, dan penuh pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan. Jadi untuk menjadi seorang anak yang sabar, teliti dan tekun, dia harus diuji dulu, dengan cobaan seperti ini."
"Iya juga ya mi, tapi Dila rasanya sedih kali. Kita harus gimana ini mi? Dila udah coba kontak si resellernya, minta pertanggung jawaban, tapi dia minta maaf dan mengakui bahwa dia juga sudah tertipu. Katanya, si pemilik toko telah mendelete contact dirinya mi. Dan dia janji akan coba bertanggung jawab, mengembalikan separuh uang dila. Itu juga setelah Dila marah-marahi dan sumpahi dia. Ini coba Umi lihat conversation kami."
Dan aku terpaksa mengambil kaca mataku, membaca kalimat demi kalimat yang menggunakan huruf keciiiiiil banget di BBnya Intan. Dan, memang Intan dengan penuh kemarahan mendesak dan menyudutkan si reseller untuk mengganti uangnya. Hingga si reseller akhirnya terdesak dan berjanji untuk mengembalikan separuhnya. Tapi aku ga yakin dia akan melakukannya. Balasan percakapan si reseller juga terlihat masih seperti seorang anak-anak, sebaya Intan. Hadeuh! Nasibmu lah sayang, Uang itu sepertinya tak akan kembali.
"Ya sudahlah nak, sekarang gini aja, jangan lagi mendesak atau menyudutkannya, karena dia sudah berjanji, walau pun setengah aja, patut disyukuri ya, mari kita berdoa dia akan mewujudkan niat baiknya itu. Tapi jika pun tidak, apa boleh buat. Terkadang untuk belajar sesuatu, kita harus membayarnya dengan harga yang mahal. Dila mengerti maksud Umi kan? Dila bisa tangkap hikmah dari kejadian ini?"
Anandaku tercinta mengangguk.
"Jika belum rezeki, kita harus ikhlas, mari kita berdoa semoga Allah menggantinya dengan yang lebih baik, lebih banyak, ok sayang?"
"Iya mi, Umi ga marah sama Dila kan mi?"
Aku menggeleng, 'Ga donk sayang, Dila kan mendapatkan pelajaran dari Allah, mana berani Umi marah?" Dan kami pun tersenyum, berpelukan.
"Thanks mi, glad to have you here, kalo ga, Dila pasti sedih dan kalut."
Setiap kejadian adalah pembelajaran, mengandung hikmah walau terasa pahit dan menyedihkan. :)
23 comments
Bener banget Mak, klo belanja Online kita harus cek and richeck kredibilitas toko onlinenya. Apalagi kalau belanjan barang yg kategori mahal kayak BB Torch getu? Aku bakal mikir 1 kali sj utk beli di Sby tuh. hehehe
ReplyDeleteSebuah tulisan sengan banyak pembelajaran. Tentang bagaimana seharusnya menjadi ibu yang bijak, tentang bagaimana seharusnya bersikap menghadapi keadaan yang kurang menyenangkan, dan arti keberhati-hatian. Jarang ada tulisan seperti ini. Semangat ...!!!
ReplyDeletekadang2 anak remaja suka nggak mau dengar ..., ego masih tinggi he..he... karena
ReplyDeleteDila seumuran anakku...., ngerti deh...,
alhamdulillah dia jadi biisa mengerti seIsi dunia ini tak semuanya baik, cara umi yg bijak bikin dia ikhlas
Memang harus diperlukan kehati-hatian dalam melakukan transaksi belanja di toko online ya Mba. Bukanlah suatu hal yang mudah kita percaya untuk melakukan transaksi online tanpa kita mengetahui tentang kredibelitas tokonya terlebih dahulu.
ReplyDeleteSukses selalu
Salam Wisata
Sungguh pelajaran berharga. Kadang memang mahal harga sebuah pengalaman. Tapi sabar itu pada pukulan pertama. Bagaimana menyikapi hal tersebut, itulah kesabaran.
ReplyDeleteEverything happen for reason... Kepulangan mbak Al, tdk hanya utk tujuan2 yg mbak Al rencanakan, tp Allah punya tujuan lain. Menenangkan hati Intan, memelukb Intan disaat yang dibutuhkannay.
Thanks for sharing mbak. Ini jg bs buat kehati2an buat kita semua.
Waaah, semoga Intan segera mendapatkan gantinya sesuai dengan yang diinginkan. InsyaAllah kalo ikhlas balasannya akan berlipat ya Mba Al.
