Beberapa minggu lalu, aku dicolek oleh Mba Ely, yang mengelola blog Dunia Ely, via twitter seperti conversation yang tercipta pada gambar di samping, terkait postingan blio yang ditulis berdasarkan curhat online seorang pembacanya. Aku langsung meluncur dan mendapati curhatan itu. Berkisah tentang derita batin serta problema yang sedang dihadapi oleh Mba Yuni, yang bercerita bahwa dirinya diselingkuhi bahkan ditinggal menikah siri oleh suaminya dengan wanita lain, di kala dirinya sedang hamil tua.
Kurang ajarnya lagi [maaf], si suami dengan bangganya membawa serta si selingkuhannya itu ke hadapan pihak keluarga Mba Yuni, kala sang suami dipanggil 'menghadap' untuk ditanyai pertanggungjawabannya. Ealah, kok berani-beraninya bawa selingkuhan ke situ! *Gemes pingin mengurai ususnya pake clurit. Dan dasyatnya lagi, dengan anteng dan tanpa rasa malu, si suami menjawab bahwa dia lebih memilih si wanita selingkuhannya ketimbang melanjutkan hubungan dengan si Mba Yuni, yang sedang hamil tua, benih darinya. Ampyun, dweh ini, lelaki!
Tentu saja, pilihan satu-satunya yang paling pantas untuk dilakukan oleh Mbak Yuni adalah bercerai darinya secara resmi. Untuk apalagi mempertahankan seorang suami yang jelas-jelas tak lagi punya hati untuknya. Aku mendukung 100 persen keputusan Mbak Yuni. Dan benar saja, setelah anak yang di dalam kandungan lahir, maka gugat cerai pun dikabulkan dan perceraian sah terjadi.
Etapi, yang kemudian menjadi problema batin Mbak Yuni adalah, sulit sekali menghilangkan kenangan manis yang pernah mereka ukir bersama, selain itu, mantan suami bersama wanita selingkuhan yang telah dinikahi siri itu, mengancam akan mengambil kedua anak yang ada pada Mbak Yuni untuk diasuh oleh keduanya. Tentu saja, ancaman ini membuat batin Mbak Yuni tersiksa. Rasa takut pun sulit untuk sirna. Itulah dua inti curhat online Mbak Yuni pada blog Mbak Ely, yang kemudian aku komentari dengan memberikan sedikit suntikan motivasi, yang aku berharap bisa menjadi alternatif motivasi tambahan dari apa yang telah diberikan oleh Mbak Ely dan teman-teman lain yang berkomentar di sana.
Bagaimana cara melupakan kenangan manis yang pernah terukir saat masih bersama?
Memang tak mudah melupakan kenangan indah yang pernah terukir bersama, kala madu cinta masih bersemi. Namun, menurutku, memelihara kenangan indah itu, setelah pengkhianatan dan rasa sakit yang ditorehkan di lubuk hati, bukanlah perbuatan yang patut dilakukan. Bukankah itu justru menyakiti diri kita sendiri?
Setelah kita disakiti, ditikam dari belakang, mengenang segala kebaikan dan manisnya kehidupan bersama, adalah sebuah kesia-siaan. Itu menurutku, lho, ya. Eits, I am not just doing an easy talking, lho, ya, karena aku tau persis bagaimana rasanya dikhianati dan disakiti. Pernah ngalamin. Makanya aku berani bilang, bahwa rugi besar lho, memelihara kenangan manis yang terukir bersama seorang lelaki pengecut dan mau enaknya sendiri seperti itu!
Yup, menurutku, inilah yang harus dilakukan untuk melupakan kenangan manis itu;
1. Ganti kenangannya.
Yup, ganti kenangan manis itu dengan mengenang segala keburukan, pengkhianatan dan perbuatan menyakitkan yang kemudian dia lakukan terhadap kita. Ini akan membantu menciptakan rasa tidak suka terhadapnya, dan mengikis kenangan indah itu.
2. Yakinkan diri.
Yakinkan di dalam hati, bahwa lelaki/suami yang bertanggung jawab dan mengasihi istrinya, TIDAK AKAN pernah berkhianat, TIDAK AKAN pernah menyakiti istrinya. Jika kenyataannya adalah bahwa suami tega berkhianat, menikam dari belakang, itu artinya DIA TIDAK LAGI mencintai kita. So? Lepaskan dia, karena tak ada gunanya memelihara seorang pecundang!
3. Tanamkan di dalam jiwa
Tanamkan di dalam jiwa bahwa suami pengkhianat adalah SAMPAH. Dan yang namanya sampah, ada yang bisa dipilah dan didaur ulang, ada pula yang tidak bisa diapa-apain lagi, artinya sampah itu harus ke TPA [Tempat Pembuangan Akhir]. Artinya, jika suami sudah masuk kategori terakhir, maka dia harus dibuang agar tidak menyebarkan penyakit.
Selain itu, percantik diri kita, buka diri kita untuk welcoming new friends, new life, new environment. Dan..., sekali-sekali memanjakan diri dengan shopping pakaian baru, sepatu baru, atau asesoris baru agar penampilan kita lebih kinclong, adalah hal baik yang akan membantu batin kita recovery, lho!
Yup, memberi waktu bagi diri kita sendiri alias me time, adalah salah satu cara menghargai diri kita sendiri. This is one of the way in appreciating ourselve, memberi kesempatan pada diri sendiri untuk menyadari bahwa diri kita itu masih sangat berharga, lho!
Kembangkan cara berfikir positif. Anggaplah kejadian buruk yang telah terjadi, adalah takdir dan cara Tuhan dalam mendewasakan diri kita. Bukankah untuk sebuah pembelajaran, untuk sebuah pendewasaan diri, terkadang kita memang harus membayar mahal?
catatan kehidupan,
Al, Margonda Residence, 22 Nov 2015