Berlebaran di negeri orang, tentu punya sensasi tersendiri. Itu juga yang sedang aku rasakan dan coba untuk nikmati. Rasa kangen kampung halaman, kangen akan suasana meriah bin heboh ala lebaran di negeri tercinta, jelas bikin hati tak lagi berada di sini, namun akan rugi besar donk jika aku menurutkan rasa melo dan kangen kampung ini terus menggerogoti. Karenanya, kami pun menyiapkan diri sambut lebaran kali ini, di sebuah negeri dua benua bernama Turkey, tepatnya di kota metropolitan Istanbul. :)
Lebaran tanpa ketupat setidaknya lontong hambar donk? Makanya, adikku ternyata telah menyiapkan alat perang. Plastik khusus tahan panas dan beras untuk lontong telah tersedia. Ga nyangka deh jika adikku yang macho ini udah melebihi emak-emak dalam beraksi di dapur. Haha. Menjadi anak perantauan ternyata cukup mumpuni dalam menggemblengnya menjadi anak mandiri dan tak manja. Jago masak [dengan guru andalan tak lain tak bukan adalah Mbah Guru: Google]. :D
Beras dikira-kira dan masuk ke dalam plastik, lalu direbus ke dalam panci yang telah disiapkan di atas kompor. Dan dibiarkan saja di atas api yang terus menyala hingga tiga jam kemudian, beras putih di dalam plastik tadi, berubah menjadi sebuah lontong yang lumayan besar, berwujuh putih bersih dan padat! Wow. Aku dan ibu saja, di kampung sana, ga pernah bikin lontong sendiri deh, Sobs, biasanya kami pesan pada tetangga, haha. Ealah, si adik malah begitu piawai membuatnya. Aku dibikin melongo, mengingat dulunya, di kampung halaman, nih anak ga pernah turun ke dapur. :)
Untuk lauknya? Gampang. Santan kemasan kaleng tersedia di kulkas, sayuran dan daging, menanti untuk diolah. Sayangnya, malam itu, kami malah lebih tertarik untuk internetan dan menunda masak lauk pauk ini. Haha, dasar onliners! Pertimbangan lainnya adalah, besoknya kan mau halal bi halal ke Konsulat Jenderal RI, setelah pulang dari shalat Ied di Sultah Ahmet Mosque, jadi mending malamnya aja deh kita masak rendang dan teman-temannya itu. :)
Malam lebaran, tak bisa dipungkiri, hati kami terasa kosong karena ada rasa yang hilang yaitu rasa haru mendengar gema takbir, tak hadir di sini? Apakah karena hati kami telah redup atau tertutup? Nooooo, bukan! Tapi karena memang tak terdengar gema takbir di sini? Tepatnya di Gultepe, daerah di mana kami tinggal. Mungkin karena banyak pendatang di lingkungan ini, dan udah pada mudik kali ya? Makanya ga ada yang takbiran. Entahlah.
Shalat Ied Idul Fithri
Tadinya aku udah sempat kecewa, karena jalanan terlihat begitu lengang saat kami melenggang keluar rumah. Sepi! Beda jauh dengan di negeri tercinta, di mana pada hari pertama lebaran, pagi hari akan terlihat meriah dan jalanan penuh dengan masyarakat yang saling menyapa. Berpakaian rapi dan cantik, menuju mesjid atau lapangan-lapangan untuk shalat Ied dengan hati yang gembira. Di sini? Malah beberapa orang terlihat seadanya saja, melintas di jalan raya. Tak terlihat sama sekali menenteng sajadah, berbaju bersih dan rapi [apalagi berbaju baru]. Hm... beginikah cara negeri keren dan moderen ini sambut hari kemenangan?
