Lalu apakah aku tak kangen dengan umiku? Yang tetesan darah dan pengorbanannya telah menghadirkan aku ke dunia yang penuh dengan pergulatan kehidupan ini? Yang telah melakukan berbagai "kebohongan" demi kesuksesan dan kebahagiaan kita, anak-anaknya? So pasti.
Namun kasih sayang seorang anak terhadap ibunya, sering sekali sudah kita baca, kita persembahkan, bahkan ibu punya sebuah hari yang sangat istimewa, dimana hari ini digunakan untuk mengapresiasi kerja kerasnya bagi anak dan suami….
Hari ini, sebuah postingan tepatnya renungan, semakin memperkuat kerinduanku pada sang ayah, yang sebenarnya sih baru Minggu kemarin aku kunjungi dan bersenda gurau dengannya. Mengobrol banyak hal, mulai masalah kegiatannya di Ikatin Persaudaraan Haji Aceh, Indonesia, hingga ke niatnya untuk terjun kembali bermain saham, yang sempat break beberapa belas bulan ini…..wow, keren, ayahku yang sudah lama sekali pensiun dari PNSnya, ternyata juga ahli bermain saham, Subhanallah.
Ayahku memang hebat…. Dari seorang anak petani desa terpencil, yang miskin papa, bisa bangkit dan dengan penuh semangat mengubah kehidupannya. Tak ingin beliau bernasib seperti ayahandanya, yang hanya petani penggarap sawah orang lain…..yang tak bisa memberikan pendidikan layak bagi anak-anaknya. Kemauan dan tekad baja ayahandaku, mengantarkannya menjadi berbeda dari keempat saudaranya yang lain. Paman-pamanku, hanya bersekolah sampai SMP, selain minat melanjutkan pendidikan yang tak ada, juga biaya untuk itu jelas tak mampu disediakan oleh kakekku almarhum.
Tapi ayahku? Beliau ingin mengubah nasibnya. Tekad ini membawanya nekad merantau ke Banda Aceh, nun jauh dari kampung halaman, di usianya yang baru lepas MTsN. Bermodal nekad, beliau kerja serabutan untuk membiayai sekolahnya, hingga ketekunan dan kerja kerasnya akhirnya menggiringnya pada kegemilangan di nilai-nilai akademiknya. Yang tentu mempermudahnya meraih pendidikan yang lebih tinggi.
Sayang sungguh sayang, beasiswa yang diperolehnya untuk lanjutkan studi ke UGM pada masa itu, terpaksa kandas karena ketiadaan biaya transportasi. Orangtuanya tak mampu memberikan dana keberangkatan ayahku. Miris aku mendengar cerita ini… Hingga akhirnya, kesempatan emas ini lewat sudah.
Ayah yang penuh semangat, pantang berputus asa…. Tak ada akar rotanpun jadi….
Bermodal ijazah Sekolah Guru Agama, ayah mengajar di sebuah sekolah, dan sore harinya ayah tak segan bekerja serabutan lagi…. jadi asisten tukang pangkas, bantuin masang kancing di tukang jahit, dan apapun yang bisa beliau lakukan demi menabung receh demi receh bernama rupiah…
Waktu berlalu dan kegigihan ayah mulai membuahkan hasil. Pekerjaannya membaik, mulai dari seorang guru, beliau ditarik menjadi pegawai di kantor Departemen Agama. Tak tanggung-tanggung, beliau menjadi salah satu staff dibagian keuangan kantor itu. Kemauannya upgrade ilmu pengetahuan tidaklah sia-sia. Otak cerdasnya memang mitra kerja yang sangat mendukung keberhasilannya.
Kejujuran yang ditanamkan orangtuanya adalah monitoring tool dalam mengarahkannya tetap di jalan lurus, hingga menduduki jabatan sebagai bendahara lalu promosi sebagai Kepala Bagian Keuangan di Departemen Agama Daerah (saat itu masih departemen, belum menjadi dinas) tetap menuntunnya berada di koridor jalan yang lurus.
Akibatnya? Kami hidup biasa-biasa saja. Tidaklah mewah, hanya berkecukupan. Ayah berhasil membesarkan kami dengan baik, mewariskan kami pendidikan dan gelar sarjana yang kami inginkan. Dari kami kecil, ayah memang sudah memberi sinyal, bahwa beliau tidak akan ngoyo untuk mewariskan harta benda bagi anak-anaknya. Yang ayah akan wariskan hanyalah pendidikan. Alhamdulillah ya Allah..
