Picture taken from here |
Dunia
ini adalah panggung sandiwara….
Pasti sering banget
dengar kata-kata ini ya sobs? J
Selain syair dalam
sebuah lagu, menurutku kalimat ini memang klop banget sih dengan kenyataan yang
ada dalam kehidupan…. Bedanya paling pada sutradara dan skenerionya aja sih
sobs.
Jika film atau naskah
sandiwara buatan manusia, maka alur cerita hingga ke endingnya diketahui persis
oleh para pemerannya, sehingga mereka bisa berperan apik tanpa kesalahan hingga
film atau sandiwara itu siap ditayangkan, sementara panggung sandiwara Ilahi
Rabbi?
Hanya sang penulis
skenerio dan sutradaranya sajalah yang tau alur cerita hingga ke endingnya?
Kita para pemeran sandiwara ini, hanya mencoba mengalir memerankan kisah
kehidupan yang harus kita perankan, dengan berpatokan pada logframe Amar
ma'ruf nahi munkar (al`amru bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar),
yang jika kita alih bahasakan ke bahasa bunda pertiwi akan bermakna sebagai sebuah perintah untuk mengajak atau
menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.
Kehidupan, sering
merupakan misteri. Walau telah kita plot sedemikian rupa, kita persiapkan
dengan penuh perhitungan dalam meminimalisir sebuah resiko kerugian, tetap saja
bisa meleset dan tidak sesuai dengan target yang kita rencanakan… Bener tidak
sobs? Pernah pastinya mengalami kejadian seperti ini dalam kehidupan sobats
kan?
Pepatah lain yang
membuat kita mengangguk setuju adalah bahwa… Manusia hanya bisa berencana, Allah jualah pemegang segala ketentuan. Yup!
Bener banget sobs, dan inilah yang tiga hari lalu menimpa diriku…. Sebuah
teguran kecil dari Ilahi Rabbi.
Pagi itu, sekitar
pukul 9 pagi, matahari telah dengan royal membagikan cahayanya ke dalam kamarku
hingga membuat suasana kamar sedikit panas dan terang benderang. Sebenarnya aku
tak ingin dibagikan cahaya secerah dan sehangat ini sih sobs… bikin gerah dan
mata silau, tapi apa boleh buat sobs… Matahari telah begitu bermurah hati. J
Kubangunkan Intan
untuk ikutan membantuku bereskan kamar yang telah kami (aku dan Intan)
tinggalkan selama 12 hari, karena kami berkelana ke Medan. Intan menggeliat dan
kutinggalkan dia begitu melihatnya telah membuka mata. Beberapa tas pakaian
(yang belum sempat kami bongkar muatannya) tergeletak tak berdaya di sudut
kamar. Membuat penampakan di dalam kamar ini sedikit berantakan dan tidak enak
dipandang mata. Maka sambil bersenandung riang, kutarik sebuah tas pakaian
milikku, mencoba memindahkannya ke tengah kamar agar aku bisa duduk santai dan
mulai membongkar muatannya. Tapi ya Allah….
Sebuah sentakan kuat
terasa begitu nyeri membelah ujung jempol kaki kiriku. Darah mengalir deras dan
seketika. Masyaallah….. kenapa ini? Kulepaskan tanganku yang masih memegang
handle tas pakaian itu. Kutundukkan tubuhku agar dapat melihat dengan jelas apa
yang sebenarnya telah terjadi pada jempol kiri kakiku…
Masyaallah… Nyeri
kaki ini semakin terasa seiring aliran darah yang mengucur deras… kuperhatikan
dengan seksama dan ya Allah ya Rabbi, kuku jempol kakiku terkuak hampir
sempurna. Menganga dan hampir lepas. Menjerit aku memanggil Intan yang
tergopoh bangun dari tidurnya…. Mendekat ke kakiku dan menjerit kaget…
“Ya ampun mi, kok
bisa gini?” Segera dia berlari ke kotak P3K yang ada di dinding ruang tengah
seraya memanggil umiku.
Aku hanya bisa
merintih, memencet pangkal jempolku agar darahnya tak semakin mengucur deras.
Aku paling ga tahan sakit, dan rintihanku berubah jadi tangisan saat Intan dan
Umi kembali ke kamar. Keduanya mendekat dan prihatin menatap kuku jempolku yang
menganga, menantang.
