Itik yang Malang


foto berasal dari sini


Tak terasa sobs, hari ini kita sudah berada di week end pertama tahun 2012 (yang diingat dan diperhatikan kok week end ya? hihi). Jumat malam. Horray... Jumat sore selalu mampu memberikan keceriaan tersendiri bagiku sobs. Iya donk, kan Sabtu Minggu kita libur. Pasti sobats juga merasakan keceriaan ini kan????

Hm, malam ini enaknya posting apa ya? Inginnya sih yang ringan-ringan aja tuh. Hm…tapi apa ya? Beberapa postingan terakhir lebih berkisah ke perjalanan kehidupan, yang muatannya serius, sehingga membuat aku dan mungkin juga sobats yang berkunjung dan membacanya tak teringat untuk tersenyum. Apalagi isu penembakan di Aceh yang juga malam ini dibahas di TV One. Duh Acehku sayang… damailah segera….

Mana Senin nanti mau perjalanan dinas keluar kota lagi… memang ke wilayah Barat Aceh sih, dan melalui perjalanan darat. Hm…semoga aja bisa selamat sampai tujuan deh….

Well sobats, malam ini, aku ingin cerita sekilas tentang kisah konyol masa kecil sewaktu kami masih tinggal di desa. Yups. Aku ini anak desa lho sobs….
Jika diingat, memang masa kecilkku banyak menyimpan kisah2 konyol sih. Salah satunya sudah pernah aku posting disini, hihi.

Itik yang malang, adalah judul yang sangat tepat untuk menggambarkan kisah ini.
Saat itu, aku diminta Umi untuk menjaga padi yang sedang dijemur di halaman rumah.
Menjaga padi? Kecilll…. Cetek itu mah.
Tugasku hanya duduk dibawah rumah panggung kami, mengawasi padi yang dijemur agar tidak dimakan oleh ayam atau itik yang berkeliaran nun jauh disana.

Maka, dengan majalah bobo kesayangan, duduklah aku dengan manis dan santainya di tempat yang memang telah disediakan. Membolak balik halaman dengan asyiknya, hingga lupa menoleh ke hamparan padi yang sedang dijemur.

Hingga kemudian…… ku dikagetkan oleh teriakan Umi mengingatkanku akan segerombolan itik yang sedang berpesta pora disudut tikar dimana padi dihamparkan.

“Ya ampun nak…. Itu itiknya makan padi, ngapain aja sih kamu????”

Refleks kualihkan pandangan dari Juwita dan si sirik ke gerombolan itik yang berpesta meriah di sudut sana.
Naik pitam aku bangkit, menghambur ke arah gerombolan perompak yang segera menghambur melarikan diri. Berhasil kutangkap satu diantaranya. Tak ayal dan seakan dibawah alam sadar, kuputar leher si itik malang itu hingga dia megap-megap.

“Alaika, lepas, lepas, gila kamu!!!” Umi berteriak sambil berlari ke arahku yang kesetanan. Tersadar oleh teriakan dan hentakan Umi, itik malang itu terlepas dari peganganku. Jatuh menggelepar sejenak, bernapas lega, bangkit dan berlari. Melarikan diri dari dewi cantik makhluk pemusnah yang sedang mengamuk.

Astarghfirullah…. Gile bener!! Untung Umi menyadarkanku, kalo tidak aku telah menjadi seorang pembunuh. Ampuni hamba ya Allah…..

Malamnya aku disidang oleh Ayah, bukan sidang yang keras sih, karena ayah tak pernah menghajar anak-anaknya, melainkan mengajarkan hal baik dan menghindarkan anak-anaknya berkelakuan buruk.

Ayah memberiku dan juga adik-adik tentang arti penting sebuah kehidupan. Tak hanya manusia yang layak hidup, namun hewanpun, salah satunya adalah golongan itik (ngelirik ke diriku) juga berhak untuk melanjutkan kehidupannya.

Setiap makhluk dianugerahkan kehidupan oleh sang Pencipta, dan hanya sang pemilik kehidupanlah yang berhak mencabut/memadamkan kehidupan dari makhlukNya.

Sebenarnya tanpa pencerahan rohani inipun, aku sungguh sangat menyesal telah melakukan kejahatan tadi siang. Menyesal banget sobs, apalagi saat menyaksikan si itik megap-megap kesulitan bernapas saat aku memutar lehernya. Huft kejam banget aku ini. Aku sampai menangis seorang diri tadi setelah dimarahi diceramahi Umi. Bukan marah pada Umi, tapi tersentuh oleh pencerahannya dan juga menyesali perbuatanku.

Diam-diam, kucari itiknya, yang langsung berlari kencang saat aku mencoba mendekatinya. Mungkin si itik trauma melihatku ya sobs? Semakin kukejar semakin dia berlari kencang. Sayangnya, langkah kaki kecilku lebih lincah dan kencang disbanding sang itik, sehingga berhasil juga kusentuh dan kutangkap dia.

