Masih ingin melanjutkan postingan yang ini nih sobs... tentang pulau indah bernama Nias.
Gak tau deh, kok rasanya Nias itu begitu mengesankan ya? Padahal dulunya, waktu masih menetap di Medan, aku tuh kok sering takut dengan orang yang berasal dari suku ini lho! Habis, orang-orang sekelilingku sering banget mengingatkan agar berhati-hati jika kita sedang berinteraksi dengan seseorang yang berasal dari pulau ini. Bisikan atau isi sms peringatan itu akan seperti ini; hati-hati lho Al, dia orang Nias tuh!
Lha, emang kenapa dengan orang Nias? Toh mereka manusia juga? Orang Indonesia juga toh? Anak negeri - putra/putri bangsa juga kan? Ternyata oh ternyata sobs... bisik-bisik itu disebabkan oleh aura mistik yang menyelubungi kepulauan yang satu ini. Santernya sih, orang Nias itu punya magic yang sangat kuat. Oalah! Tapi sejauh kita bisa membangun a good relationship, tentu akan mampu menekan/meminimalisir niat jahat untuk menebar aura itu ke kita kan? [itu pun if she/he has the magic toh?].
Makanya, begitu aku dan Ratna diminta involve dalam perencanaan proyek kesehatan masyarakat [community health] yang akan diimplementasikan di dua kecamatan di Nias Selatan, maka aku dan Ratna pun mulai browsing. Cari info tentang pulau ini, dan tradisi atawa kebiasaan penduduknya. Ingin menepis isue miring yang terlanjur berhembus itu, sekaligus berjaga-jaga. Apalagi hanya aku dan Ratna yang pribumi, sementara ketiga anggota tim yang lainnya adalah tiga kolega yang berkewarganegaraan Amerika Serikat. Jadi kami harus bisa memastikan ketiga kolegaku yang tidak berbudaya Timur ini, tidak melakukan kesalahan sikap disana.
Lalu apa yang kami temukan di pulau terpencil ini? Mutiara terselubung ini?
Ternyata oh ternyata sobs... kami disambut dengan ramah dan hangat! Alhamdulillah. Walau dari bisik-bisikku dengan beberapa sahabat baru [yang adalah penduduk pulau ini], mereka membenarkan bahwa memang hal itu masih ada dan subur di tanah ini. Tapi asal kita pandai membawa diri dan menjalin hubungan baik, maka Insyaallah hal buruk itu akan jauh dari kita.
Well, postingan ini tentu tidak akan mengulas tentang aura mistik itu sobs, karena selama dua minggu kami disana, everything is running fine and well, seperti yang kami harapkan. Menjelajahi pedesaan dan dusun terpencil, berinteraksi dengan penduduknya yang lugu dan ramah, adalah hal yang paling menakjubkan, walau untuk mencapainya, kami harus rela meninggalkan kendaraan kami, dan melanjutkannya dengan berjalan kaki, melalui jalanan becek atau berbatu yang sungguh tidak nyaman di kaki. Tapi kapan lagi mau begini? Ini adalah momentum emas yang harus dinikmati donk. :) Termasuk memanfaatkan hari libur [Sabtu-Minggu] untuk melihat alam dan budaya pulau ini.
Nah, bicara tentang warisan budaya, aku ingin ajak sobats semua ke sebuah desa bernama Bawomataluo [bukit matahari]. Dinamakan bukit matahari, karena desa yang konon telah berusia 300 tahun ini memang terletak di atas perbukitan yang berudara sejuk. Banyak hal menarik yang tersimpan di desa ini sobs, mulai dari rumah adatnya, tradisi lompat batu hingga peninggalan megalitikumnya.
Oke, biar ga penasaran, yuk langsung do the tour via foto-foto berikut yuk sobs...
Gak tau deh, kok rasanya Nias itu begitu mengesankan ya? Padahal dulunya, waktu masih menetap di Medan, aku tuh kok sering takut dengan orang yang berasal dari suku ini lho! Habis, orang-orang sekelilingku sering banget mengingatkan agar berhati-hati jika kita sedang berinteraksi dengan seseorang yang berasal dari pulau ini. Bisikan atau isi sms peringatan itu akan seperti ini; hati-hati lho Al, dia orang Nias tuh!
Lha, emang kenapa dengan orang Nias? Toh mereka manusia juga? Orang Indonesia juga toh? Anak negeri - putra/putri bangsa juga kan? Ternyata oh ternyata sobs... bisik-bisik itu disebabkan oleh aura mistik yang menyelubungi kepulauan yang satu ini. Santernya sih, orang Nias itu punya magic yang sangat kuat. Oalah! Tapi sejauh kita bisa membangun a good relationship, tentu akan mampu menekan/meminimalisir niat jahat untuk menebar aura itu ke kita kan? [itu pun if she/he has the magic toh?].
Makanya, begitu aku dan Ratna diminta involve dalam perencanaan proyek kesehatan masyarakat [community health] yang akan diimplementasikan di dua kecamatan di Nias Selatan, maka aku dan Ratna pun mulai browsing. Cari info tentang pulau ini, dan tradisi atawa kebiasaan penduduknya. Ingin menepis isue miring yang terlanjur berhembus itu, sekaligus berjaga-jaga. Apalagi hanya aku dan Ratna yang pribumi, sementara ketiga anggota tim yang lainnya adalah tiga kolega yang berkewarganegaraan Amerika Serikat. Jadi kami harus bisa memastikan ketiga kolegaku yang tidak berbudaya Timur ini, tidak melakukan kesalahan sikap disana.
