Pasti banyak dari sobats yang cukup paham arti kata yang satu inikan? Kecele. Yup, inilah kata yang tepat untuk mewakili perasaanku hari ini. Ga tau juga sih dari bahasa mana kata ini diambil, yang jelas begitulah yang kurasakan saat aku memasuki lorong jalan menuju bengkelnya si Agus, bengkel langganan saat aku masih mengendarai great corolla ku dua tahun lalu.
Tina, teman yang menemaniku ke bengkel Agus sampai tertawa geli mendengar dan melihat reaksi spontanku saat mobil memasuki lapak bengkel Agus yang kini hanya berupa sebuah tanah yang terhampar.
“Masyaallah, badai apa nih yang melenyapkan bengkel si Agus? Gile bener!”
Bukannya ikut prihatin, malah ngakak tuh anak. Aku masih cuek dengan reaksinya, ambil HP dan langsung menelphone Agus yang nomornya masih nangkring dengan anggunnya di BBku. Telphone tersambung dan aku mendapatkan alamat bengkel idaman. Bengkelnya sih sebenarnya ga seberapa, cuma montirnya ini yang membuatku selalu ingin kembali padanya…
Oops!! Bukan. Bukan karena kujatuh hati pada si Agus yang brondong itu lho. Sama sekali tidak. Oh No, aku kan ga suka dengan brondong. Haha. Kok jadi ngelantur sih?
Korupsi waktu ½ jam tadi terpaksa aku kembalikan, dengan segera memutar arah kendaraanku kembali ke kantor karena Agus sedang keluar bengkel, diminta agar aku kembali setelah lunch. Dan disinilah kini aku setelah 2 jam kemudian. Bengkel baru yang sederhana tapi luas, terletak di sebuah desa agak kepinggiran kota Banda Aceh. Sawah dengan padi yang baru saja ditanam terhampar luas mengelilingi bengkel, membuat mata sejuk dan teduh dan dengan sukses menghilangkan rasa jemu saat menanti kendaraan di utak atik. Kulihat Tina begitu enjoy duduk di kursi panjang yang disedikan, menikmati pemandangan alam yang masih asri itu. Sementara aku lebih konsen ke si abu-abu ku yang sedang di plarak plirik oleh Agus.
“Ya ampun kak, pasti ga pernah kakak buka kap mesinnya ya? Sampe berdebu gini ih..!”
Aku tertawa geli mendengar komentar si Agus, beberapa lelaki disitu menatapku sambil tersenyum. Hanya aku dan Tina yang cewek sih disini, yang lainnya para makhluk bercap lonceng. Aku cuek aja dengan komentar si Agus, yang tangannya raba sana raba sini di mesin Grand Livina ku.
“Iya Gus, ga pernah aku buka kap mesinnya, ga pernah ngecek apa2 sejak service 10 ribu kemarin di Medan itu.”
Nah sobats tercinta, setelah beberapa postingan yang terlihat begitu serius tentang tutorial, maka sore ini, Alaika hanya bercerita tentang rasa kecele yang sempat membuat terpana dan kecewa ini. Dan mohon doa sobats semua agar perjalanan kami besok selamat sampai ke tujuan ya sobs…. Dan jangan lupa lho, mohon doanya juga agar semuanya dapat berjalan lancar dan aman terkendali. Sengaja milih berangkat pagi hari, karena perjalanan malam hari sedang tidak aman dilakukan di Aceh province ini.
“Masyaallah, badai apa nih yang melenyapkan bengkel si Agus? Gile bener!”
Bukannya ikut prihatin, malah ngakak tuh anak. Aku masih cuek dengan reaksinya, ambil HP dan langsung menelphone Agus yang nomornya masih nangkring dengan anggunnya di BBku. Telphone tersambung dan aku mendapatkan alamat bengkel idaman. Bengkelnya sih sebenarnya ga seberapa, cuma montirnya ini yang membuatku selalu ingin kembali padanya…
Oops!! Bukan. Bukan karena kujatuh hati pada si Agus yang brondong itu lho. Sama sekali tidak. Oh No, aku kan ga suka dengan brondong. Haha. Kok jadi ngelantur sih?
Korupsi waktu ½ jam tadi terpaksa aku kembalikan, dengan segera memutar arah kendaraanku kembali ke kantor karena Agus sedang keluar bengkel, diminta agar aku kembali setelah lunch. Dan disinilah kini aku setelah 2 jam kemudian. Bengkel baru yang sederhana tapi luas, terletak di sebuah desa agak kepinggiran kota Banda Aceh. Sawah dengan padi yang baru saja ditanam terhampar luas mengelilingi bengkel, membuat mata sejuk dan teduh dan dengan sukses menghilangkan rasa jemu saat menanti kendaraan di utak atik. Kulihat Tina begitu enjoy duduk di kursi panjang yang disedikan, menikmati pemandangan alam yang masih asri itu. Sementara aku lebih konsen ke si abu-abu ku yang sedang di plarak plirik oleh Agus.
