Judul yang unik, ya, Sobs? Dan apa yang ada di pikiran Sobats saat membacanya?
Well, ga usah disebutin deh jika harus mengerutkan kening, kan aku ga ingin memberi beban bagi para sahabat tercinta, J
Ide postingan kali ini terbersit akibat maraknya postingan bertemakan Kartini, sang pejuang emansipasi. Dan tentu Sobats semua pada sepakat donk bahwa putri bangsawan yang satu ini memang layak mendapat julukan sebagai tokoh/pejuang emansipasi wanita?
Yang kurang sepakat, ayo sini berdampingan denganku yuk.. J
Lho Al, artinya kamu ga setuju donk bahwa RA Kartini itu adalah pejuang kesetaraan gender? Pejuang emansipasi wanita sehingga kini kaum wanita bisa berkiprah setara dengan para laki-laki? Yang membuat kamu bisa menjadi pekerja tangguh di bidang kemanusiaan?
Nope. Aku terpaksa harus melakukan dua gerakan. Mengangguk dan menggeleng. Mengangguk, artinya aku setuju dengan syarat, bahwa RA Kartini hanyalah salah satu tokoh emansipasi wanita. Dan menggeleng, karena sesungguhnya negeri ini menyimpan puluhan atau malah ratusan tokoh emansipasi wanita jauuuuuh sebelum Raden Ajeng ini lahir.
Yaa, bicara tentang perempuan hebat, sesungguhnya negeri ini memang memiliki banyak perempuan hebat lainnya selain ibu kita Kartini yang agung namanya itu, Sobs. Misalnya nih…, pernahkah Sobats mendengar tentang Laksamana Malahayati? Opu Daeng Risadju dan tokoh perempuan Indonesia lainnya?
See? Gelengan kepala Sobats menunjukkan bahwa hanya RA Kartini lah yang paling terkenal. Yang paling diingat jasa perjuangannya, memiliki buku Habis Gelap Terbitlah Terang-nya yang diterbitkan berisi kumpulan surat-surat korespondensinya, dan bahkan punya lagu khusus yang diciptakan untuknya, dan sering menjadi lagu wajib di sekolah-sekolah dasar (dulu sih di masa aku sekolah, ga tau deh kalo sekarang ini, Sobs). Namanya begitu popular karena semua masyarakat diajarkan untuk mengetahui dan mengenalnya.
Lalu siapakah Laksamana Malahayati? Mengapa kamu ingin menuliskannya disini, Al?
Well, Sobs, Beliau adalah salah satu tokoh idola yang paling aku kagumi….
|
2 gambar dari Wikipedia digabungkan |
Laksamana Malahayati adalah seorang perempuan yang diprediksi hidup antara akhir abad XV dan awal abad XVI, yang untuknya tidak ada lagu pujian, pahlawan yang tidak pernah diungkit sejarahnya, petarung garis depan, pemimpin laskar Inong Balee yang disegani lawan maupun kawan, diplomat ulung dan laksamana perempuan pertama di dunia.
Perempuan ini adalah perempuan Aceh keturunan darah biru yang kental (masih keturunan dekat kesultanan Aceh Darussalam). Baik ayah maupun kakek perempuan ini merupakan laksamana angkatan laut, jadi tak heran jika jiwa bahari sang leluhur mengalir kental dan memberi pengaruh kuat pada kepribadian perempuan cantik nan tegas bernama lengkap Keumalahayati ini. Cita-cita yang terpatri tak tergoyahkan di sanubarinya adalah menjadi pelaut yang gagah berani seperti sang ayah dan kakek tercinta.
Pada masa Malahayati masih remaja, Kerajaan Aceh Darussalam telah memiliki Akademi Militer yang bernama Mahad Baitul Makdis, yang terdiri dari jurusan Angkatan Darat dan Laut, dengan para instrukturnya sebagian berasal dari Turkey. Selaku anak seorang Panglima Angkatan Laut, Malahayati mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan yang ia inginkan. Maka selesai menamatkan pendidikan agama di Meunasah, Rangkang dan Dayah, Malahayati pun mendaftarkan diri dalam penerimaan calon taruna di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis. Dan berkat kecerdasan dan ketangkasannya, perempuan tangguh inipun diterima sebagai siswa taruna akademi militer tersebut.
