![]() |
gambar diambil dari sini |
Mimpi indah itu
terputus oleh deringan alarm yang terpasang nyaring di smartphoneku. Ih,
bener-bener nih alarm ini ya! Mengganggu ajaaaa! Kuraih dia dengan mata
terpejam, berharap mimpi sedang duduk di ayunan sambil diayun perlahan dapat
berlanjut. Kubuka sedikit mataku saat smartphone itu tergenggam di tangan,
mencari opsi dismiss dan menekannya
perlahan. Deringan nyaring itupun terdiam seketika, dan kulanjutkan merapatkan
kedua mata seraya berharap mimpi indah nan syahdu itu akan berlanjut.
Subhanallah ya Allah, baru saja Engkau kirim aku ke masa lampau.. Masa indah saat diriku
masih bocah lima tahunan, yang kala itu masih jadi anak pertama dan belum
beroleh seorang adikpun. Merasakan kasih sayang penuh dari ayah bunda.
Baru saja Engkau
kirim aku ke masa silam, masa dimana kasih sayang penuh dari ayahanda,
mengayunkan ayunan yang aku duduki di taman dekat komplek perumahan kami.
Subhanallah, aku baru saja merasakan kembali saat-saat indah penuh berkah itu
ya Allah… Ijinkan hamba meneruskannya sejenak lagi ya Allah….
“Kamu itu memang
tidak berubah neuk…., tetap aja seperti dulu. Alarm di setel tanpa alpa. Setiap
malam, berharap bangun pagi. Tapi saat alarm itu berbunyi, kamu memang bangun,
tapi untuk mematikan alarmnya. Hehe…”
Kali ini bukan alarm
yang membuat alam pikiranku kembali pada kenyataan, tapi adalah suara penuh
wibawa ayahanda, yang telah bersamaku selama tiga hari tiga malam … yang
menggeretku kembali ke alam sadar. Perlahan dan pasti, sebuah kesedihan
menyeruak di hati, saat kesadaranku pulih sempurna.
Kutatap angka digital
yang tertera di layar monitor smartphoneku. 3.30 wib, dinihari. Dan 15 menit
lagi, sebuah taksi yang sudah aku pesan tadi malam, akan menjemput kami,
mengantarkan kami ke terminal Damri – Bekasi, untuk selanjutnya akan membawa
ayahku ke bandara Soekarno Hatta. Lalu sang burung besi akan menerbangkannya
kembali ke bumi Iskandar Muda, kembali ke sisi ibundaku.
Kesedihan ini, begitu
kentara. Membuat beberapa bulir bening menetes perlahan. Rasanya aku belum rela
melepas kepergiannya. Ingin rasanya aku membatalkan tiket kepulangannya. Jangan
pulang dulu Yah… anakmu ini masih kangen! Kebersamaan kita begitu
membahagiakan. Keteduhan begitu sempurna memayungiku, memberikan berjuta
kedamaian.
Ayah…
Bersamamu, aku begitu
bahagia….
Bersamamu, aku merasa
benar-benar menjadi kanak-kanak yang bahagia…..
Jangan pulang dulu ayah…
tinggallah bersamaku
beberapa hari lagi…. L
“Bangun neuk…. Ayah
sudah siap nih, ayo bangun, waktumu 15 menit lho untuk bersiap-siap!” Ujarnya
lagi seraya menarik jari telunjuk kakiku. Kebiasaan yang tak pernah akan
diubahnya (dan aku tak ingin itu berubah) dan sudah diterapkan sejak aku
kanak-kanak.
Mendengar kata 15
menit, aku terlonjak, apalagi sapaan ‘neuk’ (bahasa aceh untuk Nak) yang selalu
saja ayah ucapkan bagi kami, anak-anaknya, begitu meneduhkan hati. Aku bangkit,
tersenyum padanya seraya melipat selimut. Ayahku sudah rapi sekali. Wajahnya
begitu teduh oleh pancaran keimanan yang begitu kental, namun tak urung, selaku
anak, kutemukan segaris duka di relung terdalam hatinya. Ya Allah, berikan
kedamaian di hati ayah bundaku ya Allah. Ijinkan mereka berbahagia di sisa
umurnya ya Rabbi. Ijinkan mereka menikmati masa tua nan damai dan indah…. Amien.
Kusadari bahwa aku
bukanlah kanak-kanak cengeng yang akan menangis tersedu kala ditinggalkan
bepergian oleh ayahnya. Aku adalah ibunya Intan, umurku sudah jauh lebih dari
cukup untuk masuk kategori manusia dewasa. Tapi ya Allah, mengapa airmata ini
tak hendak berhenti sejenakpun, kala pelukan ayah erat merangkulku, disertai
bisikannya untuk selalu menjaga diri, untuk selalu tabah dan kuat dalam
menghadapi cobaan kehidupan. Be my good girl as always neuk!
Kalimat ini adalah
penyebab airmataku tak mampu aku hentikan. Ayah selalu begitu, pinter sekali
bikin anak-anaknya menangis! Dan lihat yah? Lydia mengejekku dan menawarkan
ember untuk menampung airmataku. Bolehkah aku mencubitnya yah? Ijinkan sekali
saja ya yah! Dibibir manisnya yang terus menggodaku itu..
Ayah…
Thanks you so much for
visiting me
Aku begitu bahagia dengan
kehadiranmu..
Sungguh, ini adalah momen
terindah dan tak akan terlupakan
Maafkan jika aku hanya
dapat menyambutmu di sebuah kamar kost sederhana
Yang sempit dan seadanya…
Nanti…
Kala kami kembali bersatu,
Tak lagi tercerai berai
karena pekerjaan seperti ini
Ku harap ayah – bunda akan
menetap selamanya bersama kami
Please….