Sang itik menjerit ketakutan namun terdiam perlahan saat kuelus lehernya, kebelai badannya. Aku menyesal sekali. Bagai orang gila aku saat itu, mengajak seekor itik berbicara. Mengutarakan penyesalanku dan meminta maaf yang mendalam padanya. (Emang itiknya ngerti apa?, EGP, ga peduli!). Yang penting aku utarakan penyesalanku, dan kuharapkan si itik memaafkanku.

Itulah aku, gampang banget marah, tapi cepat sekali luluh dan tak pernah berlama-lama untuk meminta maaf jika memang aku bersalah terhadap sesuatu.

Sejak di’cerahkan’ oleh ayah dan Umi, akhirnya aku perlahan mulai dapat menyaring tindakan-tindakan kejamku. Selalu berusaha untuk menahan emosi, jikapun tak mampu menahannya, maka aku selalu menyalurkannya pada benda-benda mati. Karung yang diisi pasir (itu lho yang biasa dipakai latihan oleh para petinju) misalnya. Terkadang pohon pisang masih sering jadi sasaran tempat aku dan adikku Edo berlatih melempar pisau pramuka. Huft.

Well sobats, itulah sekilas memory masa lalu yang tiba-tiba saja melintas di benakku, sehingga langsung kujadikan bahan postingan.

Tapi jangan takut bersahabat denganku sobs, kini Alaika jauuuuuh lebih pengasih, bijak dan lemah lembut. No worries ya… hehe. Aman kok bersahabat dengan Alaika…

Well sobats maya tercinta, adakah juga sobats pernah memiliki kisah masa kecil yang konyol/tragis yang mungkin ingin dibagi? Let's share as a lesson learnt yuk..

Have a great Friday nite ya… let’s welcoming week end happily….


19 comments

  1. malem mbak, sudah dimaafkan ya sama si itik :)

    ReplyDelete
  2. tersenyum deh baca komentarnya mamanya Pascal

    wadow .. mau cerita ttg masa kecil kok nggak tega, ingat dulu juga suka nggoda bianatang kecil :(

    ReplyDelete
  3. Wahahaha, kasian banget tuh itiknya dicekek~

    ReplyDelete
  4. untuk si itik gak ngadu ke HAH ( Hak Asasi Hewan )... hehehehehhe...

    tq ya mbak udah bertandang kerumah ku

    ReplyDelete
  5. Itik yang malangnya sudah memaafkan ya Mbak, heheeee...

    ReplyDelete
  6. Glek.. si itik sempet keselek kali mba..semoga si itiknya ga patah leher yaa... sekarang masih ada yang diputer ga lehernya mba?

    ReplyDelete
  7. @Ely Meyer

    hehe, ceritamu pasti lebih sadis lagi ya mba Ely? wkwkwk

    ReplyDelete
  8. @Una

    iya Na.... andai saja dia mampu, sudah lari mengadu ke HAH (Hak Azazi Hewan) ya? hihi

    ReplyDelete
  9. @Hariyanti Sukma

    iya mba, untung dia ga ngadu, aku bener2 takut diadukan lho, hihi

    ReplyDelete
  10. @Yunda Hamasah

    iya mba, untung dia memaafkanku, untung ga mati ya mba.... hi..hi...

    ReplyDelete
  11. @@yankmira

    bukan keselek lagi Ra... tapi bener2 megap2, susah bernapas dia.... jahat banget aku ya?

    sekarang Alaika udah baik banget lho, dijamin ga ada leher yang patah lagi, hihi

    ReplyDelete
  12. Oh, itik yang malang...kalau itik yg bisa bertelur emas seru tuh Mbak. Mau deh aku miara itiknya #Matre'

    ReplyDelete
  13. percaya koq..mbak Alaika itu seorang yang baik dan rendah hati..senang berkenalan dengan mbak alaika dan juga kisah itiknya..hehehe boleh ga cerita itu kujadikan cerita anak #ijin dulu nih..:)

    ReplyDelete
  14. @Ririe Khayan hahahaha.... sama Rie... jika itu itik bertelur emas sih ga akan aku cekek, malah aku kasih ajak makan seluruh padi yang sedang dijemu emak... hihi

    ReplyDelete
  15. @ketty husniahahaa... makasih atas kepercayaannya mba Ketty.... hihi

    boleh donk, silahkan aja... btw cerita anak untuk siapa mba? anak2 dirumah? :-)

    ReplyDelete
  16. Hahaha.., mbak gara2 membaca banyak korban ya? Seingatku dulu pas mbak Alaika diminta menjaga adik yg diayunan, gara2 keasyikan membaca sang adik jatuh kan? Sekarang gara2 asyik membaca itik berpesta pora memakan padi... :p

    Tapi gak sangka mbak Alaika bisa setega itu ama itiknya ya? untung aja sekarang mbak Alaika udah jinak, kalau gak aku gak akan berani deh ketemu ama mbak Alaika hahaha.

    ReplyDelete
  17. Hehehe satu pelajaran lagi bisa diambil dari kisah ini,seseorang yang pemarah pasti akan dijauhi oleh siapapun

    ReplyDelete