Kini, Intan tetap pada jurusan yang dikehendakinya, yaitu Hubungan International, pada President University dan telah berada di penghujung study-nya. Sedang skripsian. Alhamdulillah.
Catatan ini, adalah a lesson learnt dan note tentang hubungan harmonis jarak jauh yang terjalin di antara kami. Ibu dan Anak, yang saling cinta dan sayang, walo terpisah oleh ribuan km by land, dulu.
============================================
Pagi-pagi udah dapat PING dari Intan dan sebuah icon mewek alias menangis. Duh.... what's up with my diamond?
Umi : Kenapa sayang?
Intan : Miiiii..... gagal deh cita-cita Intan masuk HI.
Umi : Lhoooo... gagal gimana nak?
Intan : Bener info tadi malam miiii. Untuk masuk HI via Invitation, hanya bisa yang dari jurusan IPS dengan nilai memenuhi syarat. Nah, gimana mau penuhi kriteria, orang Intan di IPA? Hiksssss.... Huaaaa
Umi : Sssst, sabar sayang..... take it easy.... yuk kita discuss..
Dan percakapan penuh
Tentu tidak. Seorang ibu bertanggung jawab penuh dalam mendukung dan membahagiakan putri/putranya. Itu juga yang selalu kutanam di hati ini. Boleh saja aku berada ribuan kilo darinya, tapi secara virtual, aku harus selalu berada di dalam hatinya. Ada 'disisinya' walau hanya virtually, disaat dia membutuhkan, terutama di saat-saat seperti ini. Lagi dan lagi aku harus bersyukur pada kemajuan technology, yang telah banyak sekali kontribusinya bagi kedekatan hubungan kami.
Percakapan sekitar 30 menit ternyata tak mampu menentramkan hatinya. Dan harus ditambah lagi pada malam harinya kala menjelang tidur. Kekecewaan yang melanda hatinya, dan penyesalan telah mengambil jurusan IPA tak mampu teredam. Aku jadi merasa menyesal telah ikut memberi masukan padanya kala itu, untuk masuk jurusan IPA, walau Fakultas tujuannya adalah bukan berbasis IPA. Intan memang sangat tertarik sekali untuk masuk ke Hubungan International, dan targetnya adalah ingin masuk ke Universitas Indonesia, seperti jejak salah satu Omnya [adikku] yang saat ini tinggal di Turkey.
Bukan hanya aku sih yang memberi masukan padanya untuk masuk ke kelas IPA, tapi adikku serta guru wali kelasnya Intan juga memberi saran serupa. Pertimbangannya adalah Intan punya kemampuan dan logika berfikir yang sistematis, dan juga nilai-nilai lebih dari cukup untuk masuk IPA. Lagipula, nanti dengan berasal dari IPA, kesempatannya untuk memilih berbagai fakultas lebih terbuka lebar. Namun saat itu, aku juga tidak keberatan jika dia ingin langsung masuk ke IPS. Akhirnya setelah beristikharah, dia memilih IPA and so far she looks happy for that.
Sampai kemudian, tepatnya kemarin, isu itu menjadi kenyataan. Bahwa invitation system untuk menjadi mahasiswa/i undangan ke Perguruan Tinggi berdasarkan pada Jurusan yang mereka kini duduki. Artinya, Intan, yang jurusan IPA, mustahil bisa diundang masuk ke FISIP, jurusan HI, yang basisnya adalah IPS. Dan berurailah airmata sang putri tercinta hingga malam harinya. Tak mampu konsentrasi belajar dan sungguh membuatku ingin terbang dan memeluknya. Menemaninya disana. Menghapus airmatanya dan menawarkan solusi-solusi. But how, I was so far away. :(
Phone conversation tetap tak mampu membuatnya tersenyum. Padahal aku telah menguras aneka perbendaharaan kata dan pemikiran untuk mengatasi persoalan yang sedang ada dihadapannya. Bahwa jalannya masih panjang. Masih ada 1,5 tahun lagi untuk melangkah ke Perguruan Tinggi. Berbagai teori aku kemukakan, bahwa untuk menuju sebuah tujuan, kita dapat mencapainya dengan berbagai cara. Banyak jalan menuju Roma. Banyak jalan menuju 'Hubungan International' idamannya. Memang sih, pintu yang satu telah tertutup, tapi masih ada pintu lainnya. Masih bisa mencoba via seleksi/test. Masih ada banyak jalan dan kemungkinan, asalkan kita tidak berputus asa. Tapi lagi dan lagi Intan tak mampu meredam kekecewaannya, bahwa nilainya selama ini cukup menjamin untuk dapat undangan itu. Sayangnya dia ada di IPA, dan dia ga ingin diundang ke salah satu Fakultas jurusan IPA. Hm...
Aku tau, posisinya kini sedang pada tahap DENIAL, penolakan terhadap kenyataan yang terhampar di depan mata. Jadi sebanyak apapun argumentasiku, tetap tak akan mampu membuatnya tersenyum riang. Jadi biarkan dulu Intan menumpahkan segala kekecewaan hatinya, kalo perlu menangis, menangislah sayang. Dan ketika dia mengatakan ingin menangis, segera kuberi sinyal oke to do that. Aku tak akan menanamkan berbagai masukan lagi [sementara ini], cukup dulu. Besok-besok bisa dilanjutkan lagi, namun sebelum Intan mulai menangis, kusarankan untuk baca doa tidur dulu seperti biasanya. Dan begitu ritual baca doa tidur selesai, kuputuskan komunikasi kami, dan kubiarkan putriku menangis.
Namun mana mungkin aku bisa tidur nyenyak menyadari nun jauh di ujung sana, di sebuah kamar, putri tercinta menangis seorang diri? Tidak, aku ga bisa tenang. Kuraih hapeku, kuhubungi adik bungsuku, satu-satunya adik yang masih tinggal bersama orang tuaku. Untungnya dia sudah berada di rumah dan sedang mempersiapkan tugas-tugas kuliahnya. Aku yakin, dialah orang yang pantas bicara dengan Intan saat ini, karena dia yang sedang mengambil S-2, tentu paham benar sistem perkuliahan saat ini. Sementara aku? Telah sekian lama ga update perkembangan sistem itu, apalagi ibuku? So, he is the right person to talk to Intan.
Mengerti akan situasi yang sedang terjadi, adikku dengan tanggap bergerak. Ibuku yang curiga dan kuatir ada hal yang ga mengenakkan terjadi pada Intan ikutan masuk kamar. Dan Terjadilah dialog panjang lebar antara mereka bertiga. Adik dan ibuku saling menguatkan dalam rangka menyemangati Intan kembali... Alhamdulillah ya Allah, aku bersyukur padaMu atas anugerah ini. Aku bersyukur memiliki orang tua dan saudara yang begitu perhatian. Alhamdulillah....
Pagi ini, aku dapat telphone dari ibuku, mengabarkan situasi dan progress tadi malam. Pagi ini Intan sudah berangkat ke sekolah dengan penuh semangat kembali... walaupun, pastinya, kekecewaan itu masih ada. Wajar dan sangat normal toh? Biarlah waktu akan mengikis kekecewaan itu dan membuatnya move on to the next step. "Acceptance' --> tahap menerima. :)
Thanks a lots mom, and my little bro, your great effort and support are really-really highly appreciated. Alhamdulillah ya Allah...
To Intan sayang, keep the spirit ya nak, masa depan mu masih panjang, dan banyak jalan menuju target tujuan. We will always with you to support you, and Allah will guide us to achieve our goal, ok?
catatan hati,
Al, Bandung, 5 Feb 2013