Pasti masih familiar
dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika kan sobs? J #bisa dikemplang lho kalo sampai ga paham makna dari tiga
rangkaian kata ini… atau malah disuruh segera meninggalkan negeri ini lho kalo
ga bisa menjelaskan maksud dari semboyan ini.. Masak sebagai orang Indonesia,
ga ngerti akan makna Bhinneka Tunggal Ika?
Ok, aku percaya kok
jika kita semua paham benar, dan sepakat secara mutlak, bahwa negeri ini, yang
adalah mutiara khatulistiwa, terdiri dari beragam suku bangsa, budaya dan
bahasa daerahnya. Yang walau berbeda-beda tapi tetap satu juga. Nah, sehubungan
dengan postingan artikel kontes di rumahnya Pakdhe Cholik per 30 Juni 2012
kemarin nih sobs, maka postinganku kali ini, akan mencoba mengulas sedikit tentang
tarian daerah, khususnya tarian dari daerah asalku yaitu Aceh province.
Jika diminta menyebutkan nama tarian dari daerah Aceh, aku yakin
bahwa sobats tentu akan menyebutkan tari Saman, Seudati dan Rapai Geleng
sebagai tarian paling terkenal dari Aceh kan? Ga salah sih sobs. Tapi masih
banyak lho tarian lainnya yang juga berasal dari provinsi paling barat
Indonesia ini….. yuk kita lihat beberapa diantaranya yuk….
Tari Ranup Lampuan
(Sirih dalam Puan/Mangkuk indah khusus untuk tempat sirih).
gambar dari sini |
Jika selama ini sobats disuguhkan oleh sebuah tarian
yang ditarikan oleh sekelompok pemuda atau pemudi, yang bergerak
lincah/dinamis, dalam ritme yang begitu cepat menghentak, diiringi oleh music
dan syair yang begitu bersemangat, maka tarian yang satu ini akan terlihat
sungguh berbeda sobs.
Tari Ranup Lampuan ini adalah salah satu tarian
tradisional Aceh yang ditarikan oleh para wanita, yang ditujukan untuk memberi
penghormatan dalam penyambutan tamu secara resmi. Tari Ranup Lampuan berarti
Sirih dalam Puan (tempat khusus untuk sirih). Secara koreografi tari ini
menceritakan bagaimana dara-dara Aceh menghidangkan sirih kepada tamu yang
datang, yang geraknya menceritakan proses memetik, membungkus, meletakkan daun sirih
ke dalam puan, sampai menyuguhkan sirih kepada tamu yang datang. Tarian ini
sering dipersembahkan dalam rangka menyambut tamu kehormatan di dalam pembukaan
sebuah acara formal maupun semi formal, acara perkawinan, dan lain sebagainya.
Gerakan tarian ini dilakonkan dengan lemah lembut sesuai
dengan alunan lembut irama musik yang mengiringinya.
Tari Rateb Meusekat
gambar pinjem dari sini |
Syahdan, tarian ini diciptakan oleh anak dari Teungku
Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syairnya diciptakan
oleh Teungku Chik Di Kala, seorang ulama di Seunagan. Nama Rateb Meusekat
sendiri berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti ibadat dalam diam.
Kandungan syair-syairnya berupa puji-pujian kepada Allah dan sanjungan kepada
nabi, ditarikan oleh para pemudi/kaum wanita dengan menggunakan pakaian adat
Aceh.
Pada mulanya tarian ini ditarikan sesudah selesai
mengaji atau mengkaji pelajaran agama, di malam hari, yang juga ditujukan sebagai
media dakwah. Permainannya dilakukan dalam posisi duduk dan berdiri. Sesuai
dengan perkembangannya, tarian ini akhirnya berkembang pesat, dan
digelar/dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara
perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama.