Lalu apa yang kami temukan di pulau terpencil ini? Mutiara terselubung ini?
Ternyata oh ternyata sobs... kami disambut dengan ramah dan hangat! Alhamdulillah. Walau dari bisik-bisikku dengan beberapa sahabat baru [yang adalah penduduk pulau ini], mereka membenarkan bahwa memang hal itu masih ada dan subur di tanah ini. Tapi asal kita pandai membawa diri dan menjalin hubungan baik, maka Insyaallah hal buruk itu akan jauh dari kita.
Well, postingan ini tentu tidak akan mengulas tentang aura mistik itu sobs, karena selama dua minggu kami disana, everything is running fine and well, seperti yang kami harapkan. Menjelajahi pedesaan dan dusun terpencil, berinteraksi dengan penduduknya yang lugu dan ramah, adalah hal yang paling menakjubkan, walau untuk mencapainya, kami harus rela meninggalkan kendaraan kami, dan melanjutkannya dengan berjalan kaki, melalui jalanan becek atau berbatu yang sungguh tidak nyaman di kaki. Tapi kapan lagi mau begini? Ini adalah momentum emas yang harus dinikmati donk. :) Termasuk memanfaatkan hari libur [Sabtu-Minggu] untuk melihat alam dan budaya pulau ini.
Nah, bicara tentang warisan budaya, aku ingin ajak sobats semua ke sebuah desa bernama Bawomataluo [bukit matahari]. Dinamakan bukit matahari, karena desa yang konon telah berusia 300 tahun ini memang terletak di atas perbukitan yang berudara sejuk. Banyak hal menarik yang tersimpan di desa ini sobs, mulai dari rumah adatnya, tradisi lompat batu hingga peninggalan megalitikumnya.
Oke, biar ga penasaran, yuk langsung do the tour via foto-foto berikut yuk sobs...
Perjalanan untuk mencapai desa ini, dimulai dari tangga batu yang tinggi ini sobs, sayangnya aku lupa menghitung jumlah anak tangganya... hehe
Penasaran banget ingin tau ada apa sih di atas sana?
Penasaran banget ingin melihat deretan rumah penduduk, yang berbentuk seragam, beratap rumbia dan berhadapan dengan rumah sang raja Nias. Penasaran banget ingin melihat tempat duduk raja yang terbuat dari batu, serta juga aneka patung sesembahan penduduk desa ini [konon dulunya mereka menganut kepercayaan animisme]. Maka, kami pun mempercepat langkah...
Dan... Tarraaaa... Inilah dia yang menyambut kami begitu anak tangga terakhir terlalui...
Terpana? Yes, kami semua terpana.. Lho... kok malah jadi ajang jemuran padi dan pakaian bergelantungan dimana-mana? hihi....
Kecewa? Tidak sih, kaget aja, soalnya membaca pemberitaannya dan cerita dari mulut ke mulutnya, desa ini menyimpan banyak hal menarik dan patut dikunjungi. Coba deh bayangin, andai saja jalanan halaman rumah ini bersih dari berbagai jemuran itu, tentu akan terlihat rapi, unik dan antik ya?
Tapi ini? Eiits, tunggu dulu.... Sabar, jaga mulut, sst... jangan komplain... jalani dulu, bukankah kita serasa berada di sebuah 'dunia lain'?
Kami pun melanjutkan langkah, memanjakan mata dengan pemandangan 'unik' dimana banyak benda ber-multi fungsi. Seperti ini nih sobs... hehe...
Layaknya tempat wisata lainnya, kedatangan kami juga disambut oleh anak-anak dan beberapa orang dewasa yang menawarkan souvenir khas daerah ini, yang tentu saja kami beli beberapa lah untuk bukti bahwa kami sudah pernah berada di daerah ini.
Selain rumah penduduk yang seragam dan berbentuk khas/rumah adat, banyak sekali batu-batu besar [peninggalan zaman megalitikum] yang terduduk/terhampar di beberapa tempat. Cukup menarik untuk dilihat, disentuh dan dicoba duduki sobs!
Aku berharap dengan menduduki salah satu kursi dari batu itu, akan bisa membawa imajinasiku ke Bawomataluo zaman dulu, jadi bisa mengenal desa ini lebih jauh. Tapi begitu akan mencoba mendudukinya, Jenny, teman buleku langsung mencegah.
"Don't sit there Al, we don't wanna lose you because you will fly to the past century and cannot come back!" Lebay ah! hihi
Well sobs, tak terasa postingan ini sudah demikian panjang, sementara banyak hal tentang desa unik penuh histori ini yang belum selesai aku ungkap. Namun menghindari kejenuhan sobats dalam membacanya, baiknya aku lanjut dalam postingan mendatang aja ya...
Okd sobs, postingan lanjutannya aku akan posting tentang budaya lompat batu, pernah dengar kan? Inilah budaya paling unik yang harus sobats saksikan jika sempat berkunjung ke pulau indah ini. So see you in this post yaaaa.....
Note:
Artikel ini menceritakan pengalaman kunjunganku dan tim ke Bawomataluo pada 13 May 2006 ya sobs. Jadi foto dan suasananya adalah mewakili masa itu. Mudah2an Bawomataluo yang sekarang sudah jauh lebih tertata rapi dan bersih, sehingga bisa dilirik menjadi salah satu world herritage, who knows kan? :)