ReplyDeleteMba Al bijaksana sekali sebagai bundanya Intan. Saya yakin putri tersayang akan mendapatkan banyak sekali pelajaran berharga di sini. Baik dari kejadiannya sendiri maupun dari bundanya... :")
Mbak Al sabar banget ya ... bisa menghadapi hal seperti ini tanpa emosi.
ReplyDeleteHarus belajar banyak sama mbak nih soal memberi pengertian kepada anak.
Mudah2an Intan mendapat rejeki yang lebih banyak lagi setelah kejadian ini.
kalo nilai barang itu jutaan dan toko onlinenye mnjual harga barang dengan harga yang terlalu miring, biasanya memang penipuan bunda... khusus untuk ponsel keuntungannya tidak besar, jadi kalo mau beli mendingan beli langsung ke toko terdekat, nggak jauh beda kok harganya, mahal dikit nggak papa yang penting jangan ketipu
ReplyDeleteHaduuuuhhhh... yang begini nih yang bikin saya suka sedih. Olshop fiktif banyak, belum lagi yg pake nge hack akun orang untuk jualan :(
ReplyDeleteDila sabar ya... semoga nanti akan ada ganti yang lebih baik... 3.1 juta T___T uang hasil keringat sendiri lagi... :-|
memang skarang masalah ini meresahkan.apalagi pengguna internet yang masih awam dengan seluk beluk dunia maya..semoga diberi ketabahan
ReplyDeletebenar memang mbak, membeli di toko online memang harus sangat waspada. aku ajah pernah merasa tertipu karena si toko online tiba2 mengganti ekspedisi yang lebih mahal tanpa pemberitahuan.
ReplyDeletesemoga intan lebih tabah dan lebih mengerti arti keikhlasan dari sebuah kehilangan. amin :)
Ini kebalikan dari pengalaman saya Mbak...
ReplyDeleteSelama ini 2 anak saya sering belanja online.
Lha saya ikut2an.
Dari beberapa transaksi lancar2 saja, tapi pas beli barang yg agak mahalan, eeee... malah ketipu
=============================
Semoga teman2 semakin teliti
Salam!
Wah kalo utk Indonesia aku juga belum percaya tuh utk yg jualan handphone online terutama yg toko onlinenya cuma lewat facebook. Soalnya banyak yang ngasih tau terutama temen2 yg pernah jadi korban kalo kebanyakan toko handphone online itu fraud. Kesian adek Intan :( Gak papa ya dek di ikhlasin aja, insya allah diganti sama Allah dua kali lipatnya. Mungkin memang belum rejeki sekarang ini. Hugs!
ReplyDeleteaduh kasian Dilla.. *puk.. puk..
ReplyDeletekl utk online sy blm berani beli hp atau barang elektronik mbak.. hrs bener2 hati2..
Aku hingga kini belum berani beli barang elektronik seperti hape di toko online, mba. SMoga nggak terulanglagi ya kisah lama ini ...
ReplyDeleteSemoga ada gantinya yang lebih baik ya, Mbak. Dijadikan pelajaran yang berharga :)
ReplyDeleteSemoga Dila mendapat ganti dr Allah yg jauh lebih baik ya mbak :)
ReplyDeleteTak terasa air menganak di mata
ReplyDeleteLangsung teringat Yasmin yang pernah alam hal yang sama
Berupaya sekuat tenaga
Tapi jika Allah belum mengijabah
Takkan ada sesuatupun yang bakal terlaksana
Another self reminder for me as well, dear
kasihan juga ya niat baik Intan malah berbuah begitu. Jadi pelajaran buat kita semua ya mbak al saat berbelanja online hrus lebih teliti lagi. Sedih pastinya intan
ReplyDeletesemua ada hikmahnya yah Mba Al :)
ReplyDeletesaya yakin Intan pasti akan mendapat yang lebih baik :)
Belanja Online memang memiliki resiko yang cukup tinggi, akan tetapi saat ini penyedia toko online seperti bukalapak dan tokopedia sudah memberikan konsep jual beli yang cukup menguntungkan pelanggan. Namun meskipun demikian kita masih harus tetap hati-hati karena tidak sedikit penjual yang melakukan tindakan negatif seperti mengirim barang yang tidak sesuai dengan lapak. Semoga kejadian ini tidak terulang lagi Mba.
ReplyDeletedizaman yg seba digital memang memberi banyak kemudahan termasuk belanja online, tp tetap harus dilihat kredibilasnya. semoga Dila akan segera mendapatkan yg jauh lebih baik utk rejekinya, Mba
ReplyDeletetetap semangat mba, walau bukan rejekinya, tetap disyukuri aja ya mba
ReplyDelete