Perempuan bangsawan ini mengukir beragam prestasi dalam masa pendidikan militernya. Pergaulannya yang supel, sikapnya yang ramah tapi tegas, membuat dia sangat disukai, disegani dan dikagumi oleh para taruna lainnya, baik yang seangkatan maupun yang lebih tinggi darinya. Bahkan tak sedikit yang menjadi jatuh hati padanya, namun tak mendapat balasan karena sang primadona ingin fokus pada pendidikannya terlebih dahulu.
Sebagai taruna yang berprestasi, Malahayati berhak untuk menentukan sendiri jurusan yang diminatinya, dan pilihannya sudah pasti ke arah bahari yaitu jurusan Angkatan Laut. Mulailah dia melahap ilmu-imu khusus yang diberikan oleh para instrukturnya dengan cepat dan tanggap, sampai pada suatu ketika, perempuan cantik ini berkenalan dengan seorang calon perwira angkatan laut, yang lebih senior dari dirinya. Perkenalan ini kemudian berlanjut kearah bertumbuhnya kasih sayang hingga jalinan asmara. Keduanya pun sepakat untuk melangkah ke pelaminan begitu mereka menamatkan pendidikan masing-masing.
Janjipun ditunai begitu mereka selesai studi. Menjadi sepasang suami istri yang penuh kasih dan cinta. Bersiap melangkah, merajut cinta kasih sambil berjuang mempertahankan Aceh Darussalam yang damai sejahtera, dari serangan penjajah Portugis. Dan sejarah pun mencatat bahwa dua sejoli ini menjadi Perwira Tinggi Angkatan Laut Aceh yang gagah berani dan perkasa, yang berjuang pantang menyerah dalam setiap pertempuran melawan armada penjajah.
Komandan Protokol Istana
Sejarah juga mencatat bahwa perempuan jebolan Akademi Militer Baitul Makdis ini dinobatkan menjadi Komandan Protokol Istana karena prestasi-prestasinya yang menonjol. Kehormatan ini diperolehnya dari Sultan Alaiddin Riayat Syah Al Mukammil (1589 – 1604).
Jabatan terhormat ini tentu mengemban tanggung jawab yang sangat besar, selain menjadi orang kepercayaan Sultan, beliau juga harus menguasai soal etika dan keprotokolan sebagaimana lazimnya berlaku di setiap istana kerajaan manapun di dunia. Sejarah mencatat bahwa seorang perempuan lain di lingkungan kesultanan juga mendapat kehormatan serupa, yaitu Cut Limpah yang diangkat menjadi Komandan Intelijen Istana. (gehermraad)(Rusdi Sufi, 1994;31).
Wow!!! See? Bahkan jauuuuh sebelum ibu Kartini memperjuangkan emansipasi, negeri ini telah memiliki perempuan-perempuan tangguh yang kiprahnya tak kalah dengan kaum laki-laki. Amazing yak?
Komandan Laskar Inong Balee
Mungkin banyak dari Sobats yang belum tahu persis arti dari Inong Balee? Ini adalah bahasa Aceh untuk sebutan Janda, Sobs. Yup, jadi Laskar Inong Balee adalah Laskar para janda.
Kisah kepahlawanan Malahayati dimulai ketika terjadi pertempuran laut antar armada Portugis versus armada Kerajaan Aceh yang dipimpin langsung oleh Sultan Alaidin Riayat Syah Al Mukammil dibantu oleh dua laksamana. Pertempuran dasyat yang dimenangkan oleh armada Aceh itu terjadi di Teluk Haru, berhasil telak menghancurkan pasukan Portugis. Namun tak urung, kemenangan ini harus ditebus dengan kehilangan seorang laksamananya yaitu suami dari Malahayati, dan 1000 prajuritnya yang gugur mati syahid.
