Aku termasuk orang yang jarang sekali menikmati acara-acara hiburan yang disiarkan oleh televisi-televisi nasional. Bukan tak cinta produksi dalam negeri, Sobs! Bukan tak menghargai karya anak bangsa, tapi apa hendak dipaksa jika kebanyakan hasil kreasi anak bangsa berupa tayangan-tayangan yang justru bikin perut mual dan sebel karena tak sedikit pun memasukkan pesan moral yang membangun kualitas mental generasi penerus bangsa? Mulai dari sinetron yang bikin miris dan ngenes karena keliatan banget membodohi penonton, juga acara hiburan [musik] nya yang tak berhasil menyisipkan sedikit pun makna pembelajaran bagi pembangunan kapasitas diri.
Begitu juga saat dunia maya dipenuhi oleh pesan-pesan moral yang bertebaran bersuarakan 'hentikan YKS alias Yuk Keep Smile!' dengan menandatangani petisi Hentikan Penayangan Yuk Keep Smile, maka aku pun terheran-heran. Yuk Keep Smile? Apaan itu? Acara apa sih? Maka sebelum ikut arus yang belum jelas, maka aku pun browsing dengan kata kunci berbau Yuk Keep Smile, dan mulai deh pikiranku ter-update akan informasi dan kenyataan yang sedang berkembang. Tak ingin termakan oleh informasi satu arah, maka aku pun lari ke You Tube, mencari-cari salah satu tayangan Yuk Keep Smile untuk membuktikan sendiri kekurangan acara ini. Cek and ricek harus donk!
Di rumahnya Mbah You Tube, aku pun terhenyak, maksud hati hanya ingin menyaksikan satu tayangan YKS, akhirnya aku bertahan hingga tiga tayangan. Bukan karena terpesona, bukan, tapi terhenyak oleh beberapa hal. Inikah kreativitas yang mampu dihasilkan oleh anak negeri? Pantas saja kini dunia maya dipenuhi oleh tuntutan-2 untuk menghentikan tayangan ini, karena dinilai tidak mendidik. Sebelum ikutan menandatangani petisi ini, aku yakinkan hatiku berulang kali, karena jiwaku bukanlah jiwa yang aktif berdemo, bukan pula jiwa yang senang huru hara. Aku cinta damai, tapi diam saja akan hal ini, kok rasanya seperti merestui acara ini untuk terus berlangsung dan semakin membobrokkan mental anak bangsa ya? Bayangkan saja, kata-2 kasar dan tak berbobot yang meluncur bebas dari para host, akan jadi apa jika semakin hari semakin dipupuk dan berkembang biak? Akan dengan mudah menjadi kata-kata mutiara yang akan di'beo'kan oleh para penonton/fans-nya, yang tak lagi sempat menimbang layak tidak untuk ditiru.
Belum lagi aneka goyangan tak senonoh dan berkesan vulgar plus ucapan-ucapan yang tak kalah vulgar yang dipamerkan dalam tayangan, akan berkembang pesat dan bisa-bisa menjadi tren yang akan berkembang di dalam masyarakat toh? Oops, bukannya sok suci sih, Sobs! Bukan pula ingin jadi pahlawan dengan ikut-ikutan aksi 'hentikan YKS' ini, karena menurutku, bukan hanya YKS yang pantas dihentikan, melainkan banyak acara sejenis yang juga perlu ditilik ulang.
Maka, hari ini, tanpa bermaksud menjadi pahlawan, apalagi pahlawan kesiangan, aku ikut menandatangani petisi ini, semata-mata dengan tujuan agar pihak televisi terkait, juga televisi nasional lainnya, sebaiknya mulai memperhatikan muatan2 moral yang perlu disisipkan dalam rangka meng-upgrade pertumbuhan mental generasi penerus bangsa ke arah yang jauh lebih baik, apalagi menghadapi persaingan global yang kini sudah diambang pintu.
Memang sih, mungkin sebagian Sobats akan berkata, ih, Alaika, ngapain sih kamu ikut2an sok jadi pahlawan? Mo jadi pahlawan kesiangan? Diam aja kenapa? Kalo ga suka, ya ga usah ditonton! Yup! Harusnya memang aku diam saja sih, Sobs! Matikan TVnya dan aman. Ga perlu ngedumel. Tapi coba bayangkan, Sobs! Jika semua kita bersikap serupa, DIAM SAJA, maka tayangan-tayangan ini akan terus berkembang biak, merajalela, lalu jika bukan kita, siapa lagi? Bagi yang mampu, mungkin akan menuntun anak-anaknya ke TV kabel/berbayar, dan memesan acara-acara yang berbobot dan layak ditonton anak-anaknya, lalu bagaimana nasib kaum tak punya? Yang hanya mampu menikmati TV gratisan?
Ah, sudahlah, tak enak rasanya jika terus berdebat, bagiku, menandatangani petisi ini adalah pertanda bahwa aku menginginkan tayangan-tayangan berkualitas untuk tampil di televisi-televisi kebanggaan bangsa. Tunjukkan bahwa anak negeri, putra bangsa Indonesia, adalah putra-putri bangsa yang penuh perhatian dan punya andil besar bagi kemajuan dan perkembangan mental generasi penerus bangsa. Bagaimana denganmu, Sobats? Berminat untuk ikut menandatangani petisi ini? Atau ingin baca dulu informasinya di sini lalu mempertimbangkannya? Monggo ke sini ya....