“Kenapa? Kok bisa
gini sih?” Tanya Umiku prihatin dan heran. Masak di dalam kamar bisa seperti
ini…
“Tadi nyeret tas itu,
mau bongkar, eh nyangkut di kaki, jadi seperti ini deh….” Jawabku.
Umi menunduk dan
ikutan memperhatikan tangan cekatan Intan yang mencoba me-lap darah yang
mengalir dari jempolku.
“Aduh Mi, sakit
banget, telephone ayah minta antar ke UGD..” Rengekku cengeng.
Tak menunggu lama,
Umi langsung keluar kamar dan menelphone ayah yang sedang menuju tukang pangkas
saat itu. Sepuluh menit kemudian, ayah sampai di rumah dan langsung memboyongku
ditemani Intan ke unit gawat darurat Rumah sakit terdekat.
Prosesi di Rumah
Sakit sungguh mendebarkan…. Apalagi buatku yang sangat tak tahan disuntik dan
rasa sakit. Ditambah lagi dokternya begitu getol menakut-nakutiku. Bahwa walau
sudah dibius sekalipun, nanti akan terasa sakit saat kuku jempol kakiku dicabut.
Maka makin mekarlah rasa takutku.
Dan benar saja sobs!
Sakitnya luar biasa saat dua kali jarum suntik ditembuskan di sisi kiri dan kanan jempol kiriku, untuk pembiusan sebelum kuku yang terkoyak menganga lebar itu dilepaskan permanen dari jempolku.
Saking sakitnya aku sampai minta ijin pada dokternya untuk menangis. Tak peduli dengan derai tawa dokter dan perawat serta ayah dan putriku oleh tingkah kekanakan ku, aku hanya bisa menangis kesakitan saat jarum tajam itu menembus jempolku.
Kupejamkan mata saat dokter dan siperawat (aku ga tau yang mana satu), bekerja keras mencabut kuku itu. Sakit banget rasanya, walau hanya sekejap tapi cukup membuat aku shock. Intan dan ayahku menggenggam tanganku kiri dan kanan. Menguatkan dan mencoba menyerap rasa sakit yang sedang aku derita.
Kubuka mata saat si kuku telah benar-benar telah terpisah dan menjauh dari kakiku… rintihan menahan sakit masih lancar mengalir dari mulutku saat si dokter dengan tangannya sendiri membersihkan darah yang masih mengalir dari jempol itu, dan membalutnya dengan perban setelah diberi obat-obatan.
sesaat setelah kuku dicabut, hiks..hiks pedih banget saat dicuci dengan larutan NaClnya.. |
akhirnya diperban deh... |
Perawat setiaku nih sobs, Intan Faradila, sedang mengolesi obat dan ganti perban.. :) |
Beginilah sobs….. siapa kira siapa duga jika musibah itu
sedang mengintip dan bersiap menghampiri kita? Tiada pertanda tiada isyarat
apapun yang aku terima bahkan jauh sebelumnya…. Semua normal dan fine-fine
saja. Ealah kok tiba-tiba jadi seperti ini? Hanya karena menyeret tas ini ke
tengah kamar…….
Betapa lemahnya
hambaMu ini ya Rabbi… betapa kecil diri ini ya Allah… Engkaulah pemilik alam
semesta, Engkaulah pemilik segalanya… Ampuni hamba yang sering sekali khilaf ya
Allah… yang sering sekali lupa akan KuasaMu… trima kasih atas teguran kecil
ini, tuntun Hamba untuk selalu berjalan dalam logframeMu… Jadikan hamba sebagai
salah satu dari hamba-2Mu yang senantiasa bersyukur dan bertaqwa… Amin ya
Allah…
Duhai kuku ku
sayang, kehilanganmu begitu nyeri dan menyakitkan… namun peristiwa ini telah
memberiku sebuah pelajaran…. Bahwa musibah bisa terjadi kapan saja, dimana saja
dan dengan cara apa saja, jika Allah berkehendak. Demikian juga rezeki dan
kenikmatan, bisa turun dengan cara apa saja, dimana saja dan kepada siapa saja
jika Allah juga berkehendak….
Subhanallah…
Well sobs…
Itulah sedikit cerita tentang sebuah pembelajaran dari
sepotong kuku yang kini telah terpisah jauh dariku…. Semoga kepergiannya bisa
memberi hikmah bagi diriku khususnya, dan hendaknya bagi kita semua….
Malam telah larut, matapun telah berkabut, besok kita lanjut,
sekarang kita tidur yuk….. J
Saleum,
Alaika