Jadi jika anak-anak ingin punya mobil mewah, rumah megah, carilah sendiri dengan menggunakan bekal pendidikan/gelar sarjana yang telah ayah wariskan. Sungguh hebat ayahku itu.....
Dan terbukti, walau kemudian aku terdepak jauh dari lingkaran keluarga, terbuang jauh karena kesalahanku sendiri, Alhamdulillah, berkat sebuah warisan bernama pendidikan, aku berhasil survive dalam menyambung kehidupan…..
Hari ini…. Aku jadi begitu kangen pada ayah, yang kemarin mengeluh jantungnya terasa nyeri…. Dan malamnya berkonsultasi ke dokter jantung langganannya…. Oh ayahanda… semoga keadaanmu membaik kini… semoga ayah sehat-sehat selalu ya Yah…. Love you so much…
Sobats, kuyakin setiap kita pasti sayang dan kagum ayah kita…. Berikut adalah sebuah catatan yang kudapat dari BBGroup pagi ini, yang membuat jemariku menari lincah mengurai kata, membentuk paragraph kerinduan seperti di atas.
Coba deh, mudah-mudahan renungan dibawah ini berguna bagi kita semua ya sobs… (bahasanya sedikit aku edit, menyesuaikan dengan kenyamana dalam membacanya..)
Tentu akan dilanda rasa kangen pada bunda,
Lalu bagaimana dengan ayah?
Apa karena mama yang lebih sering menelphone kita?
Menanyakan keadaan kita?
Tapi tahukah kita?
Jika ternyata ayahlah yang mengingatkan bunda untuk menelphone?
Saat kita kecil,
bundalah yang lebih sering mendongeng
Tapi tahukah kita?
Bahwa sepulang bekerja, dengan wajah lelah beliau menanyakan pada bunda
Apa yang kita lakukan seharian
Saat kita sakit, batuk, pilek, demam,
Ayah akan memarahi bahkan membentak
‘sudah dibilang jangan minum es!’
Kitapun marah dan tersinggung
Tapi tahukah kita bahwa sesungguhnya ayah khawatir?
Kala kita menanjak remaja,
Kita menuntut untuk diizinkan keluar malam
Ayah menolak dengan tegas, ‘tidak boleh’
Sadarkah kita bahwa sesungguh ayah hanya ingin menjaga kita?
Karena dimata ayah, kita begitu berharga….
Saat kita mulai bisa lebih dipercaya,
Ayahpun melonggarkan peraturannya
Dan kitapun mulai memaksa untuk melanggar jam malamnya
Maka yang dilakukan ayah adalah menunggu dengan penuh rasa khawatir
hingga kita kembali
Kala kita dewasa, dan mulai kuliah di kota lain
Ayah harus melepas kita
Tahukah kita bahwa badan ayah terasa kaku untuk memeluk kita?
Dan ayah sangat ingin menangis…?
Kala kita memerlukan ini-itu,
utk keperluan kuliah, ayah hanya mengernyitkan dahi.
Tapi tanpa menolak, beliau memenuhinya.
Kala kita diwisuda.
Ayah begitu bahagia dan bangga, bercerita pada sahabatnya..
Bahwa anak kebanggaannya telah menjadi sarjana
Mata tuanya akan bersinar bahagia…
Kala waktunya tiba, dimana ayah melepaskan kita untuk berumah tangga
Adalah matanya yang berkaca-kaca
Dan hatinya yang berat untuk melepaskan kita…
Perlu keyakinan dan keteguhan batin untuk memastikan
Bahwa anaknya dilepas ke tangan (pasangan) yang benar…
Dan akhirnya..
Kala ayah melihat kita duduk dipelaminan bersama seorang yang dianggapnya pantas,
Ayahpun tersenyum bahagia
Apa kita tahu,
Bahwa ayah sempat pergi ke belakang untuk menangis?
Ayah menangis karena bahagia, terucap doa dibibir agar anak-anak manisnya bahagia bersama pasangannya…
Setelah itu…………..
Ayah, dengan rambut yang sudah memutih dan badan yang tak lagi kuat untuk menjaga kita
Hanya bisa menunggu kedatangan kita,
bersama cucu-cucunya yang sesekali datang
Untuk menjenguk.
Ayah… semoga cepat sembuh yaa…. Will visit you tonight.