Blang Bintang Regional Landfill

Blang Bintang Regional Landfill, antara mimpi dan kenyataan

Malam ini, aku ingin bercerita tentang sebuah kisah. Sebuah kisah penuh pengharapan dan impian yang kini ternyata berujung tragis. Ini tentang perjuangan yang telah kami mulai pada masa-masa rehab-rekon Aceh dan Nias Paska tsunami. Pada masa-masa di mana Badan Rehabilitasi Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam - Nias [BRR NAD - Nias] masih dalam masa baktinya, bekerja sama dengan UNDP - TRWMP Aceh dan Pemerintah Provinsi Aceh, Pemko Banda Aceh serta Pemkab Aceh Besar, memulai tongkat perjuangan.

Yup, ini adalah kisah yang telah bermula bertahun-tahun lalu, dan aku hapal benar sejarahnya, karena aku termasuk salah satu staff BRR yang terlibat langsung di dalamnya [sebagai person in charge dalam berkoordinasi dengan stakeholders dalam proses perwujudan landfill ini]. Berlanjut pula dengan beralihnya aku ke UNDP TRWMP, begitu BRR selesai masa baktinya. Salah satu tugasku dan Faisal Ridwan, kolegaku di UNDP adalah juga menjadi PIC dalam berkoordinasi dengan berbagai stakeholders demi terlaksananya pembangunan landfill ini. Jika Faisal Ridwan 'mengawal' dari segi konstruksi/infrastrukturnya, maka aku 'mengawal' dari sisi administrasi dan kolaborasi antar pemerintahnya.

Adapun ide awal tercetusnya keinginan untuk menghadirkan sebuah landfill regional ini, adalah karena  TPA Gampong Jawa, milik Kota Banda Aceh diperkirakan tidak akan sanggup lagi menampung dan mengolah sampah-sampah yang dihasilkan dan melimpah di kota itu ke depannya, mengingat pertumbuhan dan pertambahan penduduk Kota Banda Aceh yang grafiknya semakin menanjak, yang artinya jumlah produksi sampah harian juga tentunya akan menanjak pula. Tercetuslah ide untuk membangun sebuah Tempat Pengolahan Akhir [TPA] Regional Terpadu, yang bernama lengkap TPA Regional Terpadu Sanitary Landfill Blang Bintang, seluas 200 hektar, berlokasi di desa Data Makmur, Kabupaten Aceh Besar. Berkonsep moderen lagi canggih, yang akan siap dan sigap menampung dan mengolah sampah dari dua wilayah, yaitu Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Wow! Sungguh sebuah ide brillian yang jika benar-benar terlaksana, tentunya akan menjadi sebuah aset yang sangat bernilai, serta akan mampu beri kontribusi ekonomis bagi khalayak ramai, utamanya adalah masyarakat setempat.

Betapa tidak, TPA atau yang di luar negeri beken disebut sebagai landfill ini, tak hanya menjadi tempat persinggahan akhir dari sampah, melainkan juga akan menjadi tempat bagi beberapa industri pengolahan sampah, *yang tentunya jika terlaksana dengan baik* akan mampu menyerap tenaga kerja - kurangi pengangguran - tambah income bagi khalayak ramai. *Itu jika ide ini terlaksana dengan baik, sih* Tak hanya itu, Regional landfill ini juga diharapkan akan jadi pilot project nasional untuk penerapan teknologi canggih, yang akan menyumbangkan PAD dari jasa pengolahan sampah, yang akan menjadi kebanggaan Aceh karena bisa hasilkan produk bernilai ekonomis seperti biogas, listrik, produk daur ulang, pupuk organik, hutan edukasi, agro wisata dan bahkan akan menjadi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Persampahan Nasional. 