“Ya ampun kak, pasti ga pernah kakak buka kap mesinnya ya? Sampe berdebu gini ih..!”
Aku tertawa geli mendengar komentar si Agus, beberapa lelaki disitu menatapku sambil tersenyum. Hanya aku dan Tina yang cewek sih disini, yang lainnya para makhluk bercap lonceng. Aku cuek aja dengan komentar si Agus, yang tangannya raba sana raba sini di mesin Grand Livina ku.
“Iya Gus, ga pernah aku buka kap mesinnya, ga pernah ngecek apa2 sejak service 10 ribu kemarin di Medan itu.”
Jelasku konyol.
Memang sih, aku tuh buta sama sekali tentang perawatan kendaraan, dan pede aja mengemudi kemana2 dengan satu keyakinan, biasanya tuh kalo kendaraan baru, ga rewel. Maka aku percaya penuh pada doktrin ini.
Seharusnya juga, aku belum boleh menyerviskan si abu2 ini pada bengkel diluar Nissan, karena Nissan tidak akan bertanggung jawab lagi jika kendaraan ini nantinya bermasalah. Makanya tiga hari lalu, saat mataku menangkap penunjuk kilometer (apa ya namanya??) di mobilku telah berada di angka 20.098 km, aku langsung melarikan kendaraanku ke bengkel Suzuki di siang harinya.
Lho, kok malah bengkel Suzuki? Ya gitu deh sobs, belum ada bengkel resmi Nissan di Banda Aceh hingga saat ini, selama ini Nissan nebeng di Suzuki walau begitu banyak kendaraan bermerk Nissan beraneka type wara wiri di jalanan di seluruh provinsi Aceh. Sayang ya sobs? Namun sejauh ini sih, kami pemilik Nissan anteng2 aja, walau untuk service besar/bersyarat kami harus lari ke Medan, tapi untuk service2 kecil, masih bisa nebeng di Suzuki.
Namun siang itu, saat aku mengunjungi bengkel Suzuki, reaksi yang sama seperti hari ini juga terjadi. Bengkel Suzuki itu tertutup rapat, dirantai dengan gembok besar memperkuat ikatan itu. Mengunci erat seolah akan ada sekumpulan banteng yang akan menubruknya, menjebolkan pintu besi itu. Huft. Aku hanya terpana. Berbekal petunjuk yang ada, aku menuju bengkel barunya Suzuki di area berbeda.
Sebuah bengkel megah, nan luas, penuh dengan kendaraan bermerk Suzuki. Hm… agak ciut hatiku membayangkan bahwa kemungkinan besar mereka tak lagi menerima kendaraan diluar Suzuki untuk mendapatkan sentuhan tangan para montirnya.
Benar saja sobs, mereka tak lagi menerima Nissan disini, putus kontrak karena Suzuki akan focus ke maintenance kendaraan keluaran mereka sendiri. Suzuki.
Huft. Artinya? Aku harus melarikan Grand Livinaku ke Medan. Segera.
Dan ‘segera’ itu ternyata besok sobs. Jumat besok. Aku akan melarikannya besok pagi, rencananya sih ayah dan umi akan ikut, mau jalan-2 ke Medan, eh mendadak ayahku telp minta diundur ke Jumat depannya, karena beliau masih sibuk urusan bisnisnya. Wah… artinya kilometer kendaraanku akan semakin bertambah donk. Aku berusaha membujuk agar tetap bisa pergi besok saja. Tetap aja ayah pada pendiriannya, malah membujukku. Hingga akhirnya sebuah berita sedih datang dari Lhoksukon, Aceh Utara, mengabarkan bahwa nenek (kakaknya ibu dari Umiku) sedang sakit keras. So Umiku mengajakku untuk kesana besok, artinya aku bisa lanjut ke Medan setelah drop Umi di Lhoksukon. Deal.
Jadilah aku men-check up mobilku ke si Agus siang ini, agar besok perjalanan kami aman. Banda Aceh Medan itu butuh sekitar 10 jam sih kalo aku yang mengemudi. Dan ini akan singgah dulu di Lhoksukon, drop Umi, baru lanjut lagi. Cukup melelahkan, apalagi jika aku seorang sopirnya. Ga papa deh, demi si abu2 terkasih ini.
Sayangnya Intan ga bisa ikutan karena akan ujian, so hanya aku, Umi, Tina dan Ayu (dua sahabatku) yang akan berangkat besok. Intan juga malas ikutan karena tau persis bahwa perjalanan ini ga akan sempat untuk main2, hanya service mobil. Huuuh… ga mau ah… begitu katanya.
Well sobs, have a great nite and good rest for you all!