Kemenangan armada Aceh ini tentu saja disambut penuh sukacita oleh rakyat Aceh termasuk juga Malahayati. Namun kehilangan suami yang mati syahid di tangan penjajah, tak urung menimbulkan dendam di hatinya untuk menuntut balas. Untuk itu, menghadaplah dia kepada sang Sultan, mengajukan permohonan untuk membentuk armada Aceh yang prajurit-prajuritnya adalah para wanita yang telah ditinggal suami (janda), yang mati syahid dalam pertempuran di teluk Haru. Sultan tak ragu untuk segera mengabulkan permohonan Perwira Tangguh lulusan Akademi Militer Baitul Makdis ini.
Maka ditugaskanlah Malahayati menjadi Panglima Armada dan diangkat menjadi Laksamana (Admiral). Saat itu belum pernah ada admiral wanita, lho, di dunia, sehingga dunia pun mencatat bahwa Laksamana perempuan pertama di dunia adalah Malahayati, asal kerajaan Aceh Darussalam. Armada yang baru dibentuk itu diberi nama armada Inong Balee dengan mengambil Teluk Krueng Raya sebagai pangkalannya. Di sekitar teluk bernama lengkap Teluk Lamreh Krueng Raya inilah sang laksamana bersama pasukannya membangun benteng Inong Balee yang letaknya di perbukitan yang tingginya sekitar 100 meter dari permukaan laut.
Tembok yang menghadap laut lebarnya 3 meter dengan lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Benteng Kuta Inong Balee (Benteng Wanita Janda) tersebut hingga sekarang masih dapat disaksikan di Teluk Krueng Raya, dekat Pelabuhan Malahayati. Kekuatan armada ini saat dibentuk berkekuatan 1000 orang janda, namun kemudian diperbesar lagi oleh sang laksamana menjadi 2000 orang, di mana tambahan personil tidak lagi mengkhususkan pada janda, namun juga terbuka bagi para gadis yang ingin menjadi pejuang.
Setelah memangku jabatan sebagai Laksamana, Malahayati mengkoordinir sejumlah Pasukan Laut, mengawasi pelabuhan-pelabuhan yang berada di bawah Syahbandar dan juga kapal-kapal jenis galay milik Kerajaan Aceh.
John Davis, seorang berkebangsaan Inggris yang menjadi nahkoda sebuah kapal Belanda yang berkunjung ke kerajaan Aceh pada masa Malahayati menjadi Laksamana, menyebutkan bahwa Kerajaan Aceh pada masa itu memiliki perlengkapan armada laut yang terdiri dari 100 buah kapal (galey), di antaranya yang berkapasitas muatan sampai 400-500 penumpang. Yang menjadi pemimpin pasukan adalah seorang wanita berpangkat Laksamana (Admiral).
Pada awal abad XVII, kerajaan Aceh telah memiliki angkatan perang yang tangguh. Kekuatannya yang terpenting adalah kapal-kapal galey yang dimiliki angkatan lautnya, juga angkatan darat Aceh dengan pasukan gajahnya.
Peristiwa Cornelis de Houtman
Dua buah kapal dagang, bernama De Leeuw dan De Leewin, yang dilengkapi persenjataan lengkap bak kapal perang milik Belanda, berlabuh di Bandar Aceh Darussalam. Kedua kapal ini masing-masing dipimpin oleh dua bersaudara bernama Cornelis de Houtman dan Frederic de Houtman.
Pada awalnya kedua kapal ini mendapat sambutan baik dari pihak Aceh, karena darinya diharapkan akan dapat dibangun kerjasama perdagangan yang saling menguntungkan. Namun dalam perkembangannya, mendengar tingkah laku dan tindakan buruk yang pernah diukir de Houtman di Banten, ditambah adanya hasutan/peringatan dari seorang penerjemah Sultan, yang berkebangsaan Portugis, membuat sang sultan menjadi tidak senang dan khawatir dengan kehadiran Belanda, lalu memerintahkan untuk bersiaga bahkan kemudian pertempuran sengit harus disegerakan. terjadi di atas kapal Belanda tersebut, pada tanggal 11 September 1599….
