Postingan lanjutan ini sebenarnya ingin ditayangkan [jiaaah... ditayangkan, kayak acara TV aja] on Saturday morning lah. Hitung-hitung rehat sambil senam jemari. Eh sebuah kejutan manis yang aku publish di sini [baca: kedatangan si penculik, lagi], mau tak mau akhirnya menyita keseluruhan week end indahku kemarin sobs. Dan jadinya, postingan lanjutan wisata ke sebuah mutiara terpendam bernama Nias Selatan pun, tertunda deh tayangannya.
Ok, lets continue the journey yuk... [bagi yang belum baca bagian pertamanya, sebaiknya baca dulu wisata terdahulu ya sobs, biar nyambung baik alur cerita maupun foto-fotonya, ok?]. Lihat disini untuk postingan terdahulu.
Selain pemandangan yang bikin mata sedikit sepet oleh jemuran dan benda-benda yang multi fungsi, akhirnya kami berkesempatan juga untuk menyaksikan sebuah budaya yang pernah diabadikan pada lembaran uang pecahan 1000 rupiah yang ini lho sobs.
Yes, budaya lompat batu atau Hombo Batu sobs!
Inilah budaya yang tidak boleh anda lewatkan jika sedang berkunjung ke pulau terpencil ini. Sebuah tradisi yang telah dilaksanakan sejak lama dan diwariskan turun temurun, oleh masyarakat Nias Selatan, khususnya warga desa Bawomataluo. Dan tradisi ini hanya dilakoni oleh kaum laki-laki.
Konon, anak-anak lelaki di wilayah ini telah dilatih sejak kecil untuk mampu melakukan hombo batu, yang tentunya dimulai dengan melatih si anak untuk mampu melompati bebatuan yang setinggi setengah meter, baru kemudian ketinggiannya ditingkatkan menjadi satu meter, satu setengah meter hingga kemudian baru pada batu yang setinggi dua meter dan berlebar 90 sentimeter.
Dahulunya, tradisi ini terbentuk akibat seringnya berkecamuk perang antar suku yang menuntut ketangkasan setiap pemuda/kaum laki-lakinya untuk mampu melompati pagar benteng musuh yang umumnya cukup tinggi untuk dilewati... namun seiring dengan berkembangnya jaman, tentu peperangan demi peperangan itu pun berakhir, dan terjalinlah perdamaian.
Lalu apakah budaya lompat batu alias hombo batu ini terhenti dengan sendirinya? TIDAK. Tradisi ini tetap dilanjutkan sebagai warisan leluhur, hanya tujuannya yang berubah. Masyarakat wilayah ini tetap menjadikan budaya ini sebagai ajang uji ketangkasan bagi para pemuda Nias. Jadi untuk melihat apakah seorang pemuda di desa Bawomataluo sudah dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum, adalah dengan melakukan lombat batu ini. Bahkan kabarnya, seorang pemuda baru boleh menikah, jika dia telah lulus alias mampu melompati batu yang berketinggian dua meter ini lho! Wow! #sambil tepuk tangan, ga sambil koprol ya sobs.
Untuk melakukan ritual ini, ada persyaratan khususnya lho sobs, jadi ga hanya sekedar berlari dan melompat doank. Para pelaku hombo batu, diharuskan mengenakan pakaian adat, menunggu aba-aba lalu berlari menuju batu kecil yang diletakkan tak jauh dari hadapan batu besar, dan menjadikan batu kecil ini sebagai tumpuan lompatan untuk melampaui si batu besar. Para pemuda tidak hanya harus melampaui batu dua meter tersebut, tetapi juga harus tau persis tekniknya agar mampu melompat dan mendarat dengan sukses tanpa cidera.
Keberhasilan melompati batu ini, tidak hanya menjadi kebanggaan bagi si pelompat, tapi juga menjadi kebanggaan dan citra keluarga lho sobs. Oleh karena itu, keluarga yang anaknya telah lulus hombo batu, biasanya akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Menarik sekali kan sobs? Dan budaya ini, saat ini hanya akan anda dapati di desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. So... jangan lupa, jika sobats sedang berada di pulau indah ini, sediakan waktu untuk dapat melihat tradisi yang satu ini, kapan lagi, berkunjung ke Nias tidak di setiap waktu kan? :). Untuk lebih antengnya sih sobs, mending carter kendaraan or sewa ojek aja kalo mau main kesini, jadi ga ribet.
Well sobs, dari tadi kok ga ada fotonya sih? Jangan-jangan hoax or copy paste nih Al? hihi.
Tenang sobs... mari....mari.... jangan iri yaaaaa.... hahaha...
Ok, lets continue the journey yuk... [bagi yang belum baca bagian pertamanya, sebaiknya baca dulu wisata terdahulu ya sobs, biar nyambung baik alur cerita maupun foto-fotonya, ok?]. Lihat disini untuk postingan terdahulu.
