Tinjauan Buku: LABIRIN RASA


Tinjauan Buku: Labirin Rasa

Berkisah tentang seorang gadis 'urakan' bernama Kayla, yang tak hanya berwajah penuh jerawat, berambut lepek kucir kuda dengan bau yang kurang sedap, namun juga ber-kelakuan malas dan tak peduli pada perkuliahan yang dia ikuti, sehingga nilai IPK yang jadi haknya pun begitu mengenaskan. Amukan sang ayah dan amarah sang bunda, tak lagi mempan untuk membuatnya perbaiki keadaan, yang ada malah membuat si gadis petualang dan penakluk gunung ini memutuskan untuk berlibur.

Dan Kayla pun memulainya. Karakternya yang ceplas ceplos penuh percaya diri, menuntunnya untuk berkenalan dengan seorang pemuda tampan yang duduk di sebelahnya dalam perjalanan kereta api dari Jakarta menuju Yogyakarta. Cara berkenalan yang unik khas Kayla, membuat si tampan Ruben yang tadinya sebel dan ogah-ogahan akhirnya terkesima, bukan karena kecantikan Kayla, karena gadis yang satu ini jelas jauh dari kriteria wanita impian para pria. Bukan pula karena tubuh sexy, karena gadis tomboy ini jelas dilampiri oleh lemak tipis yang membuat perutnya tak rata, serta beberapa bagian yang juga dilampiri lemak yang kian membuat penampilannya tidak langsung menarik para pria pada pandangan pertama. Namun, pancaran keceriaan yang ditawarkan, mulutnya yang bawel berceloteh tiada henti, akhirnya membuat Ruben takluk dan mulai menyukainya dan bersedia menjadi pemandu wisata bagi Kayla selama di Yogya.

Di balik tampilan fisiknya yang tidak menjanjikan keindahan, Kayla justru memberi Ruben banyak aura positif. Bersamanya, si anak mami yang tampan ini belajar untuk lebih berani menentukan sikap dan menikmati hidup. Keduanya pun larut dalam kedekatan rasa yang lahirkan romantisme. Ruben menjadi orang pertama yang membawa Kayla terbang ke awan, saat bibir dan lidah mereka saling bertaut. Ruben menjadi orang pertama yang memberi sensasi indah romantisme bagi Kayla, yang selama ini hanya tau bersentuhan dengan alam dan pendakian gunung.

Namun, kedekatan rasa tanpa ikrar saling mencinta ini pun, terpaksa diakhiri sepihak oleh Ruben, manakala Veni, sang pacar putus sambungnya,  kembali ke pangkuannya. Ternyata Ruben merindukan Veni dan membutuhkan ketergantungan Veni padanya, yang mana itu membuat dirinya jadi merasa berarti, merasa dibutuhkan.

Tinggallah Kayla menghadapi kenyataan pahit dan merasa tolol akan pengorbanan besar yang telah dilakukannya. Demi bersama Ruben, dia nekad pindah ke Yogya, dan merencanakan untuk kuliah di kota ini. Namun kini? Ruben lebih memilih untuk kembali kepada Veni. Pedih, perih, dan sedih. Itulah rasa yang penuhi hatinya. Lalu kemana kah Kayla harus berlari?

Mbak Eka Situmorang, memang cukup piawai mengajak pembacanya [saya] untuk larut dalam setiap langkah dan petualangan Kayla. Turut melo saat Kayla terkenang akan Ruben, turut excited dengan cara Kayla memulai pertemanan dengan si bule yang di Bali, turut deg-degan saat keduanya memanjat pagar dan akhirnya saling mencumbu. Turut takut dan cemas saat menduga bahwa si teman perempuan yang bersama Kayla di Makassar adalah seorang lesbian, dan ternyata she is!  Turut salut akan cara Kayla menata hati dan merubah pola hidupnya. Turut happy saat Kayla kembali bersama Ruben, namun turut gemas saat Ruben kembali berkhianat! Turut was-was memikirkan kekecewaan Patar, saat Kayla justru menyebutkan nama Ruben, dalam desahan kala 'pendakian cinta'nya bersama Patar mencapai puncak, ketika mereka sedang berbulan madu. Turut melo saat Patar tak juga mampu memaafkan kesilapan Kayla. Hiks.Turut bahagia saat semuanya berakhir bahagia.

Sungguh, membaca novel ini, saya tak hanya disuguhkan alur cerita naik turun dengan bahasa ringan yang renyah dicerna, tapi juga tambahan wawasan oleh gambaran detail settingan/lokasi kejadian. Saya jadi lebih tahu tentang lokasi-lokasi yang dikunjungi oleh Kayla. Yogya, Bali, Lombok, Makassar, Jakarta, Medan dan negeri Kiwi. Mba Eka memang cukup piawai membawa 'roh' saya larut dalam petualangan dan kisah cinta Kayla. Penasaran akan kisah lengkap LABIRIN RASA? Ayo baca novelnya ya. :)




15 comments

  1. Nah, itu dia... aku kalau nulis review buku suka panjang lebar... susah banget kalau hanya dibatasi "hanya" 500 atau 600 kata saja mbak.
    Rasanya seperti orang sedang asyik2nya ngomong... eh tahu2 disuruh diem karena waktu habis. Gondok deh... hehehehe

    #ups... gagal fokus nih....
    BTW reviewnya keren juga... dan bisa membuat yang baca penasaran utk tahu lebih banyak lagi tentang buku tsb, :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi, bener banget mbak, serasa Kentang gitu deh! :D

      Hm, reviewnya keren juga.... pake juga? Berarti levelnya biasa aja dunk itu, Mbak Ren? :P

      Delete
  2. Semoga menang mbak utk reviewnya...
    Aku sudah punya bukunya tapi belum sempat baca... hehehe #soksibuk nih aku ceritanya :D
    Semoga aku juga bisa ikutan lomba review novel ini deh....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trims untuk doanya, Mba Ren, kalah menang bukan target utama, melatih diri untuk lebih bisa meresensi ini tujuannya, Mbakku. :)

      Ayo atuh, mulai bikin reviewnya. :)

      Delete
  3. Hihihi ngikik baca tulisan Mak Al yang paling bawah. Kalo resensi, aku juga penginnya panjang-panjang. :)))) Sukses, Mak. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi, iya, Mak, tadinya resensi ini sampai 800 kata, karena aku masukin jg sedikit room for improvement/saran perbaikan utk yang typo gitu, tapi ingat, maksimal 600 kata bo' jd aku hapus lagi deh, ambil intinya saja, kalo perkara typo dan semacamnya itu, kyknya penulis dan penerbit jg sudah aware saat membaca ulang bukunya. :)

      trims ya, Mak!

      Delete
  4. Kalau saya masih banyak belajar untuk membuat review novel Mba, karena belum bisa menjiwai dengan cepat. tapi saya salut dengan para sahabat yang bisa dengan cepat membuat review novel. Semoga sukses lombanya ya Mba.

    Salam,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga sedang belajar ini, Mas Indra. Yuk kita belajar lebih intense? :)

      Trims doanya yaaa.

      Delete
  5. Wah hari saya sudah di bikin penasaran sama beberapa novel dan buku.

    Hemmm doa'kan saya Mbk Alaika, agar dapat segera memiliki buku yang saya inginkan.

    Hehehee...

    Pasti tampannya Ruben seperti saya. Hik hik hik...

    ReplyDelete
  6. absen di sini ah, mak. Sukses ya resensinya :)

    ReplyDelete
  7. Baca review mb Al, jadi pengen baca bukunya langsung mbak, hehehe

    ReplyDelete