#21:Loosing the Moon Bcoz of Counting Stars

Rasanya sudah seperti berabad lamanya Nita memendam kebencian pada Rafi, kakaknya yang tak seberapa ganteng dan sok perhatian itu. Ada saja tingkah lelaki itu yang membuat dirinya jengah. Dina, sahabat karibnya sering bilang, "Rafi tuh ga salah, dia peduli denganmu, makanya dia begitu memperhatikan dan selalu ada untukmu. Harusnya kamu bersyukur lho, Nit, punya abang yang begitu menyayangimu. Aku saja, akan bersyukur banget andai Allah memberiku seorang kakak sepertinya."

Ah, kamu ga tau sih. Coba kalo kamu di posisiku, pasti kamu akan muak dan jengah Dit! 

Dulunya, Rafi memang seorang kakak yang hangat, baik dan tidak seperti ini. Tapi sejak kematian suami Nita, justru Rafi tampil sebagai pelindung yang melebihi superhero dan ngalah-ngalahi bodyguard. Membuat Nita jengah sendiri. Kemana-mana, walau tidak terlihat di sampingnya, tapi anehnya, Rafi tuh tau aja setiap aktivitasnya. Apalagi jika Nita ketahuan dating atau kongkow-kongkow berduaan dengan cowok, hadeuh, habis deh, ada aja nanti petuah yang meluncur bebas dari bibir kakaknya yang tak seberapa tampan itu. Jadi janda tuh harus bisa menjaga sikap!

Ingin rasanya Nita mengadu pada ayah ibunya, tapi bagaimana? Keduanya malah telah terlebih dahulu menghadap sang Pencipta. Ah, sudahlah, hadapi saja Rafi dengan lapang dada. Begitu tekadnya suatu ketika. Namun tekad itu raib, setiap sang kakak yang masih melajang itu beraksi, menunjukkan superhero-nya. Dita juga yang jadi tempat pelariannya.

Malam itu, Nita tak lagi mampu menahan dirinya. Baru saja dia menghempaskan dirinya di tempat tidur, lelah setelah seharian meeting yang dilanjut dengan menemani tamu dan bosnya berkaraoke di sebuah cafe, eh si kakak yang super protektif menghubunginya. Menanyakan dari mana? Apa ga bisa menjelaskan pada bosnya agar tidak sampai harus bekerja hingga larut malam seperti itu? Agar Nita ingat untuk menjaga kesehatannya, bla..bla...bla. Akhirnya, mungkin dikarenakan lelah dan juga rasa tak suka yang sudah memuncak, rasa jengah yang telah terakumulasi sedemikian rupa, maka melalui percakapan telefon itu, kemarahannya meledak.

Ucapan penuh emosi yang meluncur dari mulut Nita, ditambah pula dengan aneka kata mutiara yang tak hanya pedas, akhirnya membuat Rafi terkesima. Tertohok tapi juga tersadar. Jika kelakuannya itu ternyata malah telah membuat adiknya terkekang. Telah menimbun kebencian terhadap dirinya dari sang adik terkasih. Satu-satunya saudara kandung yang dia miliki. Pedihnya lagi, Nita dengan begitu semena-mena, meluncurkan sebuah kata yang tajamnya mengalahi mata pedang sembilan benua. Tersadar dan juga terluka. Rafi menutup telefon tanpa sempat meminta maaf jika kelakuannya telah membuat adiknya terbelenggu selama ini.

Lajang tua itu, duduk bersimpuh. Termangu sekian lama, hingga akhirnya sebuah kesadaran membawanya ke kamar mandi untuk berwudhu. Bersujud di atas sajadah, lelaki itu bermohon kepada Allah agar petunjuk dan keselamatan dialamatkan Allah bagi adik terkasih. Sementara untuknya, dia berjanji untuk merubah sikap. Tak akan lagi terlalu ikut campur urusan adiknya. Toh sang adik telah dewasa, bahkan telah menjadi seorang ibu pula. Tak perlu lagi dia sibuk-sibuk menjaga apalagi mengurusnya. Aku akan menarik diri, begitu tekadnya.

Lalu Rafi menepati janjinya pada dirinya sendiri, tak lagi muncul secara intens di hadapan Nita. Tak juga ingin memantaunya lagi. Perlahan dia menghilang, walau tetap tinggal sekota. Rafi menyibukkan diri dengan urusannya sendiri, fokus pada bisnis kehidupannya pribadi.

Nita? Tentu Nita berasa beroleh anugerah akan perubahan ini. Merasa terbebas, tak ada lagi mata-mata! Hingga suatu ketika, dia mendapat telefon dari rumah sakit, bahwa Rafi, kakak semata wayang itu telah berpulang ke rahmatullah, oleh sebuah demam biasa. Tak ada penyakit istimewa, hanya demam biasa! Air mata tak mampu mengobati rasa kehilangannya, air mata tak mampu mengobati rasa sesalnya akan pertengkaran itu. Mendadak, dia rindu segala sikap dan perlindungan sang kakak! Kemana dia harus mencarinya kini?

Credit

Jangan pernah mengabaikan cinta kasih, kepedulian dan rasa rindu seseorang, karena bisa jadi kamu akan terbangun suatu hari dan menyadari bahwa kamu kehilangan bulan hanya karena kamu sibuk menghitung bintang.

sekedar coretan pembelajaran kehidupan
Al, Bandung, 21 Januari 2014 

8 comments

  1. hiksss kok sedih bacanya mak ..:( kita seringnya kayak gitu yaa, lupa pada sang bulan gegara si bintang2...

    ReplyDelete
  2. Jadi janda tuh harus bisa menjaga sikap!

    ReplyDelete
  3. ini fiksi atau kisah beneran mbak? sedih banget ya critanya...:(

    ReplyDelete
  4. Duuh rafi benar benar perhatian pada adikny...sy suka,tp carany mmg jgm terlihat ngekang bgt ya.

    ReplyDelete
  5. ah, entahlah. kadang manusia baru bisa merindukuan setelah sosok yang dirindukan sudah menghilang. -_-

    ReplyDelete
  6. aah sedih bgt kalo terjadi sperti ini. Jgn sampai kita terlambat menyadari kasih sayang seseorang

    ReplyDelete
  7. Saya pernah di posisi Nita,emang sedih banget tapi gimana lg,waktu tidak bisa di putar :'(

    ReplyDelete