Untung saja aku menahan diri untuk tidak serta merta menghakimi negeri cantik ini, Sobs. Meninggalkan Gultepe menuju ke Mesjid Sultan Ahmet [the Blue Mosque], kami mulai melihat keramaian. Semakin ke pusat kota dan mendekati area, semakin terlihat geliat semangat orang-orang yang bergerak cepat menuju arena. Pakaiannya juga terlihat bersahaja, rapi, bersih dan indah. Juga, sajadah tertenteng di tangan masing-masing. Alhamdulillah, serta merta hati kami ikut berwarna, gembira. Larut dalam keramaian, membuat hati ini ceria dan bahagia. Apalagi melihat pihak Fatih Belediyesi [Kecamatan Fatih], di mana mesjid Sultan Ahmet ini berada, sibuk mempersiapkan kenyamanan bagi para jemaah Shalat Ied. Halaman mesjid yang luas juga terlihat semarak oleh umbul-umbul yang dipasang untuk memeriahkan hari kemenangan ini. Juga beberapa tenda didirikan. Tadinya sempat heran, untuk apa tenda-tenda ini? Tapi begitu mendekati tekape [tenda-tenda itu], aku melihat berkotak-kotak manisan [Turkish Delight] dan air mineral gelas, duduk manis, menanti untuk dibagi-bagikan kepada para jemaah usai shalat nanti. Wow! Kagum deh dengan perhatian-perhatian kecil yang dipersembahkan oleh masing-masing kecamatan di negeri ini. :). Kabarnya setiap kecamatan menyediakan cemilan-cemilan seperti in bagi para jemaah shalat Ied.
Jika di negeri tercinta, lautan jemaah [khususnya yang wanita] akan terlihat dalam balutan nuansa putih [mukena putih nan cantik menawan, maka jangan heran jika kita tak menemukan nuansa indah seperti itu di sini, Sobs. Karena di negeri ini, budaya memakai mukena saat shalat bukanlah budaya mereka. Lalu bagaimana kah mereka menunaikan shalat? Pakai apa kalo enggak pakai mukena? Ya pakai baju biasa yang menutup aurat, tangan dan kaki ya terlihat begitu deh. :) Dan kali ini, aku mengikuti cara mereka, enggak enak juga rasanya tampil sendirian bermukena. Tapi dengan menggunakan kaus kaki untuk tutupi kaki, hanya tangan yang terlihat. Rasanya memang aneh sih, tapi ayah bilang sih udah sah itu. Okd, Yah. :)
IRAN
Ke Makam Ayatullah Khomeini yuk!
Hazrat Fatimah Masyumah Shrine
Iran, si Negeri Syiah Sejati
Yuk Main ke Iran
Fenomena Operasi Plastik di Iran
Kulit Luar Syiah, Tehran - Qom
Hello from Tehran
Turkey
Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey
Lebaran tanpa ketupat setidaknya lontong hambar donk? Makanya, adikku ternyata telah menyiapkan alat perang. Plastik khusus tahan panas dan beras untuk lontong telah tersedia. Ga nyangka deh jika adikku yang macho ini udah melebihi emak-emak dalam beraksi di dapur. Haha. Menjadi anak perantauan ternyata cukup mumpuni dalam menggemblengnya menjadi anak mandiri dan tak manja. Jago masak [dengan guru andalan tak lain tak bukan adalah Mbah Guru: Google]. :D
Beras dikira-kira dan masuk ke dalam plastik, lalu direbus ke dalam panci yang telah disiapkan di atas kompor. Dan dibiarkan saja di atas api yang terus menyala hingga tiga jam kemudian, beras putih di dalam plastik tadi, berubah menjadi sebuah lontong yang lumayan besar, berwujuh putih bersih dan padat! Wow. Aku dan ibu saja, di kampung sana, ga pernah bikin lontong sendiri deh, Sobs, biasanya kami pesan pada tetangga, haha. Ealah, si adik malah begitu piawai membuatnya. Aku dibikin melongo, mengingat dulunya, di kampung halaman, nih anak ga pernah turun ke dapur. :)
Untuk lauknya? Gampang. Santan kemasan kaleng tersedia di kulkas, sayuran dan daging, menanti untuk diolah. Sayangnya, malam itu, kami malah lebih tertarik untuk internetan dan menunda masak lauk pauk ini. Haha, dasar onliners! Pertimbangan lainnya adalah, besoknya kan mau halal bi halal ke Konsulat Jenderal RI, setelah pulang dari shalat Ied di Sultah Ahmet Mosque, jadi mending malamnya aja deh kita masak rendang dan teman-temannya itu. :)
Malam lebaran, tak bisa dipungkiri, hati kami terasa kosong karena ada rasa yang hilang yaitu rasa haru mendengar gema takbir, tak hadir di sini? Apakah karena hati kami telah redup atau tertutup? Nooooo, bukan! Tapi karena memang tak terdengar gema takbir di sini? Tepatnya di Gultepe, daerah di mana kami tinggal. Mungkin karena banyak pendatang di lingkungan ini, dan udah pada mudik kali ya? Makanya ga ada yang takbiran. Entahlah.
