#28: Kerinduan di Balik Hujan 3


Dear Kamu,
Hujan masih saja membasahi bumi,
gemericiknya sentuh genting rumah kita, timbulkan bunyi tik tik tik yang menyayat hati. Masih dari jendela yang sama, dari dalam kamarmu, lelaki tua yang kita panggil Ayah, berdiri menembus kaca bening, menantang jarum-jarum tajam yang hunjam tanah basah. Eits, tak hanya jarum-jarum tajam yang melesat hunjam bumi, basahi tanah basah, tapi kulihat, ada bening mengalir perlahan dari bola mata tuanya yang mulai kusam!

Kepergianmu yang telah lebihi dua tahun, tetap tak mampu hapuskan bayangmu dari ingatan. Apalagi wara wirimu yang masih begitu sering di depan mata, terutama mata ayah dan ibu kita, membuat sulit kami melupakanmu. Ingin rasanya menganggapmu tiada, tapi engkau masih berada di alam nyata.

Duhai kamu, mengapa tega bergentayangan di depan Ayah dan Ibu? Atau kamu memang sengaja? Ingin hancurkan keping hatinya yang telah renta? Tidakkah kamu berfikir? Bahwa tak seperti ini harusnya sikapmu? Salahkah mereka membesarkanmu dengan penuh kasih? Salahkah mereka yang selalu mendukung segala aktivitas dan usahamu? Salahkah mereka hingga harus seperti ini balasanmu?

Duhai kamu yang gentayangan di sana,
Tidakkah engkau ingat kami?
Duhai kamu yang diperdaya,
tidakkah ingatanmu mengingat kami?

Kuat nian pengaruh itu,
hingga doa-doa kami pun tak mampu sentuh kalbumu,
duhai engkau yang di sana, tak kah engkau rindu Ibu?
duhai engkau yang di sana, tak kah engkau rindu Ayahmu?



Sekedar coretan,
Al, Bandung, 29 Januari 2014

Related Post:
Kerinduan Di Balik Hujan 1
Kerinduan Di Balik Hujan 2



2 comments

  1. Sedih-sedih gimana gitu Mba Al bacanya..

    ReplyDelete
  2. Ikut menyimak, Kak Alaika sepertinya menulis setiap hari yaa ...

    ReplyDelete