Trip to Ciletuh 2 - The Stones! Sengaja pake tanda seru, karena emang seru dan unik banget jelajah hari pertama keberadaan kami di Ciletuh. Yup, as I told you on my
previous post, perjalanan ini memang seru dan penuh petualangan.
Dimulai dengan perjalanan dari Bandung ke
tekape [desa Ciwaru, kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi], menginap di
homestay alias rumah penduduk. Bangun pagi disambut dengan nasi kuning dan lauk pauk plus teh tawar dan
kerupuk. Menikmatinya dengan cara unik, yaitu duduk cantik di bale-bale belakang rumah, sambil melihat rerimbunan pohon mangga yang buahnya sedang penuh bergelantungan. Duh, enaknya alam pedesaan!
Tak berlama-lama menikmati leyeh-leyeh cantik itu, karena sudah tersirat di dalam batin kami bahwa petualangan seru nan ciamik sudah menanti di luar sana. Yap, sesuai
itenerary, hari ini kami akan jelajah alam Ciletuh yang sedang
ngehits itu. Kulihat tujuan pertama adalah mengunjungi pantai Mandrajaya. Ha? Pantai? Ih, di kampungku juga banyak pantai, dan aku anak pantai. Ga ada menariknya kalo ini, mah! Etapi..., bakalan naik perahu dan lihat bebatuan kuno yang beraneka bentuk. Hm,
sounds ordinary itu, mah! Biasa aja kalee! Lagian, aku juga sedang males berpanas-panasan, mana habis dilaser pula wajahku oleh si dokter kece dari DF Klinik. Huft, bisa kena cercan [ceramah cantik] ntar eikeh! Huks..
Tapi, ga etis juga donk kalo aku absen dalam jelajah hari pertama ini. Masak udah diajakin
jajalgrat [jalan-jalan gratis], terus aku milah milih. Ga enak ah sama si Kang Hafidz dan Kang Erwin. Baiklah, lagian, belum tentu juga pantai ini tidak menarik, kita kan ga boleh menghakimi sesuatu sebelum tau persis situasinya. Ya enggak, Sobs?
Maka, bergeraklah kami menuju PAPSI, di mana di sana sudah berkumpul rekan-rekan lain yang menginap di
other homestay. Ada yang masih sarapan pagi, ada yang sudah asyik ngobrol santai dengan para pemuda anggota PAPSI yang siap menemani kami jelajah alam Ciletuh ini.
Namun yang menarik hatiku dan Nchie Hanie adalah sesuatu yang lain, yang sedang parkir cantik di halaman samping kantor PAPSI itu. Bukan, bukan Toyota Avanza kinclong itu, sih. Kalo dia mah, di mana-mana juga kita sering melihat bahkan menggunakannya. Ini yang 'unik' dan beda adalah si Landy! Eits, bukan! Bukan Landak lah! Tapi sebuah Land rover tangguh, yang begitu menarik minta kami berdua untuk melakukan selfie mau pun wefie. Hehe. Iya lah, kapan lagi dapat spot ciamik begini kan? Lihat? Tak hanya kami yang tertarik, yang lain juga ikutan ber-selfie ria khaan?
Pantai Mandrajaya and The Stones!
Menjelajah dan bertualang dengan Avanza
or other general cars? Mana seru! Naik Landy, donk! Yup, mobil
off road ini memang menjanjikan keasyikan tersendiri. Apalagi, kabarnya [dari si akang tour guide] bahwa perjalanan menuju pantai ini akan melewati jalanan yang lumayan lama, dengan badan jalan yang tidak mulus. Pasti menjanjikan keseruan tersendiri. Iya lah, kalo mau nyaman mah, di dalam kota sana donk, ah! Hehe.
Benar saja, bermula dari desa Ciwaru hingga ke pangkalan [bibir pantai Mandrajaya] di mana kami harus melanjutkan perjalanan naik perahu, memakan waktu sekitar 1,5 jam. Dan seperti komen awal tadi..., pantai? mana asyik? Bener, saudara-saudara! Pantai Mandrajaya menyambut kami dengan udara panasnya yang luar biasa. Ajigile, refleks aku langsung tarik bagian hijab yang masih menjuntai di dada, dan menjadikannya cadar untuk melindungi bagian wajah yang baru kena laser dan diwanti-wanti untuk melindunginya dari jilatan sinar mentari.
|
Ajigile ini panasnya! Ruarbiasa! |
Perahu telah menanti dan pelampung segera melekat di badan masing-masing kami, yang menggunakannya dengan exciting. Asyik! Naik perahu. Biarin deh panas-panasan juga, toh udah pake cadar! Mudah-2an dokter David and Kang Renzha dari Klinik DF ga akan tau petualangan ini. Hihi. Dan anehnya,
my underestimate terhadap pantai ini langsung menyingkir manakala perahu telah melaju. Kami begitu antusias
taking pictures! Mulai dari
selfie, we-fie hingga minta tukang perahu
taking group pictures! Tiba-tiba saja kami satu perahu ini menjadi grup yang begitu solid. Begitu juga terlihat dengan para personil yang ada di perahu kedua. Seru pake bingits!