Shalat Ied Idul Fithri
Tadinya aku udah sempat kecewa, karena jalanan terlihat begitu lengang saat kami melenggang keluar rumah. Sepi! Beda jauh dengan di negeri tercinta, di mana pada hari pertama lebaran, pagi hari akan terlihat meriah dan jalanan penuh dengan masyarakat yang saling menyapa. Berpakaian rapi dan cantik, menuju mesjid atau lapangan-lapangan untuk shalat Ied dengan hati yang gembira. Di sini? Malah beberapa orang terlihat seadanya saja, melintas di jalan raya. Tak terlihat sama sekali menenteng sajadah, berbaju bersih dan rapi [apalagi berbaju baru]. Hm... beginikah cara negeri keren dan moderen ini sambut hari kemenangan?
Untung saja aku menahan diri untuk tidak serta merta menghakimi negeri cantik ini, Sobs. Meninggalkan Gultepe menuju ke Mesjid Sultan Ahmet [the Blue Mosque], kami mulai melihat keramaian. Semakin ke pusat kota dan mendekati area, semakin terlihat geliat semangat orang-orang yang bergerak cepat menuju arena. Pakaiannya juga terlihat bersahaja, rapi, bersih dan indah. Juga, sajadah tertenteng di tangan masing-masing. Alhamdulillah, serta merta hati kami ikut berwarna, gembira. Larut dalam keramaian, membuat hati ini ceria dan bahagia. Apalagi melihat pihak Fatih Belediyesi [Kecamatan Fatih], di mana mesjid Sultan Ahmet ini berada, sibuk mempersiapkan kenyamanan bagi para jemaah Shalat Ied. Halaman mesjid yang luas juga terlihat semarak oleh umbul-umbul yang dipasang untuk memeriahkan hari kemenangan ini. Juga beberapa tenda didirikan. Tadinya sempat heran, untuk apa tenda-tenda ini? Tapi begitu mendekati tekape [tenda-tenda itu], aku melihat berkotak-kotak manisan [Turkish Delight] dan air mineral gelas, duduk manis, menanti untuk dibagi-bagikan kepada para jemaah usai shalat nanti. Wow! Kagum deh dengan perhatian-perhatian kecil yang dipersembahkan oleh masing-masing kecamatan di negeri ini. :). Kabarnya setiap kecamatan menyediakan cemilan-cemilan seperti in bagi para jemaah shalat Ied.
Panitia Kecamatan Sibuk membagikan manisan dan air mineral usai shalat Ied |
Nah, gadis kecil ber-rok hijau ini, sedang membagikan manisan untuk para jemaah, usai shalat Ied. :) |
Perhatikan deh, Sobs, ada dua kepala yang bermukena, kayaknya tuh orang Indonesia deh. :)
Berlebaran di negeri orang, memang memberikan sensasi tersendiri, namun jika ditanya, enakan mana lebaran di Indonesia apa di luar negeri, maka sejujurnya akan aku jawab, enakan di Indo dunk ah! Hehe. Namun, bukan berarti lebaran di sini enggak enak lho ya, pasti asyik dunk, kapan lagi mau lebaran di negeri orang jika bukan saat ada kesempatan emas seperti ini kan? Alhamdulillah, thanks for my lovely brother for his awesome invitation. :)
Terus apalagi yang unik di Istanbul saat lebaran, Al?
Ada. Ada sebuah tradisi unik yang bikin kagum hati ini saat mengalaminya lho, Sobs. Yaitu tradisi memuliakan tamu dengan menuangkan cologne ke tangan para tamu yang bersilaturrahmi, oleh si tuan rumah. Sungguh, tradisi ini bikin mata dan hatiku langsung bilang WOW deh, Sobs. Ikuti postingannya di sini yaaa. Oya, sebuah sensasi kebersamaan yang timbul saat berkunjung ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Istanbul, yang juga bikin hati bahagia. Laporan tentang itu juga segera menyusul, okeh? :)
Postingan lanjutan ; Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey baca di sini yaa.
Sepenggal catatan dan kenangan perjalanan,
Al, Istanbul, 8 Agustus 2013
|
Related Post;
Ke Makam Ayatullah Khomeini yuk!
Hazrat Fatimah Masyumah Shrine
Iran, si Negeri Syiah Sejati
Yuk Main ke Iran
Fenomena Operasi Plastik di Iran
Kulit Luar Syiah, Tehran - Qom
Hello from Tehran
Turkey
Tradisi Unik Memuliakan Tamu di Turkey