Begitu juga saat dunia maya dipenuhi oleh pesan-pesan moral yang bertebaran bersuarakan 'hentikan YKS alias Yuk Keep Smile!' dengan menandatangani petisi Hentikan Penayangan Yuk Keep Smile, maka aku pun terheran-heran. Yuk Keep Smile? Apaan itu? Acara apa sih? Maka sebelum ikut arus yang belum jelas, maka aku pun browsing dengan kata kunci berbau Yuk Keep Smile, dan mulai deh pikiranku ter-update akan informasi dan kenyataan yang sedang berkembang. Tak ingin termakan oleh informasi satu arah, maka aku pun lari ke You Tube, mencari-cari salah satu tayangan Yuk Keep Smile untuk membuktikan sendiri kekurangan acara ini. Cek and ricek harus donk!
Di rumahnya Mbah You Tube, aku pun terhenyak, maksud hati hanya ingin menyaksikan satu tayangan YKS, akhirnya aku bertahan hingga tiga tayangan. Bukan karena terpesona, bukan, tapi terhenyak oleh beberapa hal. Inikah kreativitas yang mampu dihasilkan oleh anak negeri? Pantas saja kini dunia maya dipenuhi oleh tuntutan-2 untuk menghentikan tayangan ini, karena dinilai tidak mendidik. Sebelum ikutan menandatangani petisi ini, aku yakinkan hatiku berulang kali, karena jiwaku bukanlah jiwa yang aktif berdemo, bukan pula jiwa yang senang huru hara. Aku cinta damai, tapi diam saja akan hal ini, kok rasanya seperti merestui acara ini untuk terus berlangsung dan semakin membobrokkan mental anak bangsa ya? Bayangkan saja, kata-2 kasar dan tak berbobot yang meluncur bebas dari para host, akan jadi apa jika semakin hari semakin dipupuk dan berkembang biak? Akan dengan mudah menjadi kata-kata mutiara yang akan di'beo'kan oleh para penonton/fans-nya, yang tak lagi sempat menimbang layak tidak untuk ditiru.
Belum lagi aneka goyangan tak senonoh dan berkesan vulgar plus ucapan-ucapan yang tak kalah vulgar yang dipamerkan dalam tayangan, akan berkembang pesat dan bisa-bisa menjadi tren yang akan berkembang di dalam masyarakat toh? Oops, bukannya sok suci sih, Sobs! Bukan pula ingin jadi pahlawan dengan ikut-ikutan aksi 'hentikan YKS' ini, karena menurutku, bukan hanya YKS yang pantas dihentikan, melainkan banyak acara sejenis yang juga perlu ditilik ulang.
Maka, hari ini, tanpa bermaksud menjadi pahlawan, apalagi pahlawan kesiangan, aku ikut menandatangani petisi ini, semata-mata dengan tujuan agar pihak televisi terkait, juga televisi nasional lainnya, sebaiknya mulai memperhatikan muatan2 moral yang perlu disisipkan dalam rangka meng-upgrade pertumbuhan mental generasi penerus bangsa ke arah yang jauh lebih baik, apalagi menghadapi persaingan global yang kini sudah diambang pintu.
Memang sih, mungkin sebagian Sobats akan berkata, ih, Alaika, ngapain sih kamu ikut2an sok jadi pahlawan? Mo jadi pahlawan kesiangan? Diam aja kenapa? Kalo ga suka, ya ga usah ditonton! Yup! Harusnya memang aku diam saja sih, Sobs! Matikan TVnya dan aman. Ga perlu ngedumel. Tapi coba bayangkan, Sobs! Jika semua kita bersikap serupa, DIAM SAJA, maka tayangan-tayangan ini akan terus berkembang biak, merajalela, lalu jika bukan kita, siapa lagi? Bagi yang mampu, mungkin akan menuntun anak-anaknya ke TV kabel/berbayar, dan memesan acara-acara yang berbobot dan layak ditonton anak-anaknya, lalu bagaimana nasib kaum tak punya? Yang hanya mampu menikmati TV gratisan?
Ah, sudahlah, tak enak rasanya jika terus berdebat, bagiku, menandatangani petisi ini adalah pertanda bahwa aku menginginkan tayangan-tayangan berkualitas untuk tampil di televisi-televisi kebanggaan bangsa. Tunjukkan bahwa anak negeri, putra bangsa Indonesia, adalah putra-putri bangsa yang penuh perhatian dan punya andil besar bagi kemajuan dan perkembangan mental generasi penerus bangsa. Bagaimana denganmu, Sobats? Berminat untuk ikut menandatangani petisi ini? Atau ingin baca dulu informasinya di sini lalu mempertimbangkannya? Monggo ke sini ya....
Sebuah sikap dan pembelajaran,
Al, Bandung, 5 Januari 2014