Apalagi ketika perahu sudah mendekati bebatuan besar dan unik itu. Ada yang menyerupai punggung naga sehingga disebut batu naga, ada yang seperti motif batik, makanya disebut batu batik, ada pula yang seperti badak. Wow. Kabarnya sih, bebatuan ini sudah berusia ratusan tahun, nih! Makanya banyak diminati oleh para geologist maupun para mahasiswa geology, sebagai laboratorium alam mereka.
Perahu terus melaju, hingga akhirnya berlabuh di [bukan] dermaga, tapi di pinggir pantai Cikepek. Sebuah pantai tak berpenghuni, yang sering juga disebut pulau Kunti? Entahlah, aku lupa-ingat dengan nama yang belakang ini. Karena tak ada dermaga, maka kami terpaksa melompat ke dalam pinggiran air bibir pantai, sehingga mau tak mau sepatu pada basah semua deh. Lalu perjalanan dilanjut, menelusuri pantai cantik bertabur pasir halus yang begitu lembut.
Tak hanya itu, sepanjang pantai, kami berpapasan dengan batu-batu besar yang cantik, bertemu dengan kulit kerang yang juga tak kalah menarik, bintang laut yang menyapa dalam diam, dan aneka benda laut yang sudah terhampar dan mengering cantik di atas pasir yang kami lalui itu. Duh, indahnya semua itu, hanya sayangnya, udara dan pancaran sinar matahari begitu tajam, mengiris kulit. Di tambah pula dengan sepinya pulau [ya iyalah, namanya juga tak berpenghuni], tak ada satu pun kedai atau penjual asongan yang berjualan makanan dan minuman.
Terik mentari sepertinya memang sukses bikin semangat kami yang tadinya begitu antusias menjelajah dan jeprat jepret di setiap spot ciamik, kini mengendur sempurna. Rasanya bisa menamatkan perjalanan [mencapai ujung] saja sudah anugerah, eh di tambah pula dengan perjuangan jalan balik ke perahu yang jika diukur2, mencapai 4 km pulang pergi. Hadeuh, haus dan lapar begitu menyatu, solid menyerang kami satu persatu. Malangnya kami, tak banyak dari kami yang membawa bekal. Hiks...
Sedih memang, bahkan hampir putus asa. Namun harus bagaimana? Mau tak mau, tetap harus kuat untuk berjalan balik donk, masak mau ditinggal di pulau Kunti? Emoh! Makanya, secara kompak kami tertatih balik ke perahu, dan langsung sumringah kala langkah kami menyentuh sisi perahu. Yeaaay! Sampai juga akhirnya! Tak menunggu lama, panggilan perut membuat kami tak lagi ingin ke sana kemari. Makan! Minum!
That's all what we need. Hehe. Yang dimaklumi oleh Kang Hafidz and Kang Erwin dengan meminta tukang perahu untuk segera berpacu.
Lunch bareng nikmat, di sebuah rumah
Makan dan minum adalah anugerah tak ternilai harganya kala lapar dan dahaga melanda. Setuju, Sobs? Dan kami langsung melahap habis semua jatah yang diberikan oleh tim Bio Farma begitu si jatah sampai ke tekape. Makan siang yang begitu nikmat, setelah sekian lama menjelajah alam ciamik di tengah panas terik. Alhamdulillah. Dunia langsung terang benderang. Hehe. Dan selesai shalat zhuhur, kami pun melanjutkan perjalanan dengan [kembali] penuh semangat. Kali ini, rombongan dipecah menjadi dua. Peserta yang naik Avanza meluncur ke Curug Cimarinjung, yang aksesnya lebih mudah, sementara penumpang Landrover, melaju dengan gagah ke Puncak Darma.
Dan aku? Sudah pasti tetap memilih Landy yang tangguh donk ketimbang pindah ke Avanza. Begitu juga dengan Nchie Hanie, Bang Aswi dan Sandra. Kami tak sabar ingin melihat sendiri keindahan puncak Darma yang sedang menjadi buah bibir itu. Sobats juga penasaran? Nantikan ceritanya pada postingan berikutnya, ya!
Catatan Halan-2 Seru ke Ciletuh
Al, Margonda Residence, 17 Januari 2016
Words: 1143