Adalah Teuku Zul Akhyar, salah seorang kolega juga seniorku, bersama almarhumah Ibu Arsyiah Arsyad, yang benar-benar getol memperjuangkan kehadiran landfill ini. Aku masih hapal benar bagaimana kegigihan mereka memperjuangkan impian ini. Teuku Zul Akhyar, yang biasa kupanggil Pak Zul, berkontribusi dan berjuang dengan keahlian dan pengetahuannya akan spesialisasi landfill, menuangkan ide-ide awalnya dan memberikan input-input, baik bagi Pemerintah maupun stakeholder lainnya, maka almarhumah ibu Arsyiah Arsyad, berjuang meyakinkan pihak Pemerintah Aceh untuk mendukung dan berpartisipasi penuh di dalam perwujudan ini. Kuingat salah satu ucapan yang selalu diucapkannya di hadapan para petinggi pemerintahan, 'Ayolah Pak, mumpung kita mendapat dukungan dana international seperti ini, mumpung kita dapat dukungan BRR, UNDP dan GTZ, tunggu apa lagi, ini patut kita perjuangkan. Jangan sampai lepas, kesempatan tidak akan datang kedua kalinya." Duh, jadi kangen deh sama almarhumah yang satu ini, rest in peace ya, Bu....

Dan aku ingat banget, awal-awal mengenal almarhumah, adalah kala beliau berkunjung ke ruangan Deputi Bidang Operasi - BRR NAD Nias, Bapak Eddy Purwanto, yang adalah bosku. Dengan gigih dan penuh semangat, almarhumah menunjukkan keseriusannya untuk mendukung ide pendirian landfill ini. Mendengar presentasinya di hadapan bosku, aku ikut tergugah, bersemangat pula. Wah, landfill? Regional Landfill? Dengan industri-industri pengolah sampah di sekitar area landfill-nya, tentu ide cemerlang, yang akan memberi manfaat sangat positif bagi masyarakat setempat. Aku salut akan rencana ini, dan berdoa agar gol dan mencapai tujuan.

Hingga kemudian, aku ditugaskan oleh Pak Bos untuk ngantor di Joint Secretariat, Gedung Kantor Gubernur Aceh, di mana almarhumah berkantor, aku semakin kagum akan sepak terjang almarhumah, juga Pak Zul, sang seniorku, sang landfill expert. 

Perjuangan yang tidak mudah memang. Ditingkahi oleh mengalirnya peluh, bersitegang urat leher dengan warga setempat, yang terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu, masalah pembebasan tanah yang njelimet, urusan izin penggunaan lahan ke Kementerian Kehutanan, pertikaian, perseteruan, silih berganti mewarnai upaya perwujudan Regional Landfill ini. Hingga akhirnya, beberapa tahun kemudian, landfill yang menyerap dana milyaran rupiah ini, akhirnya berhasil terwujud. Berdiri megah. Diresmikan dan beroperasi.

Namun..., sungguh malang nasibmu wahai Blang Bintang Regional Landfill ku sayang...,
Hidupmu kini..., sungguhlah malang. Merana, hidup segan mati tak boleh. 
Setelah milyaran rupiah terserap untuk pembangunanmu, Pemerintah terkait malah kini tak lagi peduli.... Bagaimana engkau bisa hidup jika begini...?

Seperti yang tertulis di wall FBnya Pak Zul Akhyar per 11 Oktober 2015 kemarin. Aku terenyuh!


Ya Tuhan, sekelam ini penampakanmu..., tiga tahun lebih aku tak berkunjung,
begini buruk rupamu kini...
Atau yang tertulis di beberapa media cetak maupun online, salah satunya yang ini;



Huft, entahlah, ku tak mampu berkata lain, turut mengaminkan doa dan harapan yang sama dengan doanya Pak Zul. Semoga pihak terkait terpanggil nuraninya untuk mengurus dan mengelolamu dengan baik. Engkau, kami citakan menjadi pusat kebanggaan Aceh, lho! Bersabar dan bertahanlah, semoga bantuan segera tiba, ya TPAku sayang!

Sebuah catatan,
Al, Margonda Residence, 12 Oktober 2015

34 comments

  1. Padahal landfill sangat penting ya maaak.. Dan dengan begitu banyak resources yang sudah digunakan sayang juka terlantar seperti itu. Ayo Pemda diingatkan kembali mak agar TPA bisa bermanfaat dan dimanfaatkan secara maksimal. Bon courage..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, begitulah, Mak Indah. MIris rasanya. Semoga Pemda segera terbuka mata hatinya, yang mungkin selama ini sedang sibuk mengurus masalah penting lainnya. :) Aamiin

      Delete
  2. We gotta do something! Ini gak bisa dibiarkan...

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Yah, semoga saja pihak2 terkait tidak lepas tangan, sayang banget kan, dan bahaya mengancam jiwa lho jika sampah dibiarkan tak terurus.