Laksamana Malahayati diperintahkan untuk memimpin penyerangan. Tatapan tajam bola matanya seakan bara api, yang ingin membumi hanguskan para khaphe arogan yang ingin mengacaukan negeri Aceh Darussalam yang damai. Tekad bulatnya semakin menggebu. Mati syahid atau Belanda luluh lantak. Semangat juangnya menjiwai pasukannya yang terdiri dari ratusan inong balee, dan kala bilah rencong itu dicabut dari sisi pinggangnya, disertai ucapan Bismillah, maka perang dasyatpun pecah. Perjuangan para Inong Balee tak sia-sia, Belanda kalah telak dan pimpinan legendaris yang bengis itu pun tewas di ujung rencong sakti milik Malahayati, melalui pertempuran satu lawan satu di atas geladak kapal tersebut. Banyak anak buah de Houtman ikut tewas dihunjam rencong para inong balee, sementara Federick de Houtman di tangkap dan dijebloskan ke dalam penjara (Van Zeggelen, 1935;157; Davis dalam Yacobs, 1984 ; 180; Tiele, 1881 : 146-152). Frederic de Houtman mendekam dalam tahanan kerajaan Aceh selama dua tahun dan selama dalam penjara ia menulis buku berupa kamus Melayu-Belanda yang merupakan kamus Melayu-Belanda pertama dan tertua di Nusantara.
Laksamana Malahayati sebagai Diplomat Ulung
Perempuan yang satu ini bukan hanya berperan sebagai seorang Laksamana dan Panglima Armada Angkatan Laut Kerajaan Aceh, tetapi perempuan tangguh ini juga pernah menjadi Komandan pasukan Wanita Pengawal Istana. Lebih dari itu, laksamana yang satu ini juga unggul dalam memerankan tugasnya sebagai seorang diplomat kawakan Kerajaan Aceh Darussalam. Tak diragukan lagi bahwa beliau adalah seorang juru runding yang handal. Hal ini telah dibuktikan dengan berbagai pengalaman dalam praktek menghadapi counter part-nya dari Belanda maupun Inggris.
Sebagai seorang militer, Malahayati tegas, berdisiplin tinggi dan tak mengenal kompromi, namun dalam menghadapi perundingan, perempuan yang satu ini mampu bersikap sangat luwes tanpa mengorbankan prinsip, ramah dan benar-benar menampilkan sosok diplomat perempuan Aceh yang berwibawa.
Nah, Sobats, sekarang sudah mengerti kan kenapa diriku begitu mengagumi sosok yang satu ini? Di mataku beliau adalah benar-benar sosok pejuang emansipasi wanita yang sangat hebat. Tokoh emansipasi yang lahir jauuuuh sebelum Raden Ajeng Kartini dilahirkan.
Sejarah telah mencatat, bahwa Aceh pada abad ke 16 telah melahirkan seorang tokoh emansipasi wanita tidak sekedar dalam teori, tapi juga dalam kenyataannya telah membuktikan kemampuan seorang wanita yang menjadi pemimpin dan bahkan juga komandan pasukan. Sebagai seorang komandan armada laut, komandan pasukan
Inong Balee dan seorang diplomat handal, Keumalahayati akan terus dikenang dalam sejarah perjuangan bangsa. Ia akan tercatat sebagai tokoh wanita yang patut dibanggakan tidak saja oleh masyarakat Aceh, tetapi juga menjadi kebanggaan seluruh bangsa.
Walau…..
Tak banyak yang mengenalmu, tak ada lagu khusus untukmu, tak ada
pujian indah acapkali diberikan padamu, namun…
Engkau adalah salah satu tokoh yang paling aku kagumi! Yang
menginspirasiku untuk menjaga semangat juang, dalam memenangkan pertempuran
masa kini.
Terima kasih wahai pocut…. I do proud of you!
Sumber gambar:
http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/21/malahayati-mahakarya-emansipasi-indonesia/
sumber info:
http://id.wikipedia.org/wiki/Malahayati
http://acehpedia.org/Laksamana_Keumalahayati
dan berbagai sumber lainnya.