Sebagian masyarakat Indonesia sering menganggap tarian
yang satu ini sebagai tarian Saman
perempuan, padahal tarian Rateb Meuseukat beda jauh dari tarian Saman. Adapun tiga perbedaan yang
paling mendasar pada kedua tarian ini adalah sebagai berikut;
*
Tari Rateb Meusekat: *
Berasal dari suku Aceh (kabupaten Nagan Raya)
Syairnya berbahasa Aceh
Diiringi alunan music (Genderang/Rapai)
Ditarikan oleh kaum wanita dengan pakaian adat Aceh
*
Tari Saman *
Berasal dari suku Gayo (Aceh Tengah – Tenggara)
Syairnya berbahasa Gayo
Tidak diiringi oleh music
Ditarikan oleh kaum laki-laki dengan pakaian adat Gayo.
Sedikit penjelasan bagi sahabats yang mungkin bingung
dengan kata Aceh dan Gayo…. Apakah Gayo bukan Aceh? Daerah Aceh itu terdiri dari 13 suku bangsa lho, yaitu; Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias. (Sumber: Aceh Wikipedia). Nah, keliatankan sobs jika suku Gayo adalah salah satu suku/etnik yang mendiami salah satu wilayah di provinsi Aceh. Mereka menempati bagian Aceh Tengah, Bener Meriah hingga Tenggara Aceh, memiliki bahasanya tersendiri, namun bagaimanapun, mereka tetaplah bagian dari Provinsi Aceh, yang kekayaan ; alam, kesenian/budaya nya turut serta memperkaya provinsi paling Ujung Barat Indonesia ini. Untuk penjelasan lebih rinci tentang hal ini mungkin sobats dapat membacanya disini.
Kabarnya, tarian ini lahir sekitar tahun 1849, dari kreatifitas
seorang ulama yang berasal tua yang berasal dari Arab, yang hanyut di laut dan
terdampar di gugusan pulau Aceh, tepatnya di Pulo Besar Selatan, sekitar 30 mil
dari daratan kota Banda Aceh. Dinamakan tari Likok Pulo, Likok berarti gerak
tari dan Pulo adalah pulau, yang tentunya mengacu kepada Pulau Besar Selatan
tersebut.
Awalnya tarian ini dipertunjukan di tepi pantai. Para penari
menari di atas pasir yang hanya diberi alas sehelai tikar daun lontar atau
pandan. Tarian yang merupakan media pengembangan dakwah Islam di
masa kesultanan Aceh ini dibawakan oleh 12 orang penari pria/wanita sambil
duduk rapat berlutut, bahu membahu, dengan posisi sejajar.
Seorang penari utama yang disebut "cèh" berada di
tengah-tengah pemain. Dua orang penabuh rapa'i berada di belakang atau sisi
kiri dan kanan penari. Gerakan tari Likok Pulo hanya memfungsikan anggota tubuh
bagian atas, yakni badan, tangan, dan kepala. Gerakan tari ini pada prinsipnya
adalah gerakan olah tubuh, keterampilan, keseragaman atau kesetaraan.
Dalam pertunjukannya, para penari menari sambil melantunkan syair-syair
pujian kepada Sang Pencipta. Mereka menari dengan iringan alat musik Rapa'i.
Rapa'i atau rebana adalah salah satu alat musik tabuh khas Aceh. Likok Pulo
telah menjadi tarian wajib dalam mata pelajaran murid-murid sekolah di kota
Banda Aceh ini.
Nah sobs…. Itulah uraian sekilas tentang beberapa tarian dari provinsi Aceh selain Tari Saman, Seudati atau Rapai Geleng yang begitu melegenda. Semoga
sajian ini dapat semakin memperluas pengetahuan kita akan khasanah budaya
bangsa yang ternyata begitu kaya dan beragam ya sobs…
Yuk kita lestarikan budaya
bangsa ini, yaaa walaupun tidak dengan mempelajari lenggang lenggoknya, tapi
dengan sering menyaksikannya, akan membuat kita familiar akan budaya bangsa,
dan langsung ngeh dan waspada sehingga cepat tanggap dalam berusaha mencegahnya untuk tidak di klaim oleh bangsa lain.
Artikel
ini diikutsertakan dalam Jambore On the Blog 2012 Edisi Khusus
bertajuk Lestarikan
Budaya Indonesia