      Delete
  4. perjuangan besar yang telaluh dilakukan seolh disiakan begitu saja ya, seharusnya pihak yang berwenang benar benar mengelola pun masyarakat ikut menjaganya. salam mbak. . ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, diperlukan kemauan dan niat baik semua pihak utk memastikan operasional TPA ini berjalan baik. Tp mau gmn? Tanpa anggaran dr yang berwenang, apalah daya pihak lainnya?
      Makanya diperlukan suara banyak orang nih untuk membangunkan pihak terkait yang sedang terlena. Yuk!

      Delete
  5. Duh ikut sedih mba, smeoga ada perhatian pemerintah, nanti kalau sudah dapat masalah besar baru deh nyadar atau nyesal hiks....pemda kan harus visioner melihat jauh ke depan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih, padahal masalah sampah itu sama dengan api ya, Mbak Dew? Jk dikelola dengan baik pasti akan jadi sahabat, salah tangani malah jado musibah.

      Delete
  6. hmmm, memang yang paling susah itu adalah mempertahankan, kalau dialihkan ke pihak swasta gimana mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum tau juga, Mba Anis, apa audah ada wacana ke arah sana apa enggak. Ntar kalo sampai maju di tangan swasta, baru deh pemda gigit jari, ya? Hehe

      Delete
  7. Mbak Al, jika gak salah...beberapa postingan Mbak Al dulu ada yg menceritakan another side dari TPA blang bintang ini ya?

    Ikut mengaminkan semua harapan dan doa, serta semoga ada gerakan nyata utk mengoptimalkan TPA ini ya Mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Rie..., saat kami sedang disibukkan oleh perwujudan project ini.

      Aamiin... Ya Allah.

      Delete
  8. Semoga pihak terkait segera turun tangan dan bisa mengelola TPA ini dengan baik, sebelum menjadi masalah yang semakin besar ya mak.

    ReplyDelete
  9. Ya ampun smg ada pihak terkait yg membaca tulisanmu mak, dan terketuk hatinya untuk berbuat sesuatu. Mengaminkan semua harapanmu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Iyaa, sayang banget jika dibiarkan tetlantar seperti ini, deh.

      Delete
  10. Sampah emang selalu jadi masalah.. ada ide buuuu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, sampah justru akan menjadi aset jika kita bijak mengelolanya.
      Yang sedang ditempuh oleh beberapa teman adalah menghubungi pihak terkait di pemerintah pusat, memberitahu akan situasi ini, dan mungkin dengan keikutsertaan mereka yg dr pusat, hal ini akan bisa diatasi.

      Delete
  11. sitem pengelolaan sampah di indonesia ini belum efektif ternyata.. ya sebenernya sih bukan cuma dari pemerintah, tapi juga harus ada kesadaran dari diri kita sendiri.. semoga aja cepat ditanggulangi ya mba,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup. Semua pihak dibutuhkan andilnya di dlm pengelolaan sampah. Masih ingat slogan, pilahlah sampah berawal dari rumah? :)

      Aamiin...

      Delete
  12. Setelah menghabiskan dana yang tidak murah tentunya ehh malah dibiarkan.huft
    semoga saja ada pihak terkait yang membaca artikel ini dan bisa dimanfaatkan kembali.

    ReplyDelete
  13. hiks sayang banget yah mbak kalau macet ditengah jalan seperti itu. padahal kalau sesuai sama rencana awal sebelum di bangun, pasti bisa lebih baik lagi :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Ran, kalo berjalan sesuai rencana, selain menjadi aset pemerintah, jadi sumber pendapatan masyarakat yg bekerja di sini, juga akan jadi tempat rekreasi sekaligus pembelajaran berskala nasional, lho!
      Namun sayang, nasibnya malah jadi begini....

      Delete
  14. itulah... sedihnya cuma bisa membangun tapi gak bisa merawat :(

    ReplyDelete
  15. Semoga sgera ada perhatian danjuga solusi ya, Mbak.

    ReplyDelete
  16. sedihnya, kadang bisanya membangun sementara untuk ngerawatnya seakan engga peduli, hiks. Semoga ada solusi yang terbaik ya

    ReplyDelete
  17. semoga selalu diberikan kemudahan dalam setiap urusan mba amien :)

    ReplyDelete
  18. Klo indonesia gak harus ngolah sampah masih banyak lahan kosong yang potensial

    ReplyDelete