Selain pemandangan yang bikin mata sedikit sepet oleh jemuran dan benda-benda yang multi fungsi, akhirnya kami berkesempatan juga untuk menyaksikan sebuah budaya yang pernah diabadikan pada lembaran uang pecahan 1000 rupiah yang ini lho sobs.
Inilah budaya yang tidak boleh anda lewatkan jika sedang berkunjung ke pulau terpencil ini. Sebuah tradisi yang telah dilaksanakan sejak lama dan diwariskan turun temurun, oleh masyarakat Nias Selatan, khususnya warga desa Bawomataluo. Dan tradisi ini hanya dilakoni oleh kaum laki-laki.
Konon, anak-anak lelaki di wilayah ini telah dilatih sejak kecil untuk mampu melakukan hombo batu, yang tentunya dimulai dengan melatih si anak untuk mampu melompati bebatuan yang setinggi setengah meter, baru kemudian ketinggiannya ditingkatkan menjadi satu meter, satu setengah meter hingga kemudian baru pada batu yang setinggi dua meter dan berlebar 90 sentimeter.
Dahulunya, tradisi ini terbentuk akibat seringnya berkecamuk perang antar suku yang menuntut ketangkasan setiap pemuda/kaum laki-lakinya untuk mampu melompati pagar benteng musuh yang umumnya cukup tinggi untuk dilewati... namun seiring dengan berkembangnya jaman, tentu peperangan demi peperangan itu pun berakhir, dan terjalinlah perdamaian.
Lalu apakah budaya lompat batu alias hombo batu ini terhenti dengan sendirinya? TIDAK. Tradisi ini tetap dilanjutkan sebagai warisan leluhur, hanya tujuannya yang berubah. Masyarakat wilayah ini tetap menjadikan budaya ini sebagai ajang uji ketangkasan bagi para pemuda Nias. Jadi untuk melihat apakah seorang pemuda di desa Bawomataluo sudah dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum, adalah dengan melakukan lombat batu ini. Bahkan kabarnya, seorang pemuda baru boleh menikah, jika dia telah lulus alias mampu melompati batu yang berketinggian dua meter ini lho! Wow! #sambil tepuk tangan, ga sambil koprol ya sobs.
Untuk melakukan ritual ini, ada persyaratan khususnya lho sobs, jadi ga hanya sekedar berlari dan melompat doank. Para pelaku hombo batu, diharuskan mengenakan pakaian adat, menunggu aba-aba lalu berlari menuju batu kecil yang diletakkan tak jauh dari hadapan batu besar, dan menjadikan batu kecil ini sebagai tumpuan lompatan untuk melampaui si batu besar. Para pemuda tidak hanya harus melampaui batu dua meter tersebut, tetapi juga harus tau persis tekniknya agar mampu melompat dan mendarat dengan sukses tanpa cidera.
Keberhasilan melompati batu ini, tidak hanya menjadi kebanggaan bagi si pelompat, tapi juga menjadi kebanggaan dan citra keluarga lho sobs. Oleh karena itu, keluarga yang anaknya telah lulus hombo batu, biasanya akan mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Menarik sekali kan sobs? Dan budaya ini, saat ini hanya akan anda dapati di desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. So... jangan lupa, jika sobats sedang berada di pulau indah ini, sediakan waktu untuk dapat melihat tradisi yang satu ini, kapan lagi, berkunjung ke Nias tidak di setiap waktu kan? :). Untuk lebih antengnya sih sobs, mending carter kendaraan or sewa ojek aja kalo mau main kesini, jadi ga ribet.
Well sobs, dari tadi kok ga ada fotonya sih? Jangan-jangan hoax or copy paste nih Al? hihi.
Tenang sobs... mari....mari.... jangan iri yaaaaa.... hahaha...
inilah batu yang akan dilompati.. |
duh.. ini bebek kok ga mau ketinggalan yaaaa? ih. Hush..hush |
Oya sobs... tidak setiap hari lho diadakan acara lompat batu ini, tapi bagi kita yang ingin menyaksikan tradisi ini, kita bisa request lho. As we did. Waktu itu, kami harus keluarkan 150 ribu rupiah untuk request atraksi ini, terhitung mahal sih menurut teman yang asli pulau ini, tapi mau gimana lagi, tiga teman yang menempel bersama kami kan bermata uang dolar! Huft, jadi mahal deh, tapi kami sih ga masalah, wong yang bayar ketiga teman bule ini kok sobs. Hihi...
Oya, untuk lebih lengkapnya, berikut ini aku sertakan video lompat batunya ya.... cekidot deh..., tapi ingat, jangan bilang wow sambil koprol ya, cukup wow biasa ajah... :D
Note:
Artikel ini menceritakan pengalaman kunjunganku dan tim ke Bawomataluo pada 13 May 2006 ya sobs. Jadi foto dan suasananya adalah mewakili masa itu. Mudah2an Bawomataluo yang sekarang sudah jauh lebih tertata rapi dan bersih, sehingga bisa dilirik menjadi salah satu world